Pengajian Ketigapuluh Tiga
Assalamu’alaikum War. Wab.
“Waminannasi
manyyaquulu aamannaa billaahi wabil-yaumil aakhiri wa maahum bimu’minien” :
“Diantara manusia ada yang mengatakan : “Kami beriman kepada Allah dan Hari
Akhirat”; padahal sesungguhnya mereka itu bukan orang-orang yang beriman”.(Al-Baqoroh : 8)
Bersumber dari riwayat al-Faryabi dan Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid,
asbabun-nuzul ayat ayat tersebut (QS 2 :
8-20) berkaitan dengan sifat dan kelakuan kaum munafiqin.
Indikator terpenting dari perilaku
kaum munafiqien ialah sifat mendua diantara adat-istiadat lama dengan ajaran
Rasulullah SAW. Proses psikologis yang terjadi pada diri mereka tidak berhasil
mencapai ekualitas. Akibatnya mereka gagal melakukan sublimasi, yaitu transferabilitas
progresif dari adat-istiadat lama yang bersifat mitologis kepada nilai-nilai
baru ajaran Tauhid yang transenden. Maka terjadilah ketidakstabilan dalam
mekanisme psikologis yang mencerminkan Self
yang terombang-ambing, yang menjadi sumber sikap mental dan perilaku yang ambivalence . Ini agak berbeda dengan
sikap mental dan perilaku kaum kafirin yang destruktif (vide, Pengajian
Ketigapuluh Dua).
Perlu dipahami selama ratusan bahkan
ribuah tahun sebelum masa Rasulullah SAW, suku-suku Arab menganut agama purba
yang menyembah dewa-dewa mitologis yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk
berhala-berhala. Diantara yang tertinggi adalah “Ba’al” (Dewa Badai) yang berasal dari kepercayaan Kana’an atau
Yahudi-kuno dari abad ke-14 SM . Diperkirakan suku-suku Arab kuno yang berdiam
di daerah Edom, yaitu wilayah di sebelah selatan Laut Mati yang terbentang pada
kedua sisi Lembah Arabia, pada abad ke-10 SM telah memeluk agama Ba’al ini. Kepercayaan itu telah
berlangsung demikian lama dan telah membentuk ketidaksadaran kolektif suku-suku
Arab, dan terefleksi dalam bentuk adat-istiadat dan social system yang menjadi
dasar modal personality (kepribadian
umum) orang Arab selama berabad-abad. Meskipun Muhammad SAW dalah Utusan Allah
dengan modalitas yang sangat kuat berupa Firman-firman Allah yang langsung
turun kepada-Nya ditunjang berbagai mu’jizat, ternyata tidak mudah mengubah
sikap mental dan perilaku yang berakar pada adat istiadat (custom) yang telah berlangsung selama sekitar 1400 tahun
sebelumnya, terbukti dengan masih adanya sikap ambivalence terhadap Islam atau kemunafikan.Dalam kaitan dengan hal
ini perlu disimak Al-Baqoroh 14 :
“Wa-idzaa
laqulladziena aamanuu qooluu aamannaa; wa-idzaa kholau ilaa syayathinihim;
qooluu innaa ma’akum; innamaa nahnu mustahzi-uun” : “ Dan bila mereka berjumpa
dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan : “Kami telah beriman”; Dan
bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan:
“Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok”, (QS 2 : 14 ).
Asbabun-nuzul ayat tersebut berkaitan dengan
perilaku munafik Abdullah bin Ubay yang bersikap menyanjung terhadap Abu Bakar,
Umar dan Ali r.anhum, tetapi mengolok-olok dibelakang punggung mereka, terutama
ketika Abdullah bin Ubay kembali berada ditengah-tengah kaum munafiqin.
(Diriwayatkan dengan sanad dla’if oleh al-Wahidi dan at-Tsa’labi dari Muhammad
bin Marwan dan as-Suddi as-Shaghir dari al-Kalbi dan Abi Shaleh yang bersumber
dari Ibnu Abas :// as-Suddi as-Shaghir, al-Kalbi dan Abi Shaleh adalah
rangkaian yang dla’if).
Kemunafikan dan Kemusyrikan
Kemunafikan bersumber dari kegagalan
proses psikologi kognitif dalam mencapai ekuilibrium. Dalam hal ini proses psiko-kognitif
hanya berlangsung pada tahap skema, asimilasi dan akomodasi dimana pada akhirnya
stimulus tidak terdeteksi dengan benar, karena tidak terdapat padanannya dalam file index schemata (vide, Jan Piaget,
1896-1980). Maknanya ajaran Muhammad SAW tidak dapat dimengerti dengan
sungguh-sungguh oleh sekelompok orang yang tidak mampu mengembangkan kesadaran
dan ketidaksadaran kolektif-nya kearah nilai-nilai baru dengan tingkat
diferensiasi yang lebih tinggi. Psyche mereka
mengalami regresi terus-menerus, selalu terdorong mundur ke batas-batas
pengalaman psikologis masa lalu dengan diferensiasi yang lebih rendah dengan
latar belakang adat istiadat lama dari ajaran ajaran agama purba penyembah
berhala (vide, Ernt Kris, 1900-1957). Inilah yang membuat mereka mengalami ambigue dalam mencerna ajaran Rasulullah
SAW yang pada gilirannya merefleksikan sikap mental dan perilaku yang
diidentifikasi oleh Al-Qur’an sebagai sifat-sifat orang munafik.
Kemunafikan yang tak terselesaikan
menjadi dasar kemusyrikan (vide, Pengajian Kesembilanbelas-Keduapuluh Tiga).
Regresi yang intens membuat orang-orang munafik terus-menerus terjebak dalam
nilai-nilai lama, sementara proses kognitif hanya mampu menyerap nilai-nilai
baru secara tidak utuh. Akibatnya terjadilah proses asimilasi dan akomodasi
yang tidak sempurna, menghasilkan satu skema ekuilibrasi yang tidak utuh. Dalam
proses ini sebagian dari kesadaran mencoba memahami ajaran Tauhid sementara
ketidaksadaran kolektif tetap terikat kuat pada struktur nilai masa lalu yang
telah membentuk konstitusi jiwa dan mempengaruhi kepribadian dasar (basic personality structure). Inilah
sumber percampuran budaya monotheis-polytheis
yang menjadi akar budaya kemusyrikan yang pernah tumbuh subur di Mesir pada
abad ke-15 SM yang menjadi alasan utama diutusnya Musa a.s. ke Mesir (vide,
Pengajian Kesembilanbelas-Keduapuluh Tiga).
Latar belakang psiko-antropologis
Pada abad ke-14 SM di Kana’an
(Yerussalem) berkembang agama purba penyembah berhala yang dianut oleh pribumi
Kana’an (campuran Yahudi-Arab) dan sebagian Yahudi eksodusan Mesir. Kota yang menjadi pusat
agama purba ini ialah Ugarit yang
berhasil ditemukan oleh para arkeolog pada penggalian th. 1929. Dewa mitologis yang paling banyak disembah
adalah Ba’al-Dewa Badai dan
pasangannya Anat-adik yang sekaligus
istri. Anat menurut kisah mitologis pernah membebaskan Ba’al dari Mot-Dewa
Kematian.
Diatas Ba’al terdapat Dewa yang lebih berkuasa tetapi kurang popular
dengan fungsi yang agak samar yang disebut El
merupakan kepala dari Dewa-dewi Kana’an. El memiliki istri-istri, yang terpenting adalah Astarte dan Asyera yang disebut-sebut dalam Kitab Perjanjian Lama (Taurat).
Orang-orang Kana’an memuja kedua Dewi itu sebagai lambang Kesuburan. Bahkan orang Yahudi masih menyebut Tuhan Allah
dengan sebutan Eli dalam bahasa
Ibrani, mirip dengan El dalam bahasa Ugarit
yang memang sangat mirip dengan bahasa Ibrani.
Pada dasarnya pemujaan terhadap
ilah-ilah Kana’an itu bertemakan seks dan perang, yang mengakibatkan
kemerosotan moral masyarakat yang sangat dikecam oleh Kitab Perjanjian Lama.
Ketika permusuhan dengan suku-suku Bani Ismail meningkat di Kana’an, terutama
setelah datangnya eksodusan Yahudi Mesir, sebagian suku-suku besar Bani Ismail
meninggalkan Kana’an. Mereka kemudian menguasai wilayah Edom seperti
tersebut diatas. Pada abad ke-10 SM Raja
Israel Daud menaklukkan wilayah itu dan memperbudak seluruh Edom dengan
kejam termasuk suku-suku Bani Ismail, yang dalam pandangan Daud adalah
orang-orang kafir dan fasiq penyembah berhala. Artinya hingga pada abad 10 SM
itu agama purba penyembah berhala tetap hidup dikalangan suku-suku Arab di wilayah
Lembah Arabia. Agama berhala yang kemudian berkembang luas di jazirah Arab
menciptakan kegelapan diseluruh Arabia selama tidak kurang 1400 tahun hingga
datangnya Rasululullah SAW pada abad ke-6 M. Selama 23 th masa kenabiannya,
tidak seluruh orang Arab mengikuti dan beriman kepada ajaran Rasulullah SAW.
Terdapat pula kelompok kelompok yang tetap kafir, atau menerima sebagian yang
menjadikannya munafik dan musyrik disebabkan karena ketidaksadaran kolektif
mereka yang tidak dapat lepas dari nilai-nilai masa silam. Tetapi arus utama
yang berkembang di jazirah Arab adalah menerima ajaran Rasulullah SAW hingga
perkembangannya di zaman ini dimana agama Islam telah berkembang luas didunia
sebagai salah satu agama terbesar dengan penganut tidak kurang dari 1,1 milyar
umat manusia diseluruh dunia.
Semoga bangsa kita terbebas dari
kemunafikan dan kemusyrikan yang tidak diampuni Allah Azza wa Jalla. Sekian,
terima kasih.
Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi
Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.
Jakarta, 11 Maret 2005,
Pengasuh,
HAJI
AGUS MIFTACH
Ketua
Umum Front Persatuan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar