Pengajian Keenampuluh Tiga (63)
Assalamu’alaikum War. Wab.
“Kami berfirman : “Turunlah kamu semua dari
sorga itu. Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa
mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak
(pula) mereka bersedih hati”; (Al-Baqoroh : 38).
Eklektik pembahasan yang kita lakukan masih
tetap konsisten dengan multiperspektif teologis, antropologis, psikologis
dan historiografis dalam rangka menggali
hikmah yang setinggi-tingginya di setiap pembahasan ayat-ayat Al-Qur’an.
Pokok Bahasan.
Sejak ayat 30 hingga 38 ini masih merupakan
rangkaian proses transcendental tentang penciptaan Adam dan pemenuhan fungsinya
sebagai khalifah di bumi yang ternyata ditempuh melalu mekanisme “tragedy buah
khuldi” yang berlanjut dengan transfer Adam-Hawa-Iblis dari surga ke muka bumi
untuk menjalani fungsi dan qodrat
masing-masing dalam membangun peradaban dunia yang dibatasi hukum-hukum
agnostic ini. Menurut Tafsir Jalalain perjuangan dan kerja keras untuk mencapai
sesuatu hasil adalah hukum duniawi yang harus dijalani manusia di bumi, berbeda
dengan kenikmatan surgawi yang begitu saja tersedia secara qodrati.
Ayat tersebut
juga menginformasikan bahwa Allah akan menurunkan Kitab-kitab dan akan
diutus Rasul-rasul untuk memberikan penjelasan dan keterangan. Maka barangsiapa
menerimanya, tidak ada kekhawatiran atas mereka dalam kehidupan di dunia dan di
akhirat, tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Tetapi mereka yang kafir dan
mendustakan ayat-ayat Allah, mereka akan kekal di dalam neraka, tanpa batas dan
tanpa dapat menyelamatkan diri.
Tafsir Ibnu Katsir mengutip sebuah
hadiest riwayat Muslim dari Ibnu Jarir dari Abu Sa’id
al-Khudri r.a, yang intinya menerangkan bahwa mereka yang sudah divonis masuk
neraka, masih berpeluang diselamatkan dengan syafaat Rasulullah SAW. Muslim
juga meriwayatkan hadiest yang senada dari Syu’bah bin Abi Salamah.
Ulasan.
Menurut Tafsir Jalalain terdapat dua jalan
yang terbentang didepan kehidupan manusia.
Jalan yang pertama adalah jalan yang dapat mengantarkan kepada
kebahagiaan kehidupan dunia dan akhirat; inilah jalan mukminin, jalan orang-orang yang beriman kepada Allah
SWT serta mengikuti petunjuk-Nya. Pada jalan inilah fungsi kekhalifahan manusia
harus dijalankan. Sedangkan Jalan yang kedua adalah jalan kafirin, yaitu jalan
orang-orang yang durhaka terhadap Allah serta menuruti bujukan setan; jalan ini
akan membawa kepada kerugian dan kesengsaraan hidup di dunia dan di akhirat
kelak.
Manusia diberi kebebasan untuk memilih kedua
jalan ini. Namun Allah Yang Pengasih dan Penyayang, tidak membiarkan manusia
mencari-cari dalam kegelapan. Kepada ummat manusia Allah mengutus para
Rasul-Nya yang membawakan Kitab-kitab-Nya untuk memberikan penerang dan
menyinari jiwa manusia agar dapat menemukan jalan mukminin, yaitu jalan lurus
yang menuju kepada Allah Azza wa Jalla sebagai puncak transcendental. Sedangkan
jalan yang lain ialah jalan iblis yang membawa manusia kepada kebinasaan.
Khilafat di Jerusalem.
“Dan Kami karuniakan kepada Daud dan
Sulaiman. Dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat” : (As-Shaad
: 30).
Ayat tersebut telah cukup menjelaskan
kedudukan Daud dan puteranya yang mewarisi, Sulaiman. Dalam Al-Qur’anul-Kariem,
keduanya dinyatakan sebagai khalifah dan nabi-Allah yang menjalankan perintah Allah dengan ta’at.
Kita akan melanjutkan kajian antropologis dan
historiografis khilafat di Jerusalem sebagai suatu bentuk peradaban agama
samawi yang bukti-bukti arkeologisnya dapat ditemukan para ahli, tentu dengan
tidak mengurangi sedikitpun martabat religius mereka seperti tersebut dalam
ayat diatas.
Sulaiman memulai pemerintahannya pada th. 970
SM ketika ia dilantik dan dimahkotai
oleh Imam Zadok, Nabi Nathan dan permaisuri Batsyeba di kuil Yahweh di
samping Mata Air Gihon diluar tembok Jerusalem, untuk menggantikan ayahnya Raja
Daud.
Tak lama setelah Sulaiman memerintah terjadi
kemajuan-kemajuan pesat di Kerajaan Kanaan. Jerusalem tumbuh menjadi kota
kosmopolitan dan merupakan pusat program pembangunan Sulaiman yang sangat
ambisius. Diantara bangunan yang terpenting yang dibangun Raja Sulaiman ialah
“Haekal (kuil/tempat ibadah) untuk Yahweh dan istana Akropolis” di atas situs
estat lama mantan raja Yebus Araunah di puncak Gunung Zion. Para
antropolog menulis bahwa Haekal Yahweh dirancang untuk menjadi rumah bagi Tabut
Perjanjian (Lempengan Batu Taurat). Tidak seperti sebagian besar kuil-kuil di
Timur Dekat, Haekal Yahweh yang dibangun Raja Sulaiman ini tidak berisi
gambar-gambar tuhan untuk melambangkan kehadirannya.
Manurut para analis Bibel, sejak Yahweh
menampakkan Diri kepada Musa di semak
yang terbakar, Yahweh menolak untuk didefinisikan atau di gambar dalam
ikonografi manusia. Tetapi dari segi-segi yang lain Haekal itu menurut para
arkeolog sesuai dengan model Kanaan dan Syria dengan pengaruh paganis.
Tempat yang paling suci disebut Devir dimana Tabut Perjanjian disimpan
dibalik tirai linen berwarna biru, merah tua dan ungu. Selain itu terdapat
relief ular perunggu yang oleh para antropolog dihubungkan dengan pemujaan
Yebus lama. Terdapat pula pilar bebas Yakhin dan Boaz yang
melambangkan matzevot (batu berdiri) Kanaan yang dipuja sebagai berhala.
Terdapat pula relief “laut perunggu” yang menggambarkan peperangan antara Dewa
Baal dengan Yam-Nahar, lembu jantan yang merupakan symbol paganis untuk tuhan
dan kesuburan.
Pada setiap bulan “Ethanim”
(September/Oktober) dilakukan persembahan di altar Haekal, dengan perayaan
festival yang disebut Sukkoth (Perayaan Pondok-pondok Daun) yang
panafsirannya dihubungkan dengan Eksodus. Bentuk festival itu sendiri mirip
dengan festival Dewa Baal di musim gugur yang merayakan kemenangannya atas Mot
(Dewa Kematian) dan penahbisannya di Gunung Zaphon. Tanpa ragu-ragu para
antropolog menyebut pengaruh paganisme yang kuat dalam penampilan
Haekal-Sulaiman itu.
Beberapa nabi dan reformis memprotes
panampilan Haekal ini dan menuntut agar kembali kepada agama monoteis yang
lebih murni seperti di zaman eksodus (Musa). Haekal-Yahweh yang kemudian lebih
terkenal dengan sebutan Haekal-Sulaiman itu dipercaya oleh orang-orang Yehuda
dan Israel sebagai sumber kesuburan dan ketertiban dunia. Menurut keyakinan
Yahwis, setiap raja Kanaan adalah mashiach Yahweh pesuruh Yahweh.
Pada hari pemahkotaannya di Gunung Zion
(Gunung Kudus) Yahweh mengangkat dia sebagai putranya. Istana raja berselebahan
dengan Haekal, dan singgasana raja disamping singgasana Yahweh di Devir. Tugas
raja adalah menerapkan aturan Yahweh dan untuk menjamin keadilan Yahweh
terwujud di negeri itu. Mazmur-Daud menyebutkan, raja harus membela kaum
miskin, menyelamatkan anak-anak fakir dan menumpas para penindas mereka. Karena
itu Yahweh adalah juga symbol keadilan-sosial.
Sejak didirikannya Haekal-Yahweh di Gunung
Zion oleh Raja Sulaiman, maka Raja Jerusalem yang sejati adalah Yahweh sendiri,
sedangkan raja duniawi sekedar menjadi wakil-Nya (khalifah). Untuk itu ada tiga
kata kunci yang harus menjadi pedoman, yaitu misphat, tzedek dan shalom
yang berarti keadilan, kebenaran dan kedamaian.
Apakah Yahweh dimaksud Taurat-Yahudi sama
dengan Allah dimaksud Al-Qur’an dan sama dengan Eli dimaksud Injil-Ibrani ?
Terdapat sejumlah persamaan dan sejumlah perbedaan. Kita akan tetap memandang
para Nabi dan Rasul-Allah sesuai dengan pedoman Al-Qur’an. Namun adalah menjadi
hak orang-orang Yahudi untuk memberikan atribut dan penilaian subyektif atas
para pemimpin mereka menurut kitab suci mereka. Demikian pula terhadap kaum
Nasrani. Dari sejak awal pengajian ini setahun yang lalu, saya mengatakan bahwa
agama dijalankan menurut keyakinan para pemeluknya. “Lakum dienukum
waliyadien” : “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku” : (Al-Kafiruun : 6).
Daud dan Sulaiman adalah para pemimpin bangsa
Israel, berada di pusat peradaban dan kebudayaan bangsa Israel. Bagian dari
inti religiusitas bangsa Israel, mendominasi ketidaksadaran kolektif orang Israel.
Adalah menjadi hak mereka untuk memberikan makna terhadap kedua pemimpin dalam
legenda mereka itu menurut etnosentrisme budaya Israel, baik yang monoteis
maupun yang paganis. Baik yang hanya beriman kepada Yahweh saja seperti ajaran
Musa, maupun yang beriman kepada Yahweh dan ilah-ilah paganis seperti Templars.
Sekian, semoga awal Ramadhan merachmati kita
semua, Amien.
Birrachmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih.
Wassalamu’alaikum War. Wab.
Jakarta. 3 Oktober 2005.
Pengasuh,
KH. AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar