7.7.17

Pengajian Keenampuluh Tiga (63)-TWU


Pengajian Keenampuluh Tiga (63)

Oleh : KH. Agus Miftach

Assalamu’alaikum War. Wab.

“Kami berfirman : “Turunlah kamu semua dari sorga itu. Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”; (Al-Baqoroh : 38).

Eklektik pembahasan yang kita lakukan masih tetap konsisten dengan multiperspektif teologis, antropologis, psikologis dan  historiografis dalam rangka menggali hikmah yang setinggi-tingginya di setiap pembahasan ayat-ayat Al-Qur’an.

Pokok Bahasan.

Sejak ayat 30 hingga 38 ini masih merupakan rangkaian proses transcendental tentang penciptaan Adam dan pemenuhan fungsinya sebagai khalifah di bumi yang ternyata ditempuh melalu mekanisme “tragedy buah khuldi” yang berlanjut dengan transfer Adam-Hawa-Iblis dari surga ke muka bumi untuk menjalani fungsi dan qodrat  masing-masing dalam membangun peradaban dunia yang dibatasi hukum-hukum agnostic ini. Menurut Tafsir Jalalain perjuangan dan kerja keras untuk mencapai sesuatu hasil adalah hukum duniawi yang harus dijalani manusia di bumi, berbeda dengan kenikmatan surgawi yang begitu saja tersedia secara qodrati.

Ayat tersebut  juga menginformasikan bahwa Allah akan menurunkan Kitab-kitab dan akan diutus Rasul-rasul untuk memberikan penjelasan dan keterangan. Maka barangsiapa menerimanya, tidak ada kekhawatiran atas mereka dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Tetapi mereka yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Allah, mereka akan kekal di dalam neraka, tanpa batas dan tanpa dapat menyelamatkan diri.

Tafsir Ibnu Katsir mengutip sebuah hadiest  riwayat  Muslim dari Ibnu Jarir dari Abu Sa’id al-Khudri r.a, yang intinya menerangkan bahwa mereka yang sudah divonis masuk neraka, masih berpeluang diselamatkan dengan syafaat Rasulullah SAW. Muslim juga meriwayatkan hadiest yang senada dari Syu’bah bin Abi Salamah.

Ulasan.

Menurut Tafsir Jalalain terdapat dua jalan yang terbentang didepan kehidupan manusia.  Jalan yang pertama adalah jalan yang dapat mengantarkan kepada kebahagiaan kehidupan dunia dan akhirat; inilah jalan mukminin,  jalan orang-orang yang beriman kepada Allah SWT serta mengikuti petunjuk-Nya. Pada jalan inilah fungsi kekhalifahan manusia harus dijalankan. Sedangkan Jalan yang kedua adalah jalan kafirin, yaitu jalan orang-orang yang durhaka terhadap Allah serta menuruti bujukan setan; jalan ini akan membawa kepada kerugian dan kesengsaraan hidup di dunia dan di akhirat kelak.

Manusia diberi kebebasan untuk memilih kedua jalan ini. Namun Allah Yang Pengasih dan Penyayang, tidak membiarkan manusia mencari-cari dalam kegelapan. Kepada ummat manusia Allah mengutus para Rasul-Nya yang membawakan Kitab-kitab-Nya untuk memberikan penerang dan menyinari jiwa manusia agar dapat menemukan jalan mukminin, yaitu jalan lurus yang menuju kepada Allah Azza wa Jalla sebagai puncak transcendental. Sedangkan jalan yang lain ialah jalan iblis yang membawa manusia kepada kebinasaan.

Khilafat di Jerusalem.

“Dan Kami karuniakan kepada Daud dan Sulaiman. Dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat” : (As-Shaad : 30).

Ayat tersebut telah cukup menjelaskan kedudukan Daud dan puteranya yang mewarisi, Sulaiman. Dalam Al-Qur’anul-Kariem, keduanya dinyatakan sebagai khalifah dan nabi-Allah  yang menjalankan perintah Allah dengan ta’at.

Kita akan melanjutkan kajian antropologis dan historiografis khilafat di Jerusalem sebagai suatu bentuk peradaban agama samawi yang bukti-bukti arkeologisnya dapat ditemukan para ahli, tentu dengan tidak mengurangi sedikitpun martabat religius mereka seperti tersebut dalam ayat diatas.

Sulaiman memulai pemerintahannya pada th. 970 SM ketika ia dilantik dan dimahkotai  oleh Imam Zadok, Nabi Nathan dan permaisuri Batsyeba di kuil Yahweh di samping Mata Air Gihon diluar tembok Jerusalem, untuk menggantikan ayahnya Raja Daud.

Tak lama setelah Sulaiman memerintah terjadi kemajuan-kemajuan pesat di Kerajaan Kanaan. Jerusalem tumbuh menjadi kota kosmopolitan dan merupakan pusat program pembangunan Sulaiman yang sangat ambisius. Diantara bangunan yang terpenting yang dibangun Raja Sulaiman ialah “Haekal (kuil/tempat ibadah) untuk Yahweh dan istana Akropolis” di atas situs estat lama mantan raja Yebus Araunah di puncak Gunung Zion. Para antropolog menulis bahwa Haekal Yahweh dirancang untuk menjadi rumah bagi Tabut Perjanjian (Lempengan Batu Taurat). Tidak seperti sebagian besar kuil-kuil di Timur Dekat, Haekal Yahweh yang dibangun Raja Sulaiman ini tidak berisi gambar-gambar tuhan untuk melambangkan kehadirannya.

Manurut para analis Bibel, sejak Yahweh menampakkan Diri  kepada Musa di semak yang terbakar, Yahweh menolak untuk didefinisikan atau di gambar dalam ikonografi manusia. Tetapi dari segi-segi yang lain Haekal itu menurut para arkeolog sesuai dengan model Kanaan dan Syria dengan pengaruh paganis.

Tempat yang paling suci disebut  Devir dimana Tabut Perjanjian disimpan dibalik tirai linen berwarna biru, merah tua dan ungu. Selain itu terdapat relief ular perunggu yang oleh para antropolog dihubungkan dengan pemujaan Yebus lama. Terdapat pula pilar bebas Yakhin dan Boaz yang melambangkan matzevot (batu berdiri) Kanaan yang dipuja sebagai berhala. Terdapat pula relief “laut perunggu” yang menggambarkan peperangan antara Dewa Baal dengan Yam-Nahar, lembu jantan yang merupakan symbol paganis untuk tuhan dan kesuburan.

Pada setiap bulan “Ethanim” (September/Oktober) dilakukan persembahan di altar Haekal, dengan perayaan festival yang disebut Sukkoth (Perayaan Pondok-pondok Daun) yang panafsirannya dihubungkan dengan Eksodus. Bentuk festival itu sendiri mirip dengan festival Dewa Baal di musim gugur yang merayakan kemenangannya atas Mot (Dewa Kematian) dan penahbisannya di Gunung Zaphon. Tanpa ragu-ragu para antropolog menyebut pengaruh paganisme yang kuat dalam penampilan Haekal-Sulaiman itu.

Beberapa nabi dan reformis memprotes panampilan Haekal ini dan menuntut agar kembali kepada agama monoteis yang lebih murni seperti di zaman eksodus (Musa). Haekal-Yahweh yang kemudian lebih terkenal dengan sebutan Haekal-Sulaiman itu dipercaya oleh orang-orang Yehuda dan Israel sebagai sumber kesuburan dan ketertiban dunia. Menurut keyakinan Yahwis, setiap raja Kanaan adalah mashiach Yahweh pesuruh Yahweh.

Pada hari pemahkotaannya di Gunung Zion (Gunung Kudus) Yahweh mengangkat dia sebagai putranya. Istana raja berselebahan dengan Haekal, dan singgasana raja disamping singgasana Yahweh di Devir. Tugas raja adalah menerapkan aturan Yahweh dan untuk menjamin keadilan Yahweh terwujud di negeri itu. Mazmur-Daud menyebutkan, raja harus membela kaum miskin, menyelamatkan anak-anak fakir dan menumpas para penindas mereka. Karena itu Yahweh adalah juga symbol keadilan-sosial.

Sejak didirikannya Haekal-Yahweh di Gunung Zion oleh Raja Sulaiman, maka Raja Jerusalem yang sejati adalah Yahweh sendiri, sedangkan raja duniawi sekedar menjadi wakil-Nya (khalifah). Untuk itu ada tiga kata kunci yang harus menjadi pedoman, yaitu misphat, tzedek dan shalom yang berarti keadilan, kebenaran dan kedamaian.

Apakah Yahweh dimaksud Taurat-Yahudi sama dengan Allah dimaksud Al-Qur’an dan sama dengan Eli dimaksud Injil-Ibrani ? Terdapat sejumlah persamaan dan sejumlah perbedaan. Kita akan tetap memandang para Nabi dan Rasul-Allah sesuai dengan pedoman Al-Qur’an. Namun adalah menjadi hak orang-orang Yahudi untuk memberikan atribut dan penilaian subyektif atas para pemimpin mereka menurut kitab suci mereka. Demikian pula terhadap kaum Nasrani. Dari sejak awal pengajian ini setahun yang lalu, saya mengatakan bahwa agama dijalankan menurut keyakinan para pemeluknya. “Lakum dienukum waliyadien” : “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku” : (Al-Kafiruun : 6).

Daud dan Sulaiman adalah para pemimpin bangsa Israel, berada di pusat peradaban dan kebudayaan bangsa Israel. Bagian dari inti religiusitas bangsa Israel, mendominasi ketidaksadaran kolektif orang Israel. Adalah menjadi hak mereka untuk memberikan makna terhadap kedua pemimpin dalam legenda mereka itu menurut etnosentrisme budaya Israel, baik yang monoteis maupun yang paganis. Baik yang hanya beriman kepada Yahweh saja seperti ajaran Musa, maupun yang beriman kepada Yahweh dan ilah-ilah paganis seperti Templars.

Sekian, semoga awal Ramadhan merachmati kita semua, Amien.
Birrachmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih.
Wassalamu’alaikum War. Wab.

Jakarta. 3 Oktober 2005.

Pengasuh,

KH. AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional


Tidak ada komentar:

Posting Komentar