Pengajian
Keseratusduapuluh Empat (124)
Assalamu’alaikum
War. Wab.
Bismillahirrahmanirrahiem,
“Dan ingatlah ketika Ibrahim dan Ismail
meninggikan fondasi-fondasi Baitullah, sambil berdoa,”Wahai Tuhan kami,
terimalah amal kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(127) Tuhan kami jadikanlah kami berdua orang yang berserah diri kepadaMu, dan
jadikanlah sebagian keturunan kami sebagai umat yang berserah diri kepadaMu,
serta tunjukkanlah kepada kami tata cara ibadah haji dan terimalah tobat kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (128) :
Al-Baqoroh : 127-128”
Sebagaimana
tradisi pengajian ini, kita akan membahas kedua ayat ini dengan pendekatan
eklektik multiperspektif, baik dari perspektif teologis, antropologis,
historiografis maupun psikologis secara holistis dan komprehensif untuk
mencapai hikmah dan pemahaman yang sedalam-dalamnya dari kandungan kedua ayat.
Pokok Bahasan
Secara arkeologis tidak terdapat
bukti-bukti keberadaan Ibrahim a.s., apalagi aktivitasnya membangun Ka’bah
bersama putranya Ismail a.s.. Secara empirik aktivitas Ibrahim membangun Ka’bah
Baitullah hanyalah mitos belaka. Tetapi secara kitabiyah keberadaan Ibrahim
jelas tertulis, baik dalam Bibel (Perjanjian Lama) maupun Al-Qur’an. Ilmu
pengetahuan modern mungkin menganggap Ibrahim hanya dongeng belaka. Tetapi
tidak demikian dengan para agamawan baik Islam, Yahudi maupun Kristen. Mereka
semua mengakui keberadaan Ibrahim dan Ismail sebagai sesuatu yang riil.
Namun demikian siapa sebenarnya yang
pertama membangun Ka’bah ? Para mufassir
berikhtilaf (berbeda pendapat). Ada
yang berpendapat Adam, ada yang berpendapat Syits (Seth dalam Bibel) bahkan ada
yang berpendapat malaikat. Ibnu Katsir menganggap pendapat-pendapat itu bersumber
dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang tidak dapat dianggap benar. Dalam hal
ini Ibnu Katsir lebih merujuk kepada sumber hadist shahih. Para
ilmuwan tentu berpendapat bahwa baik sumber Bibel maupun Hadist sama sama tidak
dapat dijadikan dasar pembuktian secara empirik. Dengan kata lain dianggap
tidak sah. Pembuktian menurut metode ilmiah haruslah bersifat faktual.
Terlepas dari berbagai pandangan yang
stereotip mengenai Ibrahim tsb, saya ingin menelaah kedua ayat diatas
berdasarkan semua sumber yang ada, Ibnu Katsir
mengartikan,”Wa-idz yarfa’u
Ibraahimul qawaa’idi minal-baiti wa Ismaa’iila….dst….”:”Dan ingatlah ketika
Ibrahim dan Ismail meninggikan fondasi-fondasi Baitullah……dst..hingga akhir
ayat 127.” Maknanya ‘membangun
Ka’bah’. Dengan demikian Ibnu Katsir menetapkan pendapat bahwa Ka’bah Baitullah
dibangun oleh Ibrahim dan Ismail. Pandangan serupa juga dianut oleh Jalalain.
Artinya baik Ibnu Katsir maupun Jalalain dan jumhur mufassirin pada aliran ini
menafikkan pendapat bahwa Ka’bah dibangun oleh Adam, Syits atau malaikat.
Melainkan memastikan Ka’bah Baitullah dibangun oleh Ibrahim dan Ismail.
Pandangan ini kemudian menjadi pandangan resmi jumhur ulama Islam dari semua
aliran. Jika ada yang menyimpang dari pandangan ini, hanya sebagian kecil dan
biasanya berkaitan dengan aliran sempalan. Dengan demikian dapat diperkirakan
Ka’bah Baitullah dibangun sekitar abad ke 20-21 SM. Pembangunan Ka’bah
Baitullah sesuai bentuknya yang menurut psikolog CG Jung memenuhi syarat archetype
situs teofani purba dimaksudkan sebagai tempat peribadatan kepada Allah Yang
Maha Esa, bukan untuk tujuan yang lain. Jumhur mufassirin sepakat bahwa benda-benda
atau bahan-bahan bangunan untuk membangun Ka’bah itu adalah material biasa.
Kisah berlebihan tentang hal ini bersifat
Israilliyah dan tidak dapat dipercaya. Bahkan tentang Hajar Aswad, Umar r.a.
berkata,”Sesungguhnya aku telah
mengetahui bahwa engkau batu yang tidak dapat memberi mudharat dan tidak pula
memberi manfaat. Kalau aku tidak melihat Rasulullah mencium engkau, tentu aku
tidak akan mencium engkau”. (HR. Bukhari dan Muslim). Dari riwayat ini jumhur mufassirin sepakat
bahwa Hajarul Aswad hanyalah batu biasa saja. Hanya karena Rasulullah saw
pernah menciumnya maka menjadi panutan orang yang ingin menciumnya seperti yang
dilakukan Umar. Tetapi tidak ada nilai kesakralan dalam keberadaan Hajarul
Aswad sebagaimana dinyatakan Umar ibn Khattab r.a.
Fakta histories, Hajar Aswad adalah lambang persatuan paganisme
aristokrasi Mekah sebelum Islam. Peletakan Hajar Aswad di Ka’bah jelas
berkaitan dengan paganisme di zaman sebelum Muhammad saw. Ditolerirnya
keberadaan Hajar Aswad pada kubus suci Ka’bah setelah kekuasaan Islam adalah
bentuk kompromi untuk mencegah perang berkepanjangan antara kaum Muslimin dan
kaum paganisme Arabia yang pada waktu itu masih berakar dalam budaya Hejaz . Dengan demikian Rasulullah saw ingin mewujudkan
perdamaian yang justru akan memberikan peluang lebih besar bagi dakwah
Islamiyah dikalangan penduduk Hejaz .
Dalam penafsiran kedua ayat diatas, jumhur
mufassirin menekankan pula fungsi Ka’bah sebagai prasasti monoteisme agar
diikuti oleh semua ras keturunan Ibrahim (Semit), dan syarat mutlak monoteis
ialah tunduk patuh atau berserah diri sepenuhnya kepada Allah semata. Dan
itulah makna hakiki kalimat, “muslimaini
laka”: Kami berdua (Ibrahim dan Ismail) orang-orang yang berserah diri
kepadamu” pada ayat 128. Penyerahan
total itu melampaui seluruh makna dalam logika duniawi, itu sepenuhnya dalam makna
ukhrowi yang hakiki, suatu bentuk penyerahan ruhaniyat yang dipenuhi
nilai-nilai fundamental yang transenden.
Penempatan Ismail sebagai stakeholder dalam
pembangunan Ka’bah suci menjelaskan kedudukan Ismail sebagai putra mahkota
millat-Ibrahim. Maka makna kalimat, “wa
min dzurriyyatinaa” : dan dari keturunan kami …dst..”hingga akhir ayat 128
merujuk kepada, personifikasi Ismail dan keturunannya. Ini sekaligus
meninggikan ras-Ismail yang merupakan cikal bakal ras Arab Musta’ribah yang
menurunkan Quraisy dan menurunkan Rasulullah saw, sebagai ras terunggul dalam
tradisi Semit, lebih unggul dari ras Ishak dan Ya’qub (Israil) yang menurunkan
ras Bani Israil. Ini sekaligus menunjukkan betapa mendalamnya persaingan dan
pertentangan ideologis internal Semit, yang terus berlangsung hingga masa
sekarang. Dengan mitos Ibrahim-Ismail-Muhammad ini, ditarik garis lurus tradisi
monoteis (tauhid) antara Ibrahim dan Muhammad. Identifikasi ini telah
menempatkan Ibrahim sebagai bapak ideologis monoteis yang memberikan legitimasi
otentitas kerasulan Muhammad saw. Tentu saja logika archetype ini meskipun
diakui oleh Yahudi dan Nasrani, tetap tidak mengubah subyektivisme iman mereka
masing-masing. Dan sebaliknya logika-logika archetype dalam system teologi
Yahudi-Nasrani meskipun secara argumentative diterima kalangan Muslim, tidak
akan diikuti dengan perubahan iman. Masing-masing tetap berada dalam
etnosentrisme budaya religius masing-masing, seperti halnya semua penganut
agama melakukannya.
Ibrahim
Dalam riwayat Israilliyah, Ibrahim bukanlah
seorang monoteis (tauhid). Ia disebut pernah memberikan persembahan kepada
El-Eliyon tuhan bangsa Yebus di bukit Zion .
Ini mengesankan Ibrahim seorang sinkretis. Tetapi sumber-sumber Al-Qur’an dan
Al-Hadist meneguhkan suatu fakta teologis bahwa Ibrahim adalah seorang monoteis
(tauhid) yang sejati. Ia meninggalkan Aur Khaldan karena menolak agama pagan
yang dianut oleh Raja Namrud dan masyarakat Aur termasuk ayahnya Azar Tarih.
Ibrahim rela meninggalkan kampung halamannya di Aur Khaldan untuk hijrah ke
Kana’an guna membangun satu masyarakat tauhid yang hanya menyembah kepada Allah
swt semata. Pada kenyataannya Ibrahim adalah bapak tauhid. Pada sekitar th.
2018 menurut catatan Ahmad Shalaby, Ibrahim dan putra sulungnya Ismail
membangun situs monoteis Allah swt yang tertua yaitu Ka’bah yang dibangun di
lembah Bakkah yang kemudian disebut Mekah, yang selama 4000 th hingga sekarang
menjadi situs teofani bagi peribadatan kepada Allah swt. Meskipun dalam masa
sekitar 1700 th (abad ke 10 SM – abad ke 7 M) Ka’bah menjadi situs paganisme,
namun dengan kebangkitan Rasulullah saw pada abad ke 7, Ka’bah telah
dikekembalikan ke fungsi aslinya sebagai situs peribadatan tauhid kepada Allah
swt dan telah berlangsung selama 1500 th terakhir.
Sementara dari arah keturunan Ishak yang
menurunkan Ya’qub yang bergelar Israil dan menurunkan Bani Israil, berlangsung
pula tradisi tauhid tetapi kemudian banyak diwarnai sinkretisme. Dua orang raja
besar Bani Israil yang berpegang teguh pada tauhid yaitu Daud kemudian putranya
Sulaiman, membangun situs teofani bagi Allah atau Yahweh dalam bahasa mereka
yang disebut Baitul Maqdis (Bait Suci) atau disebut juga Haekal Sulaiman atau
oleh kaum Muslimin disebut juga Masjid al Aqsha (Masjid yang jauh). Dimulai di
zaman Daud dan diselesaikan di masa pemerintahan Sulaiman (abad ke 10 SM),
artinya hingga sekarang situs teofani bagi Yahweh El Sada’i menurut tradisi
agama Musa a.s. itu telah berumur 3000 th. Namun karena berkali-kali mengalami
penyerangan-penyerangan besar (vide, Pengajian ke-95 Buku Spirit Islam ke-6),
kini yang dimaksud Baitul Maqdis yang asli itu hanya tinggal reruntuhan Tembok
Barat. Satu-satunya peninggalan yang berharga ialah Dome of the Rock atau Qubbet
as Sakhra (Kubah Karang) yang dipugar oleh Khalifah Umayyah Abdul Malik al
Marwan (65-86 H/685-705 M) yang berisi batu karang yang di zaman awal jayanya
Haekal Sulaiman disebut Matzevot yang merupakan prasasti wahyu dari Yahweh yang
diterima Ya’qub a.s. dan ditempatkan ditempat yang paling suci dari Baitul
Maqdis yang disebut Devir. Pada th. 621 M konon Rasulullah saw pernah shalat
sunnat dua rakaat di atas Matzevot Ya’qub itu (versi ortodoks Kisah
Isra’-Mi’raj).
Diatas Baitul Maqdis atau Haekal Sulaiman
di bukit Zion Jerusalem itu kini berdiri Masjid al-Aqsha baru yang dibangun
pada th. 709 oleh Khalifah Umayyah Al Walid I. Setelah dua kali runtuh oleh
gempa, dirampungkan dengan sempurna oleh Khalifah Abbasiyah Al-Mahdi yang
berkuasa pada th. 775-785, sehingga mencapai bentuknya seperti yang sekarang
ini kita kenal.
Pemerintah Israel
Pada dasarnya pemerintahan Israel
sejak deklarasi kemerdekaan oleh David Ben Gurion pada th 1948 hingga sekarang
adalah pemerintahan sekuler yang tidak begitu peduli soal agama. Bagi mereka
Erezt Israel
(Israel Raya) adalah tanah suci chauvinism Yahudi. Sekularisme Israel
yang berbau paganis pada dasarnya tidak mensakralkan Baitul Maqdis, justru
historiograf ancient-Israeli menunjukkan penentangan kerajaan Israel di Utara
kepada dominasi Yudea di Selatan. Untuk itu 10 suku Israel di Utara mendirikan
sendiri tempat sucinya di Bethel-Samaria
dan menolak pemusatan peribadatan pada Baitul Maqdis di Jerusalem yang
didirikan oleh dua suku besar Yehuda dan Benyamin yang turun-temurun menjadi
raja di Jerusalem yang di masa Daud dan Sulaiman berhasil mempersatukaan
kerajaan Israel dan Yudea menjadi Kana’an Bersatu dan menjadikan Jerusalem
sebagai ibukotanya. Setelah wafatnya Sulaiman pada th. 930 SM, bubarlah
kerajaan Kana’an bersatu itu. Ideologi sekuler-paganis yang kini menjadi
mainstream Israel modern lebih bersumber dari Samaria ibukota Israel purba daripada
Jerusalem ibukota Yudea purba yang berkembang menjadi penganut agama Yahudi
ortodox dengan pengaruh Khabbalah. Bagi Israel
modern yang banyak diantaranya bahkan atheis, situs teofani Baitul Maqdis yang
disebut juga Haekal Sulaiman lebih berkaitan dengan chauvinisme Israel
daripada pusat peribadatan bagi Yahweh. Tempat itu hanya dipandang sebagai
salah satu monument purba symbol Israel , dan tidak ada kaitannya
dengan iman dan agama.
Catatan Khusus
Sejak Jumat tgl. 2 hingga Rabu 7 Februari
2007 ibukota Jakarta
dilanda banjir besar yang menciptakan penderitaan besar bagi rakyat banyak. Ini
bukan musibah dari Tuhan, tapi dari perilaku manusia sendiri. Hanya kesadaran
dan program ekologis yang baik dapat menolong manusia dari destruksi ekosistem.
Sangat jelas dalam menghadapi musibah yang bersumber dari gagalnya managemen
ekologi pemerintah propinsi DKI Jakarta, rakyat hanya sendirian, tidak ada
pemerintah, tidak ada DPR tidak ada negara yang hadir menolong rakyat.
Sungguh Allah akan membalasi setiap
perbuatan secara setimpal. Kita berdoa bagi mereka yang tertimpa musibah,
semoga Allah Azza wa Jalla mengampuni dan menolong mereka.
Sekian, terima kasih, Birrahmatillahi
Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum War, Wab.
Pengasuh,
KH. AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar