Pengajian Ketujuhpuluh Lima (75).
Oleh : KH. Agus Miftach
Assalamu’alaikum War. Wab.
Bismillahirrahmanirrahiem,
“Dan (ingatlah)
ketika Kami belah lautan untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami
tenggelamkan (Fir’aun) dan para pengikutnya, sedang kamu sendiri menyaksikan” ;
(Al-Baqoroh : 50).
Eklektik pembahasan akan meliputi aspek-aspek
historiografi, antropologi, teologi dan psikologi dsb dalam rangka bahasan yang
komprehensif dan holistis untuk menggali hikmah yang setinggi-tingginya dari ayat
tersebut.
Pokok Bahasan.
Ayat ini merupakan kesatuan rangkaian dengan ayat
sebelumnya (QS 2 : 49) yang berkaitan dengan riwayat Bani Israil di Mesir.
Setelah Allah SWT mengangkat Musa a.s menjadi Rasul-Nya, diperintahkan menyeru
Fir’aun dan kaumnya agar beriman kepada Allah seraya menghentikan
kekejaman-kekejaman, perbudakan dan membebaskan Bani Israil. Fir’aun menjawab
dengan memperhebat tindakan represif terhadap Bani Israil dengan berbagai
kekejaman dan pembunuhan-pembunuhan yang bertujuan pemusnahan ras. Dizaman ini
kita belum lama menyaksikan kejahatan pemusnahan ras yang dilakukan milisi
Kristen Serbia terhadap Muslim Bosnia yang memalukan peradaban modern Kristen
Eropa.
Untuk melindungi Bani Israil, Allah menurunkan
sejumlah mukjizat kepada Musa a.s, a.l. tongkat Musa yang menurut hikayat
kitabiyah dapat berubah menjadi ular dan menelan ular-ular ahli sihir Fir’aun.
Ini bahkan menyebabkan berimannya para ahli sihir Fir’aun kepada Musa a.s yang
membuat mereka diburu dan ditangkap serta disalib hingga mati oleh Fir’aun.
Seperti telah diterangkan dalam Pengajian ke-74 bahwa Fir’aun yang bersekongkol
dengan Bani Israil menjajah Mesir dari Dinasti Amalik atau kaum Hyksos telah
ditumbangkan oleh Dinasti Pribumi Ahmes dan diusir dari bumi Mesir.
Antropolog Ahmad Shalaby menerangkan, Ahmes
merupakan Dinasti Fir’aun Mesir (pribumi) Kedelapanbelas yang berhasil
membangun kerajaan nasional yang teguh.
Sudah barangtentu kehancuran Dinasti Amalik itu berakibat merosotnya
kedudukan sosial Bani Israil di Mesir. Karen Armstrong menyebutkan kedudukan
mereka begitu cepat merosot dan jatuh sebagai ras budak di Mesir. Fir’aun Ahmes
kemudian digantikan oleh Rayan yang bergelar Ramses I kemudian digantikan lagi
oleh putranya Menephtah yang bergelar Ramses II yang merupakan datuk Dinasti
Kesembilanbelas.
Perlu diketahui bahwa Fir’aun-fir’aun Mesir selalu berada di tahta dalam usia yang muda.
Ramses II memiliki kecurigaan yang tinggi terhadap Bani Israil yang pernah
bersekongkol dengan Dinasti Amalik menentang nasionalisme Mesir, disamping
masalah-masalah konflik ekonomi antara Bani Israil dalam posisi superior dengan
pribumi Mesir dalam posisi inferior yang
akhirnya memicu konflik rasial. Sebenarnya Ramses II belum akan bertindak jauh,
kalau tidak terjadi upaya-upaya pemberontakan yang dilakukan Bani Israil yang
merasa hak-hak istimewanya terutama dibidang ekonomi semasa kekuasaan kaum
Hyksos dilucuti oleh Ramses II.
Klimaks dari konflik ini sebagaimana telah diuraikan
dalam Pengajian ke-74 dan Buku ke-2 adalah serangan pemusnahan rasial yang
dilancarkan Ramses II yang memaksa eksodus Bani Israil dibawah pimpinan Musa
a.s dan saudaranya Harun a.s meninggalkan Mesir ke Kana’an di Palestina yang
diperkirakan terjadi pada abad ke-15 SM. Fir’aun Ramses II segera memimpin bala
tentara untuk mengejar rombongan besar Bani Israil yang meninggalkan Mesir di
kala malam buta itu dengan tujuan memusnahkan mereka.
Ketika gelombang eksodus Bani Israil itu tiba di
pantai Qulzum, Laut Merah yang membelah Mesir dengan Simenanjung Sinai,
sementara dibelakang mereka bala tentara Ramses II, Bani Israil dilanda putus
asa. Tafsir Jalalain menuturkan, pada saat itulah Allah memerintahkan kepada
Musa a.s supaya memukulkan tongkatnya ke laut, maka terbelahlah air laut dan
terbentanglah dua belas jalur jalan raya (sesuai jumlah suku Bani Israil)
melintasi dasar Laut Merah yang menjadi jalan penyelamatan bagi Musa dan Bani
Israil hingga ke seberang.
Fir’aun yang takjub, tetapi lebih didera hawa nafsunya untuk membinasakan
Bani Israil, tanpa berpikir menerjang masuk ke lintasan mukjizat. Pada saat
itulah air menutup dan tenggelamlah Fir’aun Ramses II dan balatentaranya
didasar Laut Merah. Tafsir Ibnu Katsir menerangkan bahwa pada saat itu Fir’aun
menyatakan mempercayai Tuhan Bani
Israil. Tetapi sudah terlambat. Prinsip keimanan bersifat transenden, yakni
beriman kepada yang gaib. Jika keimanan dinyatakan pada kondisi factual
menjelang masuk alam baka seperti yang dilakukan Fir’aun atau pada alam sesudah
kematian seperti penyesalan orang-orang fasik, menurut Tafsir Ibnu Katsir hal
itu tidak diakui.
Maka pernyataan Fir’aun tidak diakui Allah SWT sebagai
bentuk keimanan yang dikehendakiNya. Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan bahwa
peristiwa tenggelamnya Fir’aun ini terjadi pada tgl. 10 Muharam. Nabi Musa a.s
dan kaum Yahudi memperingatinya dengan puasa Asyura. Rasulullah SAW bersabda :
“Saya lebih berhak kepada Musa daripada kalian”, maka Rasulullah-pun
mempuasainya. Hadist ini diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah
dengan berbagai jalan dari Ayub as-Sukhtiyani.
Sementara itu para antropolog Barat skeptis terhadap
narasi Bibel tentang eksodus dengan segala mukjizatnya itu. Mereka menganggap
eksodus itu haya mitos saja. Yang sesungguhnya tidak terjadi, atau seandainya
terjadi terlalu dilebih-lebihkan karena fanatisme Yahudi belaka, seperti yang
mereka lakukan terhadap hikayat kerajaan Daud dan Sulaiman yang lebih banyak
mitos daripada kenyataan. Menurut para ahli, bukti-bukti tentang eksodus
terlalu minim, sehingga diduga itu adalah peristiwa pelarian biasa saja,
sebagaimana disebut Karen Armstrong. Terlepas dari pertentangan antara para
etnograf dengan penulis Bibel itu, kita Kaum Muslimin tetap menjadikan
Al-Qur’an sebagai sumber pertama
Ordo Illuminati
Ini adalah pembahasan kelima tentang Ordo Illuminati.
Dalam suratnya kepada Guiseppe Mazzini, ttgl. 15 Agustus 1871 tokoh puncak
Illuminati-Freemasonry Amerika Serikat Albert Pike sang perancang Perang Duna
I, II dan III ini mengemukakan akan mendorong kaum nihilis dan atheis untuk
memprovokasi suatu pergolakan sosial yang dahsyat, buas dan berdarah diberbagai
kawasan di dunia. Dimana-mana rakyat akan berhadapan dengan kelompok yang ingin
menghancurkan peradaban. Mereka akan dipaksa oleh suatu keadaan untuk
menghadapi kelompok-kelompok minoritas revolusioner.
Dipihak lain teologi agama Kristen akan diserang, sehingga akan banyak orang merasa
ini agama palsu dan tertipu. Tujuan dari revolusi dan konflik peradaban ini
adalah agar umat manusia kehilangan arah dan kehilangan semangat religius. Pada
saat itu manusia merindukan sebuah idealisme tetapi tidak menemukan arah
kepasrahan. Pada saat itulah Illuminati-Freemasonry (neo-Zionis) akan tampil
dengan apa yang disebutnya sebagai “cahaya sejati” melalui manifestasi
universal doktrin Lucifer yang hakiki,
yang akan menghasilkan gerakan reaksioner yang akan menghancurkan agama Kristen
dan atheisme sekaligus.
Seakan menggarisbawahi rencana mengerikan Albert Pike
itu, sosiolog Amerika Serikat Samuel P. Huntington menyatakan, sebuah
kesepakatan ideologis berkenaan dengan agama Kristen telah hadir di Eropa pada
th. 1500, namun kenyataannya hal itu tidak mencegah umat Protestan dan Katolik
saling bunuh (hingga saat ini). Demikian pula kaum sosialis dan komunis (atheis),
kaum Trotsky dan Leninis dlm berbagai bentuk, kaum Shi’ah dan Sunni terus
saling membunuh. Artinya PD III yang direncanakan Albert Pike terjadi pada awal
abad 21 itu (vide, Pengajian ke 74) telah menunjukkan sinyal yang kuat.
Ketika Albert Pike menuliskan suratnya di akhir abad
19 itu, di dunia terdapat enam ideology
yang saling bertentangan dan tengah memperebutkan Libensraum masing-masing,yang
berujung pecahnya PD II pada pertengahan
abad 20, yaitu :
1. Ideologi para bankir Yahudi dalam organisasi rahasia
“Illuminati-Freemasonry”, yang terdiri para penguasa keuangan dunia, yang
bermaksud menguasai jaringan keuangan dunia.
2. Ideologi “Pan-Slavik” Rusia dari William yang Agung
yang menuntut dihapuskannya Austria dan Jerman, penaklukan Persia dan India,
yang melahirkan perang besar antara Inggris dengan Rusia dalam “the Great Game”
pada th. 1848.
3. Ideologi “Asia Timur Raya” yang digagas Kaisar Jepang
Hirohito, yang menyerukan diadakannya konfederasi bangsa-bangsa Asia Timur (Dai
Toa no Senso) yang dipimpin Jepang sebagai “Saudara Tua Asia”,
4. Ideologi “Pan Jermania” yang mencita-citakan Jerman
menguasai benua Eropa, bebas dari supremasi Inggris di lautan, dan menerapkan
kebijakan pasar bebas bagi seluruh dunia.
5. Ideologi “Pan Amerika”, atau Amerika untuk
bangsa-bangsa Amerika, yang menyerukan perdagangan dan persahabatan dengan
semua tanpa persekutuan..
6. Ideologi “Pan-Islamisme”, yang bertujuan menghimpun
negara-negara Islam di dunia, yang digemakan oleh Syaikh Jamaluddin al Afghani.
Akhir Khilafat Jerusalem.
Setelah mendeportasi Raja Yoyakhim, dan 10.000 orang
dari lapisan bangsawan, aristocrat dan militer ke Babilonia setelah kejatuhan
Jerusalem 597 SM, Kaisar Nabukadnezar menampatkan Zedekia, putra Yosia
yang lain dan pamanda Yoyakhim di singgasana Jerusalem. Setelah 8 tahun
memerintah Zedekia kembali melakukan kesalahan yang sama, Jerusalem memberontak
terhadap Babilonia. Kali ini tanpa ampun, tentara
Babilonia mengepung Jerusalem selama 18 bulan.
Pada Agustus 586 SM Jerusalem dijatuhkan sekali lagi
oleh Babilonia. Raja Zedekia dan tentara pengawalnya berusaha melarikan diri,
tetapi tertangkap dan harus menyaksikan putra-putranya dieksekusi, sebelum ia
dibutakan dan dirantai ke Babilonia. Setelah itu Jerusalem benar-benar dihancurkan
oleh para komandan Babilonia. Haekal Sulaiman, istana raja dan gedung-gedung
serta rumah-rumah di bakar. Semua perkakas berharga Haekal di bawa ke
Babilonia. Tetapi anehnya tidak ditemukan Tabut Perjanjian yang lenyap
selamanya. Inilah kehancuran negara Yehuda, lenyapnya khilafat agama samawi di
Jerusalem. Yahweh telah dikalahkan Marduk tuhan Babilonia. 823 orang lapis
elite terakhir termasuk raja dan jajarannya dideportasi ke Babilonia, sehingga
yang tertinggal di Jerusalem hanya para buruh kasar, orang desa dan pembajak
sawah.
Setelah itu tidak ada lagi orang yang merindukan
Tabut, hari-harinya telah berakhir. Panghancuran Haekal Sulaiman berarti
berakhirnya Yahweh. Dia telah gagal melindungi kotanya, dan Dia ternyata bukan
benteng yang aman bagi Zion. Jerusalem telah terpuruk menjadi padang pasir.
Kekuatan chaos (kekacauan) telah menang dan janji tentang pemujaan atas Zion
yang kekal hanyalah ilusi. Pada periode ini Jerusalem telah berakhir. Namun
dalam keruntuhannya Jerusalem tetap merupakan symbol religius yang dapat
membangkitkan harapan masa depan. Sekian.
Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.
Jakarta, 20 Januari 2006
Pengasuh,
HAJI AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar