11.7.17

Pengajian Ketujuhpuluh Lima (75).

Pengajian Ketujuhpuluh Lima (75).

Oleh : KH. Agus Miftach

Assalamu’alaikum War. Wab.
Bismillahirrahmanirrahiem,

“Dan  (ingatlah) ketika Kami belah lautan untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Fir’aun) dan para pengikutnya, sedang kamu sendiri menyaksikan” ; (Al-Baqoroh : 50).

Eklektik pembahasan akan meliputi aspek-aspek historiografi, antropologi, teologi dan psikologi dsb dalam rangka bahasan yang komprehensif dan holistis untuk menggali hikmah yang setinggi-tingginya dari ayat tersebut.

Pokok Bahasan.

Ayat ini merupakan kesatuan rangkaian dengan ayat sebelumnya (QS 2 : 49) yang berkaitan dengan riwayat Bani Israil di Mesir. Setelah Allah SWT mengangkat Musa a.s menjadi Rasul-Nya, diperintahkan menyeru Fir’aun dan kaumnya agar beriman kepada Allah seraya menghentikan kekejaman-kekejaman, perbudakan dan membebaskan Bani Israil. Fir’aun menjawab dengan memperhebat tindakan represif terhadap Bani Israil dengan berbagai kekejaman dan pembunuhan-pembunuhan yang bertujuan pemusnahan ras. Dizaman ini kita belum lama menyaksikan kejahatan pemusnahan ras yang dilakukan milisi Kristen Serbia terhadap Muslim Bosnia yang memalukan peradaban modern Kristen Eropa.

Untuk melindungi Bani Israil, Allah menurunkan sejumlah mukjizat kepada Musa a.s, a.l. tongkat Musa yang menurut hikayat kitabiyah dapat berubah menjadi ular dan menelan ular-ular ahli sihir Fir’aun. Ini bahkan menyebabkan berimannya para ahli sihir Fir’aun kepada Musa a.s yang membuat mereka diburu dan ditangkap serta disalib hingga mati oleh Fir’aun. Seperti telah diterangkan dalam Pengajian ke-74 bahwa Fir’aun yang bersekongkol dengan Bani Israil menjajah Mesir dari Dinasti Amalik atau kaum Hyksos telah ditumbangkan oleh Dinasti Pribumi Ahmes dan diusir dari bumi Mesir.

Antropolog Ahmad Shalaby menerangkan, Ahmes merupakan Dinasti Fir’aun Mesir (pribumi) Kedelapanbelas yang berhasil membangun kerajaan nasional yang teguh.  Sudah barangtentu kehancuran Dinasti Amalik itu berakibat merosotnya kedudukan sosial Bani Israil di Mesir. Karen Armstrong menyebutkan kedudukan mereka begitu cepat merosot dan jatuh sebagai ras budak di Mesir. Fir’aun Ahmes kemudian digantikan oleh Rayan yang bergelar Ramses I kemudian digantikan lagi oleh putranya Menephtah yang bergelar Ramses II yang merupakan datuk Dinasti Kesembilanbelas.

Perlu diketahui bahwa Fir’aun-fir’aun Mesir  selalu berada di tahta dalam usia yang muda. Ramses II memiliki kecurigaan yang tinggi terhadap Bani Israil yang pernah bersekongkol dengan Dinasti Amalik menentang nasionalisme Mesir, disamping masalah-masalah konflik ekonomi antara Bani Israil dalam posisi superior dengan pribumi Mesir dalam posisi inferior  yang akhirnya memicu konflik rasial. Sebenarnya Ramses II belum akan bertindak jauh, kalau tidak terjadi upaya-upaya pemberontakan yang dilakukan Bani Israil yang merasa hak-hak istimewanya terutama dibidang ekonomi semasa kekuasaan kaum Hyksos dilucuti oleh Ramses II.

Klimaks dari konflik ini sebagaimana telah diuraikan dalam Pengajian ke-74 dan Buku ke-2 adalah serangan pemusnahan rasial yang dilancarkan Ramses II yang memaksa eksodus Bani Israil dibawah pimpinan Musa a.s dan saudaranya Harun a.s meninggalkan Mesir ke Kana’an di Palestina yang diperkirakan terjadi pada abad ke-15 SM. Fir’aun Ramses II segera memimpin bala tentara untuk mengejar rombongan besar Bani Israil yang meninggalkan Mesir di kala malam buta itu dengan tujuan memusnahkan mereka.

Ketika gelombang eksodus Bani Israil itu tiba di pantai Qulzum, Laut Merah yang membelah Mesir dengan Simenanjung Sinai, sementara dibelakang mereka bala tentara Ramses II, Bani Israil dilanda putus asa. Tafsir Jalalain menuturkan, pada saat itulah Allah memerintahkan kepada Musa a.s supaya memukulkan tongkatnya ke laut, maka terbelahlah air laut dan terbentanglah dua belas jalur jalan raya (sesuai jumlah suku Bani Israil) melintasi dasar Laut Merah yang menjadi jalan penyelamatan bagi Musa dan Bani Israil hingga ke seberang.

Fir’aun yang takjub, tetapi  lebih didera hawa nafsunya untuk membinasakan Bani Israil, tanpa berpikir menerjang masuk ke lintasan mukjizat. Pada saat itulah air menutup dan tenggelamlah Fir’aun Ramses II dan balatentaranya didasar Laut Merah. Tafsir Ibnu Katsir menerangkan bahwa pada saat itu Fir’aun menyatakan  mempercayai Tuhan Bani Israil. Tetapi sudah terlambat. Prinsip keimanan bersifat transenden, yakni beriman kepada yang gaib. Jika keimanan dinyatakan pada kondisi factual menjelang masuk alam baka seperti yang dilakukan Fir’aun atau pada alam sesudah kematian seperti penyesalan orang-orang fasik, menurut Tafsir Ibnu Katsir hal itu tidak diakui.

Maka pernyataan Fir’aun tidak diakui Allah SWT sebagai bentuk keimanan yang dikehendakiNya. Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan bahwa peristiwa tenggelamnya Fir’aun ini terjadi pada tgl. 10 Muharam. Nabi Musa a.s dan kaum Yahudi memperingatinya dengan puasa Asyura. Rasulullah SAW bersabda : “Saya lebih berhak kepada Musa daripada kalian”, maka Rasulullah-pun mempuasainya. Hadist ini diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah dengan berbagai jalan dari Ayub as-Sukhtiyani.

Sementara itu para antropolog Barat skeptis terhadap narasi Bibel tentang eksodus dengan segala mukjizatnya itu. Mereka menganggap eksodus itu haya mitos saja. Yang sesungguhnya tidak terjadi, atau seandainya terjadi terlalu dilebih-lebihkan karena fanatisme Yahudi belaka, seperti yang mereka lakukan terhadap hikayat kerajaan Daud dan Sulaiman yang lebih banyak mitos daripada kenyataan. Menurut para ahli, bukti-bukti tentang eksodus terlalu minim, sehingga diduga itu adalah peristiwa pelarian biasa saja, sebagaimana disebut Karen Armstrong. Terlepas dari pertentangan antara para etnograf dengan penulis Bibel itu, kita Kaum Muslimin tetap menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber pertama

Ordo Illuminati


Ini adalah pembahasan kelima tentang Ordo Illuminati. Dalam suratnya kepada Guiseppe Mazzini, ttgl. 15 Agustus 1871 tokoh puncak Illuminati-Freemasonry Amerika Serikat Albert Pike sang perancang Perang Duna I, II dan III ini mengemukakan akan mendorong kaum nihilis dan atheis untuk memprovokasi suatu pergolakan sosial yang dahsyat, buas dan berdarah diberbagai kawasan di dunia. Dimana-mana rakyat akan berhadapan dengan kelompok yang ingin menghancurkan peradaban. Mereka akan dipaksa oleh suatu keadaan untuk menghadapi kelompok-kelompok minoritas revolusioner.

Dipihak lain teologi agama Kristen akan  diserang, sehingga akan banyak orang merasa ini agama palsu dan tertipu. Tujuan dari revolusi dan konflik peradaban ini adalah agar umat manusia kehilangan arah dan kehilangan semangat religius. Pada saat itu manusia merindukan sebuah idealisme tetapi tidak menemukan arah kepasrahan. Pada saat itulah Illuminati-Freemasonry (neo-Zionis) akan tampil dengan apa yang disebutnya sebagai “cahaya sejati” melalui manifestasi universal  doktrin Lucifer yang hakiki, yang akan menghasilkan gerakan reaksioner yang akan menghancurkan agama Kristen dan atheisme sekaligus.

Seakan menggarisbawahi rencana mengerikan Albert Pike itu, sosiolog Amerika Serikat Samuel P. Huntington menyatakan, sebuah kesepakatan ideologis berkenaan dengan agama Kristen telah hadir di Eropa pada th. 1500, namun kenyataannya hal itu tidak mencegah umat Protestan dan Katolik saling bunuh (hingga saat ini). Demikian pula kaum sosialis dan komunis (atheis), kaum Trotsky dan Leninis dlm berbagai bentuk, kaum Shi’ah dan Sunni terus saling membunuh. Artinya PD III yang direncanakan Albert Pike terjadi pada awal abad 21 itu (vide, Pengajian ke 74) telah menunjukkan sinyal yang kuat.

Ketika Albert Pike menuliskan suratnya di akhir abad 19 itu, di dunia terdapat  enam ideology yang saling bertentangan dan tengah memperebutkan Libensraum masing-masing,yang berujung pecahnya  PD II pada pertengahan abad 20, yaitu :
1.     Ideologi para bankir Yahudi dalam organisasi rahasia “Illuminati-Freemasonry”, yang terdiri para penguasa keuangan dunia, yang bermaksud menguasai jaringan keuangan dunia.
2.     Ideologi “Pan-Slavik” Rusia dari William yang Agung yang menuntut dihapuskannya Austria dan Jerman, penaklukan Persia dan India, yang melahirkan perang besar antara Inggris dengan Rusia dalam “the Great Game” pada th. 1848.
3.     Ideologi “Asia Timur Raya” yang digagas Kaisar Jepang Hirohito, yang menyerukan diadakannya konfederasi bangsa-bangsa Asia Timur (Dai Toa no Senso) yang dipimpin Jepang sebagai “Saudara Tua Asia”,
4.     Ideologi “Pan Jermania” yang mencita-citakan Jerman menguasai benua Eropa, bebas dari supremasi Inggris di lautan, dan menerapkan kebijakan pasar bebas bagi seluruh dunia.
5.     Ideologi “Pan Amerika”, atau Amerika untuk bangsa-bangsa Amerika, yang menyerukan perdagangan dan persahabatan dengan semua tanpa persekutuan..
6.     Ideologi “Pan-Islamisme”, yang bertujuan menghimpun negara-negara Islam di dunia, yang digemakan oleh Syaikh Jamaluddin al Afghani.

Akhir Khilafat Jerusalem.

Setelah mendeportasi Raja Yoyakhim, dan 10.000 orang dari lapisan bangsawan, aristocrat dan militer ke Babilonia setelah kejatuhan Jerusalem 597 SM, Kaisar Nabukadnezar menampatkan Zedekia, putra Yosia yang lain dan pamanda Yoyakhim di singgasana Jerusalem. Setelah 8 tahun memerintah Zedekia kembali melakukan kesalahan yang sama, Jerusalem memberontak terhadap Babilonia. Kali ini tanpa ampun, tentara
Babilonia mengepung Jerusalem selama 18 bulan.

Pada Agustus 586 SM Jerusalem dijatuhkan sekali lagi oleh Babilonia. Raja Zedekia dan tentara pengawalnya berusaha melarikan diri, tetapi tertangkap dan harus menyaksikan putra-putranya dieksekusi, sebelum ia dibutakan dan dirantai ke Babilonia. Setelah itu Jerusalem benar-benar dihancurkan oleh para komandan Babilonia. Haekal Sulaiman, istana raja dan gedung-gedung serta rumah-rumah di bakar. Semua perkakas berharga Haekal di bawa ke Babilonia. Tetapi anehnya tidak ditemukan Tabut Perjanjian yang lenyap selamanya. Inilah kehancuran negara Yehuda, lenyapnya khilafat agama samawi di Jerusalem. Yahweh telah dikalahkan Marduk tuhan Babilonia. 823 orang lapis elite terakhir termasuk raja dan jajarannya dideportasi ke Babilonia, sehingga yang tertinggal di Jerusalem hanya para buruh kasar, orang desa dan pembajak sawah.

Setelah itu tidak ada lagi orang yang merindukan Tabut, hari-harinya telah berakhir. Panghancuran Haekal Sulaiman berarti berakhirnya Yahweh. Dia telah gagal melindungi kotanya, dan Dia ternyata bukan benteng yang aman bagi Zion. Jerusalem telah terpuruk menjadi padang pasir. Kekuatan chaos (kekacauan) telah menang dan janji tentang pemujaan atas Zion yang kekal hanyalah ilusi. Pada periode ini Jerusalem telah berakhir. Namun dalam keruntuhannya Jerusalem tetap merupakan symbol religius yang dapat membangkitkan harapan masa depan. Sekian.

Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.

Jakarta, 20 Januari 2006
Pengasuh,

 

HAJI AGUS MIFTACH


Ketua Umum Front Persatuan Nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar