Pengajian Keseratus Sebelas (111).
Assalamu’alaikum War. Wab.
Bismillahirrahmanirrahiem,
“Apakah kamu hendak menanyai Rasulmu
sebagaimana dahulu Musa ditanyai ? Dan barangsiapa yang menukar keimanan dengan
kekafiran, maka dia benar-benar tersesat dari jalan lurus. (108).
Seperti tradisi pengajian ini, kita akan
membahas ayat ini dengan pendekatan eklektik multiperspektif, baik dari
perspektif teologi, antropologi, historiografi maupun psikologi secara
holisitis, untuk mendapatkan hikmah yang setinggi-tingginya dari kandungan ayat
ini.
Pokok Bahasan.
Diketengahkan oleh Ibnu Jarir dari Mujahid r.a.,”Orang-orang
Quraisy Mekah meminta kepada Rasulullah saw untuk memperluas kota Mekah dan
mengubah bukit Shafa menjadi bukit emas”. Bahkan dari sumber Saidy
dikemukakan,”Orang-orang Arab meminta
kepada Muhammad saw, untuk mendatangkan Allah hingga mereka dapat melihatnya
secara nyata”; maka turunlah ayat ini, yang secara subtantif membandingkan
sikap Quraisy Mekah itu dengan sikap Bani Israil dizaman Musa a.s. yakni ketika
mereka menyatakan tidak akan beriman hingga Musa dapat memperlihatkan Allah secara
nyata kepada mereka. Akibatnya mereka disambar petir karena kedzaliman itu (an-Nisa : 153).
Pada dasarnya permintaan-permintaan semacam
itu hanya bertujuan mempersulit dan menjatuhkan wibawa Rasulullah saw belaka,
sebagaimana Bani Israil melakukannya terhadap Musa a.s.dahulu. Bahkan terhadap
mukjizat-mukjizat yang telah ditunjukkan secara kasat mata,Bani Israil di zaman
Musa a.s. tidak mau beriman, maka permintaan kaum Quraisy Mekah itu tidak perlu
dilayani, karena keimanan itu tumbuh dari kejujuran hati nurani; maka turunlah
ayat ini.
Ayat ini ditutup dengan kalimat “faqod
dholla sawaa’assabiel(i)”:”maka dia benar-benar tersesat dari jalan yang
lurus”. ‘Sawa’ asal katanya ‘wasat’ artinya pertengahan. Jadi makna
harfiahnya jalan tengah, yang oleh Ibnu Katsir dan Jalalain ditafsirkan sebagai
“jalan lurus” atau “jalan yang benar”.
Budaya materialism
Tuntutan agar para rasul membuktikan
keberadaan Allah secara fisik, mencerminkan sikap budaya materialism yang
konsisten di semua bentuk peradaban paganisme. Peristiwa Bani Israil di era
Musa dan Quraisy Mekah di era Muhammad terpisah 21 abad, tetapi substansi
kejiwaan mereka tetap sama. Konstitusi jiwa mereka berisi struktur nilai
materialism. Mereka tidak mempercayai semua yang Ghoib, seperti Allah, Alam Akhirat,
Surga dan Neraka; bahkan Hari Kiamat mereka juga tidak percaya.
Para pemikir materialism di abad modern ini
menganggap semua itu sebagai non-realas dan merupakan idealisme spekulatif yang
bersifat menghambat (vide, Buku Ke-4). Dalam Manifesto Humanis 1933,
dikemukakan bahwa alam semesta tidak diciptakan (tuhan), melainkan ‘self
existing’ atau terjadi dengan sendirinya. Demikian pula manusia yang
merupakan bagian dari alam, merupakan hasil suatu proses evolusi. Keberadaan
alam semesta yang benar adalah sebagaimana dilukiskan ilmu pengetahuan modern,
bukan seperti nilai-nilai yang disampaikan manusia kosmis (para rasul) atau
hal-hal gaib (ilmu agama) yang tidak dapat diterima akal (vide, Pengajian ke-52, Buku ke-4).
Rumusan yang kuat itu terakhir merupakan
hasil dari pergulatan pemikiran dari resistensi terhadap Inkuisi Spanyol yang
kejam dan brutal abad ke 15-16, terutama terhadap kaum Yahudi, yang justru
menghasilkan sekulerisme dan ateisme dikalangan Yahudi yang kemudian meluas keseluruh Eropa dan
menjadi dasar peradaban materialisme Barat modern (vide, Pengajian Ke-110).
Menurut para cendekiawan materialis,
kehidupan akhirat tidak ada, itu hanya dogma yang menjadi candu bagi manusia.
Kehidupan seluruhnya adalah sebagaimana kenyataan yang dialami manusia di dunia
ini. Mereka menolak total harapan masa depan transcendental di sorga atau
institusi religius dari kuasa-kuasa gaib yang tidak dikenal. Bagi mereka dunia
(alam semesta) bersifat abadi. Sorga dan neraka ada di dunia ini dan manusia
dapat mencapainya tanpa perlu agama, melainkan melalui prinsip-prinsip
kebebasan, persamaan dan persaudaraan (liberte, egalite dan fraternite),
demokrasi dan sekulerism yang hakekatnya melepaskan manusia secara total dari
religiusitas.
Ernest Renan mengatakan,”Jika
manusia dididik dan diterangi dengan ilmu pengetahuan positif, akan memberikan
pengertian bahwa kepercayaan kepada agama adalah hal yang sia-sia, dan dogma
iman akan roboh dengan sendirinya.” Pernyataan Renan ini diperkuat oleh
pernyataan Lessing’s,”Jika manusia dididik dan diterangi dengan ilmu
pengetahuan positif, akan dapat dicapai suatu kondisi yang tidak lagi
membutuhkan agama.”
Para cendekiawan materialis yang tergabung
dalam Freemasonry mengatakan, bahwa manusia sebagai ‘the supreme
species’ hanya bertanggungjawab pada dirinya sendiri (tidak
bertanggungjawab kepada Tuhan). Mereka berpendapat, ketika mati, materi manusia
terurai kembali ke dalam atom dan energinya kembali kepada alam
(vide,.Pengajian ke-56, Buku ke-4).
Para pemikir terkemuka freemasonry seperti
Marx, Engels, Lenin, Politzer, Sagan dan Monod bersikukuh, tidak ada roh yang
terlepas dari badan. Mereka mendalilkan semesta alam merupakan kesatuan
absolute yang kekal abadi. Manusia terjadi dengan sendirinya dari seleksi alam.
Tidak diciptakan oleh tuhan yang tidak terlihat dan tidak dikenal. Setelah
berselang 35 abad dari zaman Musa, ternyata konstitusi jiwa kaum
materialis-paganis tetap sama, yaitu mereka memilih menuhankan materi dan
menolak Tuhan Yang Ghoib.
Materialisme yang rapuh.
Tetapi pandangan yang demikian tegar dari
para cendekiawan materialis-masonic abad 18/19 itu ternyata terbantah oleh
fakta yang dikemukakan para cendekiawan materialis-liberalis abd 20/21. Francis
Fukuyama, professor pada Universitas John Hopkin AS mengatakan (1989),
kebangkitan fundamentalisme agama Yahudi, Kristen dan Islam pada tahun-tahun
terakhir, dalam beberapa hal membuktikan adanya ketidakbahagiaan yang luas dari
impersonalitas dan kekosongan spiritual masyarakat konsumeris-liberal. Dan ini jelas
merupakan kekurangan dari ideology materialisme yang mutakhir ini. Fakta ini
sejalan dengan penelitian yang membuktikan bahwa manusia tidak hanya
terdiri dari susunan materi, tetapi terdapat unsur non-materi, yaitu “emotion-mind-will”
(perasaan, kesadaran dan harapan) yang membuktikan adanya roh.
Sementara antropolog yang masyhur saat ini
Karen Armstrong (1997) mengatakan, bahwa prestasi peradaban (materiil) terbukti
rapuh dan memiliki kelemahan-kelemahan. Sebuah negeri bisa hancur dan lenyap
begitu saja oleh wabah, bencana alam dan perang. Sebuah prestasi bisa lenyap
begitu saja oleh usia tua, kesakitan, kecelakaan dan kematian. Tanpa sandaran
transcendental manusia tidak akan mampu melanjutkan apalagi membangun
peradaban. Maka sejak awal sejarah, manusia mencari kekuatan-kekuatan
transendensi dari alam ideanya yang menjadi dasar agama-agama purba termasuk
agama Israel agar dapat survive. Namun demikian menurut Armstrong pemikiran
agama yang paling modern adalah pencarian keadilan sosial, bukan sekedar
fantasi religius.
Meskipun tidak sama dengan konsep agama
tradisional yang dogmatis, tetapi Francis Fukuyama dan Karen Armstrong yang
juga dari rumpun materialism telah menyajikan fakta yang berbeda dari para
penganut paganis-materialist yang bahkan terkadang bersifat ekstra scientific
alias dongeng materialis. Menurut Fukuyama dan Armstrong, manusia tidak cukup
terpenuhi dengan sejumlah dalil dan prestasi di bidang materi.
Ternyata manusia yang juga terdiri
emotion-mind-will membutuhkan kebahagiaan transcendental yang non-materi.
Manusia yang pada dasarnya menginginkan keabadian tidak puas dengan kehidupan
sebatas kematian di dunia materi ini saja. Ketidaksadaran kolektif manusia
menginginkan kehidupan abadi sesudah kematian. Inilah yang menjadikan materialisme
menemui jalan buntu pada akhirnya. Jawabannya ada di jalur iman tauhid dimana
equilibrium materi-non materi, dunia-akhirat menjadi capaian tertinggi di dunia
agnostic dan di akhirat yang transcendent.
Sekian, selamat memasuki sepuluh hari pertama
di bulan suci Ramadhan yang bermakna Rahmat.
Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.
Jakarta,
29 September 2006,
Pengasuh,
K.H. AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar