Pengajian
Keseratus Duapuluh Satu (121),
Assalamu’alaikum War. Wab.
Bismillahirrahmanirrahiem,
“Dan
ingatlah ketika Ibrahiem diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat lalu
menyempurkannya, Allah berfirman,”Sesungguhnya aku akan menjadikanmu sebagai
pemimpin manusia.” Ibrahim berkata,” Dan dari keturunanku.” Allah
berfirman,”Janji-Ku tidak akan menjangkau orang yang dzalim.” ; Al-Baqoroh :
124.
Kita akan membahas ayat ini dengan
pendekatan eklektik multiperspektif, baik dari perspektif teologi, antropologi,
historiografi maupun psikologi dll secara holistis, untuk memperoleh pemahaman
yang komprehensif dan hikmah yang setinggi-tingginya dari kandungan ayat ini.
Pokok Bahasan
Mahmud Zahram dan Ibnu Katsir mengemukakan
: Ibrahim a.s. telah diberi bermacam-macam pengalaman, cobaan dan ujian dari
Allah a.l. diperintahkan mendebat Raja Namrud yang menyembah berhala, bersabar
ketika dilemparkan kedalam api oleh Namrud, hijrah meninggalkan negerinya,
menyembelih anak laki-lakinya dll. Tetapi Jalalain mempunyai pendapat yang
lebih sederhana, bahwa itu berkaitan dengan perintah manasik hajji, lalu
perintah bersuci seperti berkumur-kumur, menghirup air ke hidung, menggosok
gigi, memotong kumis, membelah rambut, memotong kuku, mencabut bulu ketiak,
mencukur bulu kemaluan, berkhitan dan istinjak yang semuanya dilaksanakan
Ibrahim dengan sempurna.
Faktanya redaksi ayat diatas, tidak
menerangkan secara rinci berbagai macam kalimat yang ditugaskan kepada Ibrahim,
menurut Mahmud Zahram merupakan indikator bahwa beban itu besar, banyak dan
berat, yang dalam hal ini telah berhasil dilaksanakan Ibrahim dengan
sebaik-baiknya sehingga membawanya ke kedudukan yang sempurna. Ini dikaitkan
dengan kalimat,”Innii jaa’iluka linnaasi
imaama(n)…” :”Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu pemimpin manusia.”
Tapi Muhammad Abduh berpendapat bahwa
kalimat ini berdiri sendiri, tidak ada hubungannya dengan kalimat sebelumnya,
karena tidak terdapat athaf (kata penghubung). Dengan demikian maka pangkat
imam (nabi dan rasul) pada Ibrahim tidak ada sangkut pautnya dengan segala
perintah Allah yang telah dilaksanakan Ibrahim, melainkan semata-mata karena
kehendak Allah. Sebenarnya perdebatan teologis dikalangan mufassirin ini tidak
ada artinya, karena tidak mengubah hakekat Ibrahim sebagai pendiri peradaban
Semit.
Doa Ibrahiem agar pangkat imam (nabi dan
rasul) itu dianugerahkan pula kepada keturunannya, terbukti dengan semua nabi
dan rasul Yahweh (Allah) berasal dari keturunan Ibrahim. Sementara itu adanya
kalimat,”..laa yanaalu ‘ahdidhdhoolimien(a)”
;”Janji-Ku tidak akan menjangkau orang-orang yang dzalim.” Mengindikasikan diantara keturunan Ibrahim
terdapat pula kaum yang dzalim (sesat).
Menelusuri sejarah Ibrahim
Ibrahim atau Abraham adalah putra Tarih
atau Terah, putra Sem, putra Nuh, putra Adam, putra Allah. Tentang silsilah ini
para arkeolog dan antropolog berpendapat masih harus diuji secara empirik. Apalagi
tentang eksistensi Adam itu sendiri masih menjadi perdebatan. Apakah ia
benar-benar ada sebagai asal-usul ras manusia (homo-sapiens) atau sebenarnya ia
hanya symbol asal-usul budaya manusia atau lebih sempit lagi budaya Semit. Tetapi
Yahudi dan Muslim cenderung mempercayai silsilah suci tsb secara dogmatis. Terah
atau Tarih yang berprofesi sebagai seniman pembuat patung (azar) yang ternama
di Aur Khaldan atau Ur Khasdim (Bibel) atau Tanah Khaldea itu memiliki tiga
anak, yaitu Abraham (Ibrahim), Nahor dan Haran. Haran meninggal di Aur Khaldan sebelum
migrasi. Anaknya yang bernama Milka dinikahi Nahor pamannya. Hukum waktu itu
mengijinkan. Sedangkan istri Ibrahim (Abraham) adalah Siti Sarah. Sumber Bibel (Kejadian 11:31) mengungkapkan
bahwa pertama kali Terah membawa keluarganya yang terdiri Abraham, Sarai (Siti
Sarah), dan Lot (Lut) ke negeri Haran
sebelum ke Kana’an. Untuk beberapa lama mereka menetap di Haran hingga Terah (Tarih) wafat dalam usia
145 tahuh. Setelah itu barulah dimulai perjalanan panjang Ibrahim ke Kana’an.
Terlepas dari perbedaan detail migrasi, Sejarah
Ibrahim dimulai pada sekitar abad ke 20 SM atau lebih tua (abad 25 SM), yaitu
pada saat Ibrahim memimpin keluarganya hijrah dari negeri leluhurnya Aur
Khaldan atau Ur Khasdim ke Kana’an. Dalam hal ini narasi mufassirin kurang
memberikan rincian. Maka sumber-sumber antropolog dan arkeolog menjadi penting
disamping sumber-sumber Bibel. Teolog Berthold A Pariera (2004) berpendapat
bahwa migrasi Ibrahim tsb bukan karena perintah Allah namun karena keputusannya
sendiri. Pada waktu itu tengah terjadi migrasi besar-besaran bangsa-bangsa dari
wilayah gurun yang tandus ke belahan bulan sabit yang subur. Ini diperkirakan
terjadi pada abad 20 SM. Dengan demikian ada kemungkinan migrasi Ibrahim ini
berlatarbelakang ekonomi.
Ini berbeda dengan antropolog Ahmad Shalaby
yang mengaitkan migrasi itu dengan persoalan teologis, yaitu pertentangan
Ibrahim dengan kaum paganis di Aur Khaldan dengan Raja Namrud-nya. Pandangan
Shalaby sejalan dengan pandangan jumhur mufassirin yang sama persis dengan
pandangan Yahwist yang membakukan pendapat bahwa migrasi Ibrahim adalah atas
petunjuk Tuhan seperti tercermin dalam narasi para mufassir diatas.
Berbeda dengan sumber Bibel, jumhur
mufassirin dan Ahmad Shalaby tidak menyebut-nyebut kota
Haran sebagai
persinggahan migrasi, Ibrahim dan keluarganya langsung bermigrasi dari Aur
Khaldan ke Kana’an. Shalaby menyebutkan rombongan
migrasi itu terdiri Ibrahim, istrinya Siti Sarah dan anak saudaranya Lut (putra
Haran ),
sebagian dari keluarganya yang lain dan khadamnya. Tentang Nabi Ibrahim
sebenarnya sudah banyak kita bahas pada pengajian-pengajian terdahulu. Kita
dalami lagi sekarang ini berkaitan dengan topik bahasan ayat didepan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bangsa Israel
dan bangsa Ismail berasal dari Mesopotamia Selatan (letak Aur Khaldan). Mereka
bermigrasi dan kemudian diijinkan oleh Raja Yebus Melkisidek yang berkuasa di Jerusalem untuk menempati
suatu areal tanah yang dibeli Ibrahim di Kana’an sebagai situs tempat tinggal
keluarga besar mereka. Mereka tinggal disana sejak th. 2000 SM hingga th. 1750
SM. Di musim paceklik 12 suku Israel
keturunan Ibrahim bermigrasi ke Mesir. 12 suku Israel
berasal dari putra Ya’qub yang bergelar Israel , putra Ishak, putra kedua
Ibrahim.
Putra pertama Ibrahim adalah Ismail yang
menikah dengan putri penguasa Hejaz Jurhum dan menurunkan ras Arab Musta’ribah,
menurunkan suku Quraisy yang didalamnya lahir Nabi Muhammad saw. Berbagai
tulisan tentang silsilah Nabi Muhammad secara lengkap menariknya ke garis
keturunan langsung Nabi Ibrahim. Tentu segala silsilah itu harus dibuktikan
kebenarannya secara empirik, bukan sekedar asumsi dogmatis yang harus
dipercaya.
Peradaban Semit
Jika sejarah Ibrahim dimulai ketika migrasi
dari Aur Khaldan ke Kana’an, maka sejarah peradaban Semit mulai dari migrasi
duabelas suku Israel ke Mesir pada sekitar abad 18 atau 19 SM, ketika paceklik
melanda Kana’an.
Sekitar th. 1750 SM keduabelas suku Bani
Israel bergabung dalam kekuasaan Dinasti Amalik (kaum Hyksos) yang menjajah
Mesir dibawah Fir’aun Futi Faragh atau Futifar, yang merupakan dinasti
kekuasaan Mesir yang ke-16. Adalah Yusuf a.s. pemuka Bani Israil yang kemudian
menduduki jabatan sebagai Raja Muda Mesir. Ini memberikan kesempatan Bani
Israil tumbuh dan berkembang sebagai ras yang strategis di Mesir dengan
berbagai priveles. Selama hampir 4 abad populasi Bani Israil di Mesir mencapai
satu juta lebih. Keadaan berubah ketika gerakan nasionalis Mesir dibawah
pimpinan Ahmez berhasil menumbangkan Dinasti Amalik. Ahmez kemudian mendirikan
kembali kerajaan nasional yang kuat dan mendirikan Dinasti ke-18 dan bergelar
Fir’an Ramses I. Ini terjadi pada lintasan abad 15-14 SM. Ramses I digantikan
Ramses II (Meneptah) dan posisi Bani Israil mulai berubah drastic. Upaya
pemberontakan Bani Israil ditumpas dengan tegas oleh Ramses II. Pada th. 1250
Bani Israil melarikan diri dari Mesir dibawah pimpinan Musa dan hidup sebagai
nomaden di Simenanjung Sinai. Secara berangsur-angsur mereka memasuki wilayah
pebukitan di Utara yang kemudian memunculkan kerajaan Israel pertama di Gibeon
pada abad ke 11 di bawah Raja Saul. Inilah kerajaan Semit yang pertama. Sebuah
kerajaan kecil yang terhimpit berbagai bangsa yang telah tumbuh jauh
sebelumnya, seperti bangsa Mesir, Babilon, Asyur, Fillestea, Tyrus (Phoenic)
dsb.
Pada abad pertama Masehi muncul Nabi Isa
a.s. di Nazareth, Betlehem yang menjadi cikal bakal agama Kristen yang kemudian
memberikan dasar bagi perluasan peradaban Semit di seluruh Eropa. Pada abad ke
7 muncul Nabi Muhammad saw dari keturunan Ismail yang berhasil memimpin
revolusi peradaban monoteis terbesar dan mengantar dunia kepada zaman
pra-modernis yang menjadi tangga pencapaian zaman modern sekarang ini.
Dewasa ini agama-agama tradisional Semitik,
Yahudi, Kristen dan Islam sudah dianggap ketinggalan zaman dan berada
dibelakang garis peradaban modern. Global-Freemasonry yang membawakan misi
peradaban Semit yang paling mutakhir mencanangkan “Novus Ordo Seclorum” (Tata Dunia Baru) untuk mengubah dunia kearah pasca modernitas
dengan merubah dasar-dasar tradisi spiritual kearah yang dianggap lebih
komplementer dengan tingkat peradaban yang dicapai manusia sekarang ini. Dengan
kata lain Global Freemasonry tengah menyiapkan filosofi baru, agama baru dan
teologi baru untuk membawa manusia ke puncak peradaban.
Puncak peradaban Semit adalah monoteisme.
Puncak manakah yang hendak dicapai Freemasonry yang kini praktis telah
mengendalikan system kekuasaan di dunia ? Mungkin neo-monoteisme ? Sejauh ini kita
masih percaya bahwa dengan berpegang pada Qur’an dan Sunnah serta akal sehat
kita akan sampai pada puncak peradaban manusia.
Sekian, kita lanjutkan pada Dialog
Kebangsaan 2007 pekan depan.
Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab,
Pengasuh,
KH. AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar