11.7.17

Pengajian Keenampuluh Sembilan (69)







Pengajian Keenampuluh Sembilan (69)

Assalamu’alaikum War. Wab.
Bismillahirrahmanirrahiem,







“Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan sedang kamu melupakan diri (kewajibanmu) sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab ? Maka tidakkah kamu berpikir ? “ ; (Al-Baqoroh : 44).

Eklektik pembahasan ayat ini akan kita lakukan secara holistis dari multiperspektif teologis, historiogratif, antropologis dan psikologis, untuk menggali hikmah yang setinggi-tingginya.

Pokok Bahasan

Dikemukakan oleh Wahidi dan Tsa’labi dari jalur Al-Kalby dan Abu Shalih, bahwa asbabun-nuzul ayat tersebut berkaitan dengan orang-orang Yahudi Madinah. Diriwayatkan seorang laki-laki Yahudi berkata kepada saudara serumah dan kaum kerabatnya serta kepada saudara-saudara persusuan mereka yang telah memeluk agama Islam : ‘Tetaplah tinggal dalam agama yang kamu anut, dan ikutilah  apa yang dianjurkan oleh laki-laki ini (Rasulullah), karena kebenaran berada di pihaknya’. Artinya mereka menganjurkan orang untuk beriman kepada Rasulullah SAW, tetapi mereka sendiri tidak melakukannya.
Para pendeta Bani Israil yang bertugas memberikan bimbingan, hanya mau mengungkapkan kebenaran yang ada dalam kitab suci mereka (Taurat) apabila hal itu sesuai dengan dorongan hawa nafsu mereka. Dan sebaliknya mereka tidak mengerjakan hukum-hukum dan apa yang diperintahkan Taurat apabila tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka. Para pendeta Yahudi di kota Madinah itu secara rahasia menasehatkan kepada orang-orang lain agar beriman kepada Rasulullah SAW, sedangkan mereka sendiri tidak beriman. Mereka menyuruh orang lain untuk taat kepada Allah dan melarang maksiat, tetapi mereka sendiri fasik dan berbuat maksiat. Maka sesungguhnya mereka tidak berakal.
Tafsir Jalalain mengemukakan, meskipun ayat ini ditujukan kepada Bani Israil, namun mengandung pelajaran bagi Kaum Musimin dan umat manusia seluruhnya, betapa sifat-sifat Bani Israil itu menimbulkan banyak malapetaka di dunia dan terlebih lagi di akhirat.

Ulasan.

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, tujuan ayat ini bukan hanya mencela Yahudi Madinah yang menyuruh kepada amal ma’ruf sedang mereka sendiri meninggalkannya, namun lebih dari itu mencela mereka karena meninggalkan amal ma’ruf sebagai kewajiban bagi setiap individu yang mengetahuinya. Hal yang utama bagi ulama termasuk para pendeta Yahudi Madinah itu ialah melakukan amal ma’ruf dan menganjurkannya bagi orang lain dan khalayak, serta tidak mengingkari atau mengkhianati mereka.

Rasulullah SAW bersabda :







“Sesungguhnya sekelompok ahli surga melongok  kepada kelompok ahli neraka. Mereka bertanya : ‘Mengapa kalian masuk neraka ? (Padahal) demi Allah, kami tidak masuk surga kecuali karena apa yang telah kami pelajari dari kalian’. ‘Ahli neraka menjawab : ‘Dahulu kami berkata, tapi tidak berbuat’ (Dikutip dari Tafsir Ibnu Katsir).

Intinya ialah, para ‘ulama harus jujur terhadap kebenaran yang mereka ketahui, mengamalkannya dan menyampaikannya kepada khalayak. Dengan demikian ia telah menebarkan kebenaran sesuai dengan amanat Allah dan perintah Rasulullah yang memang menjadi tugas dan kewajiban para ‘ulama’. Dan hendaknya para ‘ulama’ tidak berbuat sebagaimana para pendeta Yahudi Madinah yang sesungguhnya hanya merugikan diri sendiri sebagaimana diungkapkan dalam Hadiest Rasulullah SAW tsb.

Asal-usul Bani Ismail.

Seperti telah diterangkan pada Pengajian ke-68, datuk Bangsa Ibrani, Abraham atau Ibrahim bin Tarih telah diusir dengan damai oleh Fir’aun Amalik dari Mesir;  dan Fir’aun mengembalikan Sarah kepada Ibrahim. Segala hadiah untuk Ibrahim termasuk jariyah  (budak perempuan) dari Fir’aun untuk Sarah bernama Hajar diijinkan dibawa serta.
Antropolog Ahmad Shalaby dalam Muqaranatul Adyan : Al-Yahudiyah menulis : ‘Berdasarkan permintaah dari Siti Sarah sendiri, maka Nabi Ibrahim menikahi Hajar. Dari hasil perkawinan itu lahirlah Ismail yang dibesarkan di kota Mekah. Setelah meningkat remaja Ismail menikah dengan seorang putri bangsawan Mekah dari kabilah Jurhum. Dari keturunan Ismail ini kemudian lahir ras elite Arabia yang disebut  “Arab Musta’ribah”. Nabi Besar Muhammad SAW berasal dari ras ini dan para pemimpin Kaum Muslimin Arab pada umumnya juga berasal dari ras Musta’ribah ini. Inilah inti dari Bani Ismail. Jadi tidak seluruh Arab adalah Bani Ismail, melainkan Arab Musta’ribah saja yang benar-benar origin Bani Ismail.
Berbeda dengan versi Bibel, setelah Ismail berusia 14 th, lahirlah Ishak dari rahim Siti Sarah. Tidak lama kemudian Nabi Ibrahim Al-Khalil a.s. wafat. Puteranya yang pertama Ismail ditempatkan di negeri Hejaz dan puteranya yang kedua Ishak di negeri Kana’an. Dari Ishak lahir dua orang putra, yaitu Isu atau Esau dalam istilah Bibel dan Ya’kub yang dipanggil dengan nama “Israil”. Dari keturunan Israil ini kemudian muncul ras “Bani Israil”. Melihat fakta bahwa Ya’kub-lah yang dijadikan ahli waris Ishak bin Ibrahim, maka Isu atau Esau yang katanya anak yang tertua, tetapi yang misterius dan hilang dari sejarah ini diduga kuat adalah anak Sarah dari Fir’aun yang diperoleh ketika Sarah diambil menjadi selir Fir’aun ketika di Mesir, bukan anak Ishak. Kemungkinan yang sebenarnya Isu atau Esau terlahir lebih dahulu dari Ishak, bukan anak Ishak. Hal seperti ini tidak mengherankan, karena Bani Israil memang suka merubah-rubah isi Al-Kitab termasuk sejarah nenek moyang mereka, apabila hal itu tidak sesuai dengan kepentingan hawa nafsu mereka. Namun suatu kenyataan bahwa Al-Qur’an juga tidak membahas soal Isu atau Esau ini.

Perlu dicatat versi Bibel, Ishak lahir lebih dahulu, dan menjadi “anak yang dikorbankan”. Sedangkan versi Qur’an, Ismail lahir terlebih dahulu dan menjadi “anak yang dikorbankan”. Perbedaan yang bertentangan secara diametral ini menyulut pertentangan ideologis sepanjang masa.

Jerusalem semakin suram.

Pemerintahan raja bayi Yoas yang naik tahta pertengan abad ke 7 SM tidak sempat menikmati masa tenang sedikitpun. Pada tahun itu juga Raja Damaskus menyerang Jerusalem, dan hanya dengan menguras kekayaan Haekal Sulaiman untuk membayar upeti kepada Raja Damaskus itu, Jerusalem berhasil diselamatkan. Kepemimpinan Yoas berlalu tanpa prestasi yang berarti. Ia digantikan oleh Amaziah yang memerintah 796-781 SM. Pada masa kekuasaannya, tentara Israel dari Utara berhasil memasuki kota Jerusalem, menjarah istana raja dan Haekal Sulaiman. Ketika kembali ke Samaria, tentara Israel bahkan menghancurkan tembok-tembok kota Jerusalem. Ini benar-benar merupakan pukulan telak dari kerarajaan saudara mereka. Namun demikian dimasa suram itu hidup keyakinan tauhid akan Yahweh Yang Maha Tunggal, satu-satunya Tuhan Yehuda yang dapat menyelamatkan mereka. Do’a para nabi dan pendeta di Haekal Sulaiman agaknya tidak sia-sia. Pada th. 781 SM Raja Uzziah naik tahta menggantikan Amaziah.  Uzziah memerintah 781-740 SM. Antropolog Karen Armstrong (1997) menulis, meskipun Raja Uzziah berpenyakit lepra, tetapi ia raja yang berprestasi. Dibawah pemerintahannya kota Jerusalem berkembang secara energik. Berbagai kerusakan akibat serangan Israel dimasa Amaziah diperbaiki. Benteng Milo diganti dengan Benteng Ophel yang lebih kokoh dan canggih. Perekonomian dan kemakmuran meningkat, Jerusalem tumbuh menjadi sentra industri dan populasi terus meningkat. Wilayah kota mengalami ekspansi melampaui batas-batas tembok menuju lembah Tyropoeon dan ke Bukit Barat yang berhadapan dengan Gunung Zion. Pada masa ini Asiria sedang dalam posisi lemah. Ini memberi kesempatan Yehuda untuk berkembang, demikian pula kerajaan saudara mereka, Israel yang juga mengalami peningkatan kemakmuran dan kemerdekaan de-facto, diluar kontrol kekuatan Asiria.
Tetapi baik Yehuda maupun Israel sering dilanda kerusuhan akibat ketidakadilan sosial. Terjadi kesenjangan ekonomi yang mencolok diantara elite yang kaya dan mayoritas yang miskin. Para nabi baik di Utara maupun di Selatan mulai berseru lantang menentang ketidakadilan sosial dan penindasan. Seluruh Kana’an dilanda disintegrasi sosial yang sering meletup menjadi kekacauan sosial. Para nabi mencoba memimpin massa untuk menemukan identitas spiritual yang baru yang dapat membangkitkan semangat Yahwis yang dipercaya menjadi kunci kejayaan di masa depan. Mereka tidak lagi terlalu mengikatkan diri dengan Haekal Sulaiman, tetapi lebih menekankan kepada keadilan sosial sebagai perwujudan sakral Yahwisme.  Inilah masa reformasi spiritual Yahwisme yang merupakan periode penting dalam sejarah Bangsa Yahudi, yang terjadi pada masa pemerintahan Raja Uzziah yang berpenyakit lepra itu. Sekian.
Terima Kasih,

Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.

Jakarta, 9 Desember 2005,
Pengasuh,




HAJI AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional




Tidak ada komentar:

Posting Komentar