11.7.17

Pengajian Ketujuhpuluh Tujuh (77),






Pengajian Ketujuhpuluh Tujuh (77),

Assalamu’alaikum War. Wab.
Bismillahirrahmanirrahiem,





“Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu agar kamu bersyukur” ; (Al-Baqoroh : 52)

Pendekatan pembahasan kita lakukan secara eklektik multiperspektif dari sudut pandang teologi, historiografi, atnropologi, psikologi, kognitif dll, untuk mencapai cakupan masalah yang komprehensif dari kandungan ayat diatas.

Pokok Bahasan.

Secara redaksional ayat ini merupakan satu kesatuan rangkaian dengan ayat sebelumnya. Maka makna yang mengantar ayat ini ialah : Allah tidak membinasakan Bani Israil, meskipun telah berlaku syirik dengan membangun sembahan selain Allah berupa patung emas sapi betina (Al-Baqoroh) yang dipelopori Musa Samiri, melainkan Allah mengampuni mereka. Peristiwa ini mengandung dua dimensi pemahaman :
1.     Seperti dikemukakan Tafsir Jalalain, Allah memang Maha Pengasih dan Maha Pengampun bagi hamba-Nya. Setelah tenggat waktu Musa menerima wahyu di bukit Tursina dan kembali kepada mereka, Allah memberi petunjuk  cara menebus dosa kemusyrikan itu, dan selanjutnya agar mereka bersyukur. Artinya Allah tetap membuka pintu tobat bagi Bani Israil ( Keterangan lebih rinci tentang hal ini terdapat pada Buku ke-2 Pengajian ke-23).
2.    Di zaman itu Allah telah memilih Bani Israil sebagai Sya’bullah al-Muchtar (Kaum/Bangsa yang terpilih). Jika Bani Israil dibinasakan ketika itu, maka lenyaplah satu rumpun bangsa yang diharapkan dapat memulai membangun peradaban Tauhid di muka bumi, untuk menggenapi wahyu tentang fungsi kekhilafatan Bani Adam (species Adam/Homo Sapiens) di muka bumi ini seperti dinyatakan Allah dalam Al-Baqoroh : 30 (vide, Buku ke-3 Pengajian ke-55).

Untuk memudahkan pemahaman, saya akan menerangkan kembali tentang tata-cara pertobatan yang diajarkan Musa a.s. kepada Bani Israil. Musa telah menunjuk 70 orang perwakilan suku-suku Bani Israil, lalu di bawa naik ke bukit untuk menjalani ritual pertobatan setelah peristiwa Lembu Samiri (vide, Buku ke-2 Pengajian ke-22). Ternyata mereka sulit menerima cara Musa Sholat. Ditengah-tengah awan yang turun meliputi bukit Nabi Musa a.s. sholat dan berdoa kepada Allah Yang Ghoib, yang tidak tampak secara inderawi, tidak tampak sebagai obyek stimulus yang dapat diakseptasi oleh schemata. Maka mereka berkata :”Kami tidak akan beriman kepadamu, sebelum kami bisa melihat Allah dengan jelas” (Al-A’raf : 155). Mereka dibinasakan Allah, namun berkat doa Musa mereka dihidupkan kembali.

Pertobatan ini kurang berhasil. Selama 3-4 abad terakhir sebagian besar Bani Israil sudah larut dalam kebudayaan penyembahan berhala delta Mesir yang sudah berusia ribuan tahun. Hal itu telah membentuk habit (kebiasaan) lalu mengkristal menjadi custom (adat-istiadat) yang mendominasi ketidaksadaran kolektif Bani Israil. Perlu diketahui ketidaksadaran kolektif seperti dasar gunung es yang maha luas, sebagian besar sikap mental dan perilaku manusia berasal dari sana. Sedangkan kesadaran hanyalah puncaknya yang kecil saja, suatu refleksi ekstrinsik yang tidak akan lepas dari basis intrinsik ketidaksadaran kolektif. Inilah kesulitan mendasar yang dihadapi Musa dan saudaranya Harun. Dalam file-index schemata (memori ingatan) Bani Israil tidak terdapat stimulus tuhan yang ghoib. Yang mereka kenal adalah stimulus tuhan materiil yaitu rejim berhala Mesir yang kasat mata dan kesakralannya mudah dijejaki melalui mitologi yang berkait dengan alam dan benda-benda diseputar mereka. Tuhan Yang Ghoib memang tidak ada dalam file-idex schemata, karena Tuhan Al-Ghoib hanya dapat dikenali melalui transendent-function atau hati nurani dengan perasaan “IMAN”. Musa mengajarkan “iman” kepada Bani Israil sebagai jalan pintas untuk menghidupkan kembali dorongan-dorongan tauhid yang pernah menjadi dasar konstitusi jiwa Bani Israil sejak zaman Ibrahim hingga Ya’qub dan Yusuf. Dengan menurunkan Taurat kepada Musa, artinya Allah masih meneguhkan pilihan agar Bani Irail kembali kejalan tauhid dan menjalankan amanat Allah SWT untuk membangun peradaban tauhid. Namun tantangan yang dihadapi Musa dari kondisi psikologi kognitif  Bani Israil yang telah membentuk konstitusi jiwa baru sebagai penyembah berhala Mesir itu sungguh berat. Dan suatu fakta bahwa peristiwa pertobatan tersebut tidak dapat dikatakan berhasil. Peristiwa 35 abad yang lalu itu ternyata masih terefleksi dalam konstitusi jiwa Bani Israil hingga masa kini, seperti tercermin dalam spiritualisme Qabbala Ordo Illuminati-Freemasonry.

Ordo Illuminati.

Ini adalah bahasan yang ketujuh tentang Ordo Illmuminati. Dalam Buku ke-4 dan dalam rangkaian Pengajian ke-70-76 telah di singgung dan di bahas tentang scenario Revolusi Perancis, Revolusi Komunis, Perang Dunia ke-I,II dan III yang melibatkan peran Illuminati-Freemasonry yang merupakan organisasi global Neo-Zionis. Tokoh dibalik scenario Perang Dunia itu ialah Albert Pike tokoh puncak Illuminati-Freemasonry Amerika Serikat pada akhir abad 19. Menurut Pike scenario PD III akan berawal dari konflik Israel-Palestina lalu meluas menjadi konflik peradaban ditingkat dunia. Skenario Pike itu mendapat legitimasi ilmiah dari Samuel P Huntington dalam “the Clash of Civilization” yang menyatakan bahwa PD III jika terjadi akan merupakan “perang peradaban” Barat dan non-Barat, yang pada akhirnya akan dimenangkan Barat.
Pada kenyataannya peta konflik peradaban tersebut diakseptasi oleh gerakan Palestina garis keras HAMAS yang kini tengah memenangi Pemilu Palestina 2006. Dalam sumpah perjuangan HAMAS disebutkan :
“Zionis berada dibalik Revolusi Perancis, Revolusi Komunis; Mereka berada dibalik Perang Dunia ke I, ketika mereka mampu menghancurkan kekhalifahan Islam (Kekaisaran Ottoman). Mereka mendapatkan Deklarasi Balfour (yang memihak pendirian tanah air Yahudi di Palestina); dan membentuk Liga Bangsa-bangsa yang melaluinya mereka bisa menguasai dunia. Zionis berada dibalik Perang Dunia ke II, yang darinya mereka mendapatkan keuntungan finasial sangat besar dengan jual-beli peralatan perang, dan merintis jalan untuk pendirian negara mereka. Zionis-lah yang menghasut digantinya  Liga Bangsa-Bangsa dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Dewan Keamanan; Tidak ada perang dimanapun tanpa adanya campur tangan Zionis”.

Pandangan HAMAS itu menurut Michael Scott Doran Profesor Princeton University tidak dapat dipercaya oleh kalangan cendekiawan dan terpelajar. Namun pandangan ini merupakan manipulasi perluasan konflik yang lebih besar dengan melibatkan seluruh Muslimin. Maka musuh mereka harus lebih banyak dan lebih besar daripada sekedar sekelompok Yahudi yang hanya menguasai secuil wilayah Muslim. Musuh tersebut harus merupakan manifestasi iblis yang mengatasi ruang dan waktu. Dengan demikian HAMAS menarik garis perang antara peradaban Islam melawan Zionis. Ini artinya, meskipun substansi kebenaran masalah ini sangat diragukan oleh Michael Scott Doran, tetapi substansi konflik yang terbentuk membenarkan scenario Albert Pike tentang Perang Dunia ke III yang direncanakan terjadi di awal abad 21 dan pandangan Samuel P Huntington tentang “perang peradaban”.
Kini setelah HAMAS memenangkan Pemilu Palestina Januari 2006, proses perdamaian Israel-Palestina menghadapi kendala besar, karena sikap dasar HAMAS yang tidak mengakui eksistensi Negara Israel, dan menempatkan konflik politik Palestina-Israel dalam perspektif perang antara Islam melawan Zionis. Kemenangan HAMAS mungkin akan memicu kemenangan partai garis keras Zionis LIKUD dalam Pemilu Israel sebentar lagi dan mungkin akan menaikkan tokoh garis keras Israel Benyamin Netanyahu. Jika itu terjadi maka garis perang peradaban nampakanya sudah mulai terbentuk. Dan dunia nampaknya akan terbelah dalam peta konflik itu. Peradaban-peradaban besar diluar Zionis vs Islam, seperti Khonghucu, Jepang, Hindu, Slavik-Ortodoks, Amerika Latin dan Afrika tentu tidak mungkin berdiri netral, mereka akan segera terseret dalam arus konflik Zionis-Islam yang meluas diseluruh rentang pengaruhnya di dunia. Saya katakan ini semua merupakan gejala yang tampak pada hari ini. Skenario Albert Pike dan deskripsi sosiologis Samuel P Huntington bukan hanya khayalan, tetapi memiliki dasar-dasar logika dan  telaah yang cukup kuat. Hal yang terbaik adalah menetralisir semua gejala konflik itu dengan sikap rasional, akulturatif, dan simbiosis untuk menghasilkan dunia bersama yang adil, bebas, sejahtera dan beriman. Langkah itu harus dimulai sekarang juga, terutama oleh Ummat Islam, Yahudi dan Amerika Serikat.

Dalam pembuangan.
Kita lanjutkan parallel pembahasan Jerusalem. Berbeda dengan keadaan di Jerusalem yang tinggal reruntuhan ditengah padang pasir yang kerontang, mereka para deportan yang hidup di pembuangan di Babilonia justru mengalami situasi yang lebih mudah. Mereka tidak mengalami penyiksaan sebagaimana layaknya tawanan. Bahkan Raja Yoyakhim dibenarkan tinggal di istana dan mempertahankan gelar kebangsawanannya. Orang-orang buangan dari Kerajaan Yehuda itu menetap di beberapa distrik paling atraktif dan penting di ibukota Babilonia dan sekitarnya, di dekat “kanal besar” Chebar yang mengalirkan Sungai Eufrat ke kota Babilonia. Orang-orang Yehuda a.l. menamakan pemukimannya Tel-Aviv (Bukit Musim Semi) yang sekarang ini digunakan sebagai nama ibukota Negara Israel modern. Sesuai dengan saran Nabi Yeremia, orang-orang buangan dari Yehuda itu berintegrasi dengan mulus kedalam masyarakat Babilonia. Oleh penguasa Babilonia mereka diizinkan untuk berkumpul dengan bebas, membeli tanah dan mendirikan usaha. Banyak diantara mereka yang dengan cepat menjadi pedagang kaya yang dihormati, sebagian yang lain bahkan mendapatkan jabatan di istana. Mereka bekerja sama dengan para deportan sebelumnya dari Kerajaan Israel yang telah mengalami pembuangan sejak 722 SM. Bibel menyebut-nyebut mereka yang diasingkan diantaranya adalah anggota sepuluh suku utara. Inilah era pembuangan Yehuda yang terjadi sejak 586 SM yang menandai akhir Jerusalem di poros abad itu (Axial-Age). Peristiwa pembuangan ini merupakan salah satu periode terpenting dalam sejarah Bani Israil yang memberikan bentuk baru dalam perkembangan kebudayaan Zionis selanjutnya. Kita teruskan pada pengajian berikutnya.

Selamat Tahun Baru Hijriyah 1 Muharram 1427 H, semoga Allah SWT meridhoi. Sekian.
Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.

Jakarta, 3 Februari 2006.
Pengasuh,



HAJI AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional






Tidak ada komentar:

Posting Komentar