Pengajian
Kedelapanpuluh Delapan (88).
Assalamu’alaikum
War. Wab.
“Dan (ingatlah) ketika Kami
mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) diatasmu (seraya
Kami berfirman), “Peganglah kuat-kuat apa yang telah Kami berikan kepadamu dan
ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya agar kamu bertakwa.” ; Al-Baqoroh : 63.
Kita
akan melakukan pembahasan dengan pendekatan eklektik dari berbagai perspektif
secara holistis, agar dapat dicapai pemahaman secara komprehensif dan hikmah
yang setinggi-tingginya dari ayat ini.
Pokok
Bahasan.
Substansi
ayat ini, berkaitan dengan perjanjian Bani Israil dengan Allah Ta’aala dimana
mereka akan senantiasa taat menjalankan syari’at Taurat, terutama tentang ketauhidan serta
hukum-hukum-Nya. Namun Bani Israil mengingkarinya dan menolak perjanjian itu.
Dalam hal ini mereka ingin kembali kepada ilah-ilah berhala yang tidak bisa
lepas dari konstitusi jiwa mereka yang hanya dapat memahami tuhan materi dan
tidak dapat memahami Tuhan Yang Ghoib. Dengan kuasa-Nya yang tak terbatas,
Allah mengangkat gunung Thursina yang dilukiskan oleh Tafsir Ibnu Katsir
bagaikan bayangan awan yang akan menimpa mereka. Pada waktu itu Bani Israil
demikian ketakutan, sehingga mereka bersujud dengan sebelah wajah, karena
sebelah wajah yang lain tetap memperhatikan bayangan gunung Thursina yang akan
menimpa mereka itu seraya dengan takdzim mereka menerima perjanjian suci itu.
Dan kembali Allah Yang Maha Pengasih menerima tobat dan mengampuni mereka,
sehingga mereka tidak jadi dibinasakan. Ini tentu berkaitan dengan pilihan
Allah kepada Bani Israil sebagai bangsa yang terpilih (Sya’bullah al-Mukhtar)
di zaman itu untuk membangun peradaban tauhid di muka bumi. Maka dengan segala
kekurangan yang ada, Allah Yang Maha Pemurah senantiasa menolong Bani Israil
agar mereka dapat memenuhi tugas suci mereka. Sehingga tidak seluruh tugas
mereka mengalami kegagalan. Ada
juga hasil-hasil yang dapat dicapai; sekurang-kurangnya mereka telah
memperkenalkan Yahweh El Syada’i (Tuhan Yang Maha Kuasa) dan ajaran Tauhid-Nya
kepada dunia. Agama Yahudi menjadi dasar
agama-agama monotheis yang berkembang
kemudian, Islam dan Nasrani yang selama 15 hingga 20 abad terakhir menjadi
mainstream peradaban dunia dengan penganut melampaui 2 milyar orang.
Meskipun
secara eksplisit ayat ini ditujukan kepada Bani Israil, tetapi secara implisit
ayat ini berkaitan pula dengan Kaum Muslimin, terutama dalam hal pengamalan
Al-Qur’an. Artinya kewajiban menjalankan syari’at tauhid dan hukum-hukum-Nya
sebagaimana tuntunan Kitab Allah, tidak hanya berlaku bagi Bani Israil, tetapi
juga berlaku bagi segenap Kaum Muslimin dengan mengamalkan dan mengimplementasikan
ajaran Al-Qur’anul-Kariem dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini melagukan
Al-Qur’an dengan nada-nada yang indah, tidak termasuk dalam pengertian
mengamalkan Kitab Allah seperti diisyaratkan Tafsir Jalalain. Mereka yang hanya
melagu-lagukan Al-Qur’an belaka tidak akan mendapatkan manfaat dalam arti
mencapai derajat ketakwaan, kecuali disertai dengan pemahaman dan pengamalan
secara nyata.
Namun
demikian, saya berpendapat bahwa melagukan Al-Qur’an atau qira’atul-Qur’an
bukan hal yang sama sekali mubadzir. Keindahan dalam melagukan Al-Qur’an adalah
bagian dari proses kebudayaan-Islam. Dan saya sependapat bahwa tilawatil-Qur’an
hendaknya disertai dengan pemahaman dan sudah barangtentu pengamalan. Karena
sesungguhnya Al-Qur’an diturunkan untuk dipahami dan diamalkan.
Bintang Qabala.
Pada
Pengajian ke-86, telah diungkapkan tentang ilah pagan “Kambing Mendez” yang
merupakan bagian dari okultisme Qabala. Tentang kepercayaan Qabala-Israiliyah
sebenarnya telah banyak dibahas dalam Buku Seri ke-3 dan ke-4. Pembahasan pada
periode sekarang ini merupakan pendalaman lebih jauh, untuk melihat lebih dalam
psikologi Bani Israil yang didominasi nilai paganisme, yang menjadikannya sulit
untuk menerima iman-tauhid kepada Yahweh Tuhan Musa a.s. yang digambarkan dalam
penafsiran ayat diatas.
Diantara
symbol Qabala adalah image segitiga dan piramida untuk merepresentasikan
struktur hierarkhi organisasi mereka. Para elit Qabalis berada di pucak
piramida menguasai massa
yang berkewajiban menopang organisasi piramida tsb. Lambang kaum Qabalis dengan
satu mata Lucifer yang mengawasi dan menguasai terdapat pada sisi belakang mata
uang kertas dolar Amerika Serikat dewasa ini.
Lambang
Qabalis yang paling terkenal ialah dua buah segitiga yang menyatu berpasangan
terbalik, menjadi bintang segi enam yang di-disinformasikan seolah “Bintang
Nabi Daud”. Lambang yang kemudian menjadi lambang resmi Negara-Israel itu
diumumkan di PBB pada th. 1948. Pencipta hexagram segi enam yang tidak lebih
dari lambang qabalis itu ternyata adalah Joseph
Stalin dictator Negara sosialis Uni Sovyet, yang merupakan negara pertama
yang mengakui negara Yahudi-Israel. Perlu dipahami bahwa pencipta ideology
komunisme-marxisme, Karl-Marx adalah seorang Yahudi-Qabalis.
Kepercayaan
Qabala itu sendiri jauh lebih tua dari ajaran Taurat. Kepercayaan Qabala di
masa lalu berkembang luas di Mesir, Babilonia dan Persia serta merupakan mainstream
peradaban di zaman itu. Di Persia disebut Zoroaster
atau dalam istilah Arab “Majusi”
yang lebih menitikberatkan pada praktek sihir (okultisme). Para pendeta agama
Zoroaster yang pernah dianut Salman al-Farisi itu disebut ‘magi’, dan ritualnya disebut ‘magus’,
yang kemudian menjadi akar kata ‘magis’. Inti
ritual para magi bertujuan untuk semakin menyempurnakan seni sihir, tenung dan
santet melalui bantuan jin dan roh halus. Kitab suci ajaran ini di Persia
disebut ‘Avesta’ dimana Lucifer
disebut dengan nama ‘Ahuramazda’ atau
‘Ormuzd’ yang artinya ‘sang pembawa cahaya’, sama dengan makna
Lucifer dalam kitab suci Qabala-Israili – Sefer
Bahir. Kepercayaan Qabala yang dianut penyanyi ternama Madona adalah
sekte-Israiliyah yang mendapat pengaruh Judaism dengan tingkat kebatinan yang
lebih tinggi dari okultisme, atau memiliki derajat religi dengan monotheisme
tuhan tertinggi yang disebut Ein-Sof, yang
dianggap sebagai sumber dari semua ilah yang dikenal manusia.
Pemujaan
terhadap Ormuzd atau Lucifer ‘Sang Pembahwa Cahaya’ dilakukan dengan ritual
penyembahan api dan matahari yang dianggap mencerminkan eksistensi ilah-pagan
yang materiil itu. Dengan latar belakang antropologis ini, maka di zaman kuno
terdapat pertalian budaya spiritual antara Yahudi dengan Parsi. Peradaban
Qabala sebagai ‘system social’ di Parsi itu berlangsung hingga th. 651 ketika
Parsi ditaklukkan Islam. Melihat panjangnya sejarah Zoroaster di Parsi, maka
kepercayaan itu diyakini masih hidup di Iran dan Irak dibawah permukaan,
dan tentu masih mempengaruhi ketidaksadaran kolektif rumpun bangsa Parsi. Dan
bukan mustahil melalui mekanisme psikologis bisa terdapat titik temu
nilai-nilai budaya kuno Israel
dan Iran .
Dan jika itu dapat menghambat perang, kita melihatnya sebagai hal yang berguna.
Tentu kita berharap implementasinya tetap dalam mainstream peradaban agama
samawi dengan monotheisme Allah Yang Maha Esa sebagai ekspresi tauhid yang
tertinggi.
Membunuh
Jesus.
10
Agustus 43 Masehi, Majelis Kuasa Rahasia Qabala yang beranggotakan 9 orang pendeta mengadakan sidang yang dipimpin oleh ketuanya
Herodus II dengan didampingi dua pembantu utamanya, yaitu
Ahiram Ahiyud dan Moav Levi. Sidang dewan tertinggi Qabala
Palestina itu memutuskan mengakhiri kegiatan Jesus dan para muridnya. Sebelum
itu Herodus II memerintahkan penyembelihan Nabi Zakaria a.s dengan gergaji
pemotong kayu. Herodus II juga memerintahkan pembunuhan Nabi Yahya a.s. dan
mempersembahkan kepalanya diatas nampan kepada dirinya. Pemimpin Qabala
Palestina Herodus II yang menjabat Gubernur Romawi di Yudea dengan kekuasaan
yang demikian besar, bahkan berhasil memerintahkan Majelis Tinggi Pendeta Sandherin, yang merupakan badan tertinggi
dalam hierarkhi kependetaan Yahudi agar mengeluarkan dekrit hukuman mati diatas
kayu salib bagi Jesus berdasarkan hukum Romawi, dengan tuduhan “menghujat
Tuhan”. Setelah itu Herodus II juga memerintahkan (Nero) membunuh Petrus, murid
Jesus. Kemudian didirikan 40 gereja Kristen versi Qabala di seluruh Palestina.
Dalam perkembangan selanjutnya, melalui Konstantin Agung kaisar Romawi yang
paganis itu, disusunlah format baru agama Kristen dalam Konsili Nicea th. 325 M
dengan pengaruh kaum Qabalis melalui kedudukan kuat kaisar Konstantin Agung.
Aliran Qabalis yang menjadi agama resmi Romawi pada waktu itu kebetulan dari
jenis yang moderat yaitu Sol-Invictus
(Matahari tak Tertandingi) yang pendeta kepalanya adalah Konstantin Agung
sendiri. Seperti telah diterangkan dalam Buku ke-5, melalui proses integrasi
tradisi dan simbol-simbol Sol-Invictus
kedalam agama Krsiten, terciptalah format baru agama Hybrida yang dapat
diterima kedua golongan terbesar di Romawi itu. Dengan siasat ini, Konstantin
Agung telah berhasil menghindarkan Romawi dari perang saudara, dan kestabilan
negara dapat terkendali untuk waktu yang panjang. Dan lebih dari itu tahta
Konstantin dan tahta Vatikan dapat terus dipertahankan. Keberhasilan ini
kemudian menjadi titik tolak berkembangnya agama Krsiten keseluruh dunia hingga
menjadi agama terbesar dikemudian hari (Katholik dan Protestan). Dengan proses
sejarah yang dilaluinya dan segala kontroversinya, betapapun agama Kristen
post-Konstantin telah memberikan dukungan pembangunan nilai-nilai spiritual dan tradisi religius umat manusia
di dunia. Perpecahan yang terjadi kemudian antara Katholik dan Protestan tidak
membuatnya surut, bahkan terus berkembang menjadi salah satu sumber peradaban
dunia hingga masa sekarang, terutama di belahan dunia Barat. Sejarah agama Kristen tidak mengherankan, hampir
semua agama besar memiliki berbagai sisi sejarah yang kontroversial, seperti
Hindu dan Buddha, Sunni dan Shi’ah dsb. Sekian, terima kasih.
Birrahmatillahi
Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum
War. Wab.
Pengasuh,
HAJI
AGUS MIFTACH
Ketua
Umum Front Persatuan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar