11.7.17

Pengajian Kedelapanpuluh Delapan (88).






Pengajian Kedelapanpuluh Delapan (88).

Assalamu’alaikum War. Wab.






“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) diatasmu (seraya Kami berfirman), “Peganglah kuat-kuat apa yang telah Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya agar kamu bertakwa.” ;  Al-Baqoroh : 63.

Kita akan melakukan pembahasan dengan pendekatan eklektik dari berbagai perspektif secara holistis, agar dapat dicapai pemahaman secara komprehensif dan hikmah yang setinggi-tingginya dari ayat ini.

Pokok Bahasan.

Substansi ayat ini, berkaitan dengan perjanjian Bani Israil dengan Allah Ta’aala dimana mereka akan senantiasa taat menjalankan syari’at  Taurat, terutama tentang ketauhidan serta hukum-hukum-Nya. Namun Bani Israil mengingkarinya dan menolak perjanjian itu. Dalam hal ini mereka ingin kembali kepada ilah-ilah berhala yang tidak bisa lepas dari konstitusi jiwa mereka yang hanya dapat memahami tuhan materi dan tidak dapat memahami Tuhan Yang Ghoib. Dengan kuasa-Nya yang tak terbatas, Allah mengangkat gunung Thursina yang dilukiskan oleh Tafsir Ibnu Katsir bagaikan bayangan awan yang akan menimpa mereka. Pada waktu itu Bani Israil demikian ketakutan, sehingga mereka bersujud dengan sebelah wajah, karena sebelah wajah yang lain tetap memperhatikan bayangan gunung Thursina yang akan menimpa mereka itu seraya dengan takdzim mereka menerima perjanjian suci itu. Dan kembali Allah Yang Maha Pengasih menerima tobat dan mengampuni mereka, sehingga mereka tidak jadi dibinasakan. Ini tentu berkaitan dengan pilihan Allah kepada Bani Israil sebagai bangsa yang terpilih (Sya’bullah al-Mukhtar) di zaman itu untuk membangun peradaban tauhid di muka bumi. Maka dengan segala kekurangan yang ada, Allah Yang Maha Pemurah senantiasa menolong Bani Israil agar mereka dapat memenuhi tugas suci mereka. Sehingga tidak seluruh tugas mereka mengalami kegagalan. Ada juga hasil-hasil yang dapat dicapai; sekurang-kurangnya mereka telah memperkenalkan Yahweh El Syada’i (Tuhan Yang Maha Kuasa) dan ajaran Tauhid-Nya kepada  dunia. Agama Yahudi menjadi dasar agama-agama  monotheis yang berkembang kemudian, Islam dan Nasrani yang selama 15 hingga 20 abad terakhir menjadi mainstream peradaban dunia dengan penganut melampaui 2 milyar orang.

Meskipun secara eksplisit ayat ini ditujukan kepada Bani Israil, tetapi secara implisit ayat ini berkaitan pula dengan Kaum Muslimin, terutama dalam hal pengamalan Al-Qur’an. Artinya kewajiban menjalankan syari’at tauhid dan hukum-hukum-Nya sebagaimana tuntunan Kitab Allah, tidak hanya berlaku bagi Bani Israil, tetapi juga berlaku bagi segenap Kaum Muslimin dengan mengamalkan dan mengimplementasikan ajaran Al-Qur’anul-Kariem dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini melagukan Al-Qur’an dengan nada-nada yang indah, tidak termasuk dalam pengertian mengamalkan Kitab Allah seperti diisyaratkan Tafsir Jalalain. Mereka yang hanya melagu-lagukan Al-Qur’an belaka tidak akan mendapatkan manfaat dalam arti mencapai derajat ketakwaan, kecuali disertai dengan pemahaman dan pengamalan secara nyata.

Namun demikian, saya berpendapat bahwa melagukan Al-Qur’an atau qira’atul-Qur’an bukan hal yang sama sekali mubadzir. Keindahan dalam melagukan Al-Qur’an adalah bagian dari proses kebudayaan-Islam. Dan saya sependapat bahwa tilawatil-Qur’an hendaknya disertai dengan pemahaman dan sudah barangtentu pengamalan. Karena sesungguhnya Al-Qur’an diturunkan untuk dipahami dan diamalkan.

Bintang  Qabala.

Pada Pengajian ke-86, telah diungkapkan tentang ilah pagan “Kambing Mendez” yang merupakan bagian dari okultisme Qabala. Tentang kepercayaan Qabala-Israiliyah sebenarnya telah banyak dibahas dalam Buku Seri ke-3 dan ke-4. Pembahasan pada periode sekarang ini merupakan pendalaman lebih jauh, untuk melihat lebih dalam psikologi Bani Israil yang didominasi nilai paganisme, yang menjadikannya sulit untuk menerima iman-tauhid kepada Yahweh Tuhan Musa a.s. yang digambarkan dalam penafsiran ayat diatas.
Diantara symbol Qabala adalah image segitiga dan piramida untuk merepresentasikan struktur hierarkhi organisasi mereka. Para elit Qabalis berada di pucak piramida menguasai massa yang berkewajiban menopang organisasi piramida tsb. Lambang kaum Qabalis dengan satu mata Lucifer yang mengawasi dan menguasai terdapat pada sisi belakang mata uang kertas dolar Amerika Serikat dewasa ini.
Lambang Qabalis yang paling terkenal ialah dua buah segitiga yang menyatu berpasangan terbalik, menjadi bintang segi enam yang di-disinformasikan seolah “Bintang Nabi Daud”. Lambang yang kemudian menjadi lambang resmi Negara-Israel itu diumumkan di PBB pada th. 1948. Pencipta hexagram segi enam yang tidak lebih dari lambang qabalis itu ternyata adalah Joseph Stalin dictator Negara sosialis Uni Sovyet, yang merupakan negara pertama yang mengakui negara Yahudi-Israel. Perlu dipahami bahwa pencipta ideology komunisme-marxisme, Karl-Marx adalah seorang Yahudi-Qabalis.
Kepercayaan Qabala itu sendiri jauh lebih tua dari ajaran Taurat. Kepercayaan Qabala di masa lalu berkembang luas di Mesir, Babilonia dan Persia serta merupakan mainstream peradaban di zaman itu. Di Persia disebut Zoroaster atau dalam istilah Arab “Majusi” yang lebih menitikberatkan pada praktek sihir (okultisme). Para pendeta agama Zoroaster yang pernah dianut Salman al-Farisi itu disebut ‘magi’, dan ritualnya disebut ‘magus’, yang kemudian menjadi akar kata ‘magis’. Inti ritual para magi bertujuan untuk semakin menyempurnakan seni sihir, tenung dan santet melalui bantuan jin dan roh halus. Kitab suci ajaran ini di Persia disebut ‘Avesta’ dimana Lucifer disebut dengan nama ‘Ahuramazda’ atau ‘Ormuzd’ yang artinya ‘sang pembawa cahaya’, sama dengan makna Lucifer dalam kitab suci Qabala-Israili – Sefer Bahir. Kepercayaan Qabala yang dianut penyanyi ternama Madona adalah sekte-Israiliyah yang mendapat pengaruh Judaism dengan tingkat kebatinan yang lebih tinggi dari okultisme, atau memiliki derajat religi dengan monotheisme tuhan tertinggi yang disebut Ein-Sof, yang dianggap sebagai sumber dari semua ilah yang dikenal manusia.
Pemujaan terhadap Ormuzd atau Lucifer ‘Sang Pembahwa Cahaya’ dilakukan dengan ritual penyembahan api dan matahari yang dianggap mencerminkan eksistensi ilah-pagan yang materiil itu. Dengan latar belakang antropologis ini, maka di zaman kuno terdapat pertalian budaya spiritual antara Yahudi dengan Parsi. Peradaban Qabala sebagai ‘system social’ di Parsi itu berlangsung hingga th. 651 ketika Parsi ditaklukkan Islam. Melihat panjangnya sejarah Zoroaster di Parsi, maka kepercayaan itu diyakini masih hidup di Iran dan Irak dibawah permukaan, dan tentu masih mempengaruhi ketidaksadaran kolektif rumpun bangsa Parsi. Dan bukan mustahil melalui mekanisme psikologis bisa terdapat titik temu nilai-nilai budaya kuno Israel dan Iran. Dan jika itu dapat menghambat perang, kita melihatnya sebagai hal yang berguna. Tentu kita berharap implementasinya tetap dalam mainstream peradaban agama samawi dengan monotheisme Allah Yang Maha Esa sebagai ekspresi tauhid yang tertinggi.

Membunuh Jesus.

10 Agustus 43 Masehi, Majelis Kuasa Rahasia Qabala yang beranggotakan 9 orang pendeta  mengadakan sidang yang dipimpin oleh ketuanya Herodus II  dengan didampingi dua pembantu utamanya, yaitu Ahiram Ahiyud dan Moav Levi. Sidang dewan tertinggi Qabala Palestina itu memutuskan mengakhiri kegiatan Jesus dan para muridnya. Sebelum itu Herodus II memerintahkan penyembelihan Nabi Zakaria a.s dengan gergaji pemotong kayu. Herodus II juga memerintahkan pembunuhan Nabi Yahya a.s. dan mempersembahkan kepalanya diatas nampan kepada dirinya. Pemimpin Qabala Palestina Herodus II yang menjabat Gubernur Romawi di Yudea dengan kekuasaan yang demikian besar, bahkan berhasil memerintahkan Majelis Tinggi Pendeta Sandherin, yang merupakan badan tertinggi dalam hierarkhi kependetaan Yahudi agar mengeluarkan dekrit hukuman mati diatas kayu salib bagi Jesus berdasarkan hukum Romawi, dengan tuduhan “menghujat Tuhan”. Setelah itu Herodus II juga memerintahkan (Nero) membunuh Petrus, murid Jesus. Kemudian didirikan 40 gereja Kristen versi Qabala di seluruh Palestina. Dalam perkembangan selanjutnya, melalui Konstantin Agung kaisar Romawi yang paganis itu, disusunlah format baru agama Kristen dalam Konsili Nicea th. 325 M dengan pengaruh kaum Qabalis melalui kedudukan kuat kaisar Konstantin Agung. Aliran Qabalis yang menjadi agama resmi Romawi pada waktu itu kebetulan dari jenis yang moderat yaitu Sol-Invictus (Matahari tak Tertandingi) yang pendeta kepalanya adalah Konstantin Agung sendiri. Seperti telah diterangkan dalam Buku ke-5, melalui proses integrasi tradisi dan simbol-simbol Sol-Invictus kedalam agama Krsiten, terciptalah format baru agama Hybrida yang dapat diterima kedua golongan terbesar di Romawi itu. Dengan siasat ini, Konstantin Agung telah berhasil menghindarkan Romawi dari perang saudara, dan kestabilan negara dapat terkendali untuk waktu yang panjang. Dan lebih dari itu tahta Konstantin dan tahta Vatikan dapat terus dipertahankan. Keberhasilan ini kemudian menjadi titik tolak berkembangnya agama Krsiten keseluruh dunia hingga menjadi agama terbesar dikemudian hari (Katholik dan Protestan). Dengan proses sejarah yang dilaluinya dan segala kontroversinya, betapapun agama Kristen post-Konstantin telah memberikan dukungan pembangunan nilai-nilai  spiritual dan tradisi religius umat manusia di dunia. Perpecahan yang terjadi kemudian antara Katholik dan Protestan tidak membuatnya surut, bahkan terus berkembang menjadi salah satu sumber peradaban dunia hingga masa sekarang, terutama di belahan dunia Barat.  Sejarah agama Kristen tidak mengherankan, hampir semua agama besar memiliki berbagai sisi sejarah yang kontroversial, seperti Hindu dan Buddha, Sunni dan Shi’ah dsb. Sekian, terima kasih.

Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.

Jakarta, 21 April 2006,
Pengasuh,



HAJI AGUS MIFTACH

Ketua Umum Front Persatuan Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar