11.7.17

Pengajian Kesembilanpuluh Dua (92).


Pengajian Kesembilanpuluh Dua (92).

Oleh : KH. Agus Miftach

Assalamu’alaikum War. Wab.
Bismillahirrahmanirrahiem.

“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya,”Sesungguhnya Allah menyuruhmu untuk menyembelih seekor sapi betina.” Mereka (Bani Israil) berkata,” Apakah kamu hendak menjadikan kami sebagai bahan ejekan ?”. Musa menjawab,”Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil.” (67). Mereka berkata,”Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu ?”. Musa menjawab,”Sesungguhnya Allah berfirman, bahwa sapi betina itu ialah sapi yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.’ (68). Mereka berkata,”Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami, bagaimana hakekat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami, dan sesungguhnya kami, insya Allah, akan beroleh petunjuk (untuk memperoleh sapi itu).”(70). Musa berkata,”Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu ialah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.” Mereka berkata,”Sekarang barulah kamu menerangkan hakekat sapi betina yang sebenarnya.” Kemudian mereka menyembelihnya, dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.(71).”; Al-Baqoroh 67-71). 

Kita akan membahas rangkaian 5 ayat Al-Baqoroh diatas dengan pendekatan eklektik, dari berbagai perspektif, antropologis, historiografis, teologis dan psikologis, secara holistis untuk memperoleh kedalaman dan hikmah yang setinggi-tingginya dari kandungan ayat-ayat ini.

Pokok Bahasan.

Rangkaian ayat diatas berkaitan sebuah peristiwa pembunuhan atas seorang Yahudi kaya yang mandul, dan telah menjadikan anak saudaranya (keponakan) menjadi ahli warisnya. Karena tidak sabar, keponakan itu membunuh pamannya, kemudian meletakkan mayat pamannya itu didepan rumah seseorang, yang mengakibatkan ketegangan antara kerabat korban dan kerabat pemilik rumah yang dituduh membunuh itu. Maka merekapun  berperang.

Untunglah terdapat seorang yang berpikiran bijak diantara mereka yang menasihati mereka,”Mengapa kalian  saling membunuh, padahal kita punya Rasul.” Maka merekapun menemui Musa a.s dan mohon petunjuknya atas perkara tersebut. Musa berkata,”Sesungguhnya Allah menyuruhmu untuk menyembelih seekor sapi betina”. Perintah yang dianggap tidak masuk akal itu, segera saja dibantah oleh Bani Israil,”Apakah kamu hendak menjadikan kami sebagai bahan ejekan ?”. Musa menjawab,”Aku berlindung kepada Allah dari perbuatan bodoh”.

Ubaidah r.a. berkata :”Seandainya mereka tidak mencela, niscaya cukup memadai sapi yang sederhana saja sebagaimana bunyi perintah-Nya. Namun mereka mempersulit, maka Allah-pun mempersulitnya setara dengan perilaku mereka. Akhirnya dengan susah payah mereka mendapatkan sapi dengan berbagai ciri seperti pada rangkaian ayat-ayat diatas dari seseorang yang hanya memiliki seekor sapi seperti itu yang menjadi kesayangannya sehari-hari dan tidak pernah dipekerjakan sebagaimana layaknya sehingga benar-benar sehat, tanpa cacat dan tanpa belang, dan hanya itulah satu-satunya sapi miliknya.

Sang pemilik sapi betina yang istimewa dan berwarna mulus kuning keemasan  itu berkata,”Demi Allah harga sapi ini tidak boleh kurang dari harga emas sepenuh kulitnya.” Merekapun terpaksa membayar harga yang sangat mahal itu.”. Dan hampir mereka tidak menyembelih sapi itu, dikarenakan niat mereka yang sebenarnya hanya mau mempermainkan Musa belaka. Tapi keluarga korban mendesak, maka sapi itupun kemudian disembelih, dan diambil sepotong bagian tubuhnya dipukulkan kepada mayat korban yang secara ajaib hidup kembali. Kepadanya ditanyakan siapa yang membunuhnya. Korban itu menunjuk keponakannya,”Orang ini yang membunuh saya”. Kemudian korban itu terkulai, mati lagi. Maka si pembunuh tidak diberi harta warisan sedikitpun. Dan sejak itu seorang pembunuh tidak berhak mendapatkan warisan.”

Narasi jumhur mufassirin tsb, sangat dipengaruhi cerita-cerita Bibel yang sudah banyak mengalami penyesuaian politik sejak Konsili Nicea 325 M. Hal naïf dari kisah diatas adalah karakteristik agama Yahudi yang dogmatis tanpa melibatkan proses akal pikiran. Jelas berbeda dengan Islam yang mementingkan proses akal dan ilmu. Narasi Bibel yang kemudian banyak diikuti jumhur mufassirin dalam menjelaskan agama Yahudi, selalu bertumpu pada rejim dogma-dogma yang bertentangan dengan proses akal dan ilmu. Perlu digarisbawahi bahwa proses akal dan ilmu sangat dimuliakan Allah, dan menjadi alasan-Nya mengangkat manusia menjadi khalifah di bumi.

Pola dogmatis agama Yahudi menjadikannya mandeg dan bahkan ditinggalkan sebagian besar Bani Israil yang sebelum kerasulan Musa a.s. sudah memiliki tingkat peradaban yang cukup tinggi. Kita harus menelaah lebih dalam hal-hal seperti ini, dari berbagai sumber ilmu pengetahuan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan dari sekedar bersandar pada narasi Bibel.

Historiograf

Rasul Agama Yahudi Musa a.s. baru dilahirkan pada th. 1539 SM. Sedangkan sejarah Kaum Ibrani atau Bani Israil sudah dimulai sejak Ibrahim a.s. th. 2018 SM, atau semenjak Ya’qub a.s. (Israil) pada th. 1858 SM.

Sejarah Kaum Ibrani berawal dari seorang laki-laki bernama Tarih dari kota Ur di tanah Khaldea, Ahmad Shalaby menyebutnya Aur-Khaldan, yang merupakan pusat peradaban “dewa matahari”. Tarih atau Terah yang disebut Azhar (pembuat patung) adalah seorang penyembah berhala, dan lebih dari itu dia adalah seniman pembuat patung yang diperjual-belikan di seantero negeri.

Tarih memiliki tiga orang anak, yaitu Ibrahim, Nahor dan Haran. Ibrahim menjadi yang istimewa karena berani bangkit menentang Raja Namrud dan peradaban paganisme Aur-Khaldan yang berakibat lanjut dengan kepergiannya meninggalkan tanah kelahirannya pada th. 1943 SM, untuk melakukan pengembaraan bersama keluarga, hamba sahaya dan ternaknya yang akhirnya berhasil menyeberangi Sungai Eufrat dan Tigris dan sampai di Kana’an atau Palestina.

Ketika memulai pengembaraannya Ibrahim sudah berumur 75 th. Ibrahim disertai Luth adik sepupunya dan Sarah istrinya. Bangsa-bangsa yang sudah ada di Kana’an sebelum kedatangan Ibrahim ialah Kananit, Moabit, Amalekit dan Amorit yang kesemuanya adalah penyembah berhala (paganisme). Tetapi kaum Hebrew (Ibrahiem dan kerabatnya) menolak menyembah berhala, walaupun mereka menghormati keyakinan lain. Pada th. 1918 SM Ibrahim memperoleh putra dari Sarah, yaitu Ishaq. Selanjutnya pada th. 1858 SM, Ishaq memperoleh seorang putera, diberi nama Ya’qub yang disebut juga Israil. Keturunan Israil inilah yang kemudian disebut Bani Israil. Dalam sejarahnya Kaum Ibrani atau Bani Israil tidak sepenuhnya bersih dari paganisme. Banyak kompromi yang mereka lakukan. Ini sudah kita bahas pada pengajian-pengajian terdahulu, dan lebih kita dalami lagi pada kesempatan ini.

Dari Qabala hingga Bildelberg

Sepanjang sejarahnya yang 4000 th itu, system spiritual Bani Israil terbentuk dari perpaduan monotheisme Ibrahim dengan segala komprominya sebagai keniscayaan. Sebagai ajaran, agama Ibrahim hanya berisi azas-azas yang sederhana, belum berbentuk system Syari’at yang lengkap yang baru ada dizaman kerasulan Musa a.s. Dimasa Ya’qub dan Yusuf bentuk kompromi itu melembaga dalam peradaban Fir’aun Futi Faragh (Dinasti Amalik) di Mesir.

Ketika Fir’aun Dinasti Amalik yang penjajah itu tumbang, dan digantikan oleh Fir’aun Ahmez yang pribumi itu, Bani Israil yang merupakan bagian dari kekuasaan lama ditindas, terutama pada masa Ramses II. Maka diutuslah Musa a.s. untuk menyelamatakan Bani Israil. Dimasa itu peradaban Qabala sudah kuat berakar dalam kebudayaan sinkretisme Bani Israil. Maka sukar bagi kejiwaan mereka untuk menerima ajaran Musa yang semata-mata dogmatis itu.

System Qabala terus melekat sepanjang sejarah Bani Israil hingga masa sekarang. Mereka mengadops ajaran Taurat kedalam sinkretisme Qabala. Menurut Harun Yahya (2003) itulah sebenarnya Judaism. Seperti telah diterangkan dalam pengajian terdahulu Sistem Qabala memperoleh bentuknya yang modern pada abad ke 6 SM dalam masa pembuangan di Babilonia. Dalam perjalanan sejarahnya sistem Qabala terutama Ordo Putih yang menjadi induk peradaban, berhasil meletakkan dasar bagi peradaban Judeo-Griko yang melahirkan peradaban Barat modern.

Qabala dalam bentuknya yang lebih modern tercapai pada abad ke 18 oleh Adam Weishaupt dalam bentuk gerakan “Illuminati-Freemasonry” yang terus belangsung hingga masa sekarang. Inti dari Illuminati-Freemsonry disebut Bildelberg yang merupakan kelompok pemimpin tertinggi yang mengendalikan seluruh gerakan dan keuangan organisasi.

Diantara anggota Bildelberg itu ialah :

1.     Allaire, Paul Arthur (Xerox Corp),
2.     Allison, Graham Tilery, Jr (Center for National Policy),
3.     Andreas, Dwayne Orville (Archer Denis Midland Co),
4.     Bartley, Robert Leroy (Wall Street Journal),
5.     Bergsen, C. Fred (US Insititute for International Development),
6.     Bowie, Robert R (Overseas Development Council, Brookings Institute),
7.     Brademas, John (Texaco),
8.     Brzezinski, Zbignew (Centre for Strategic and Int’l Studies),
9.     Clinton, Bill (mantan Presiden AS),
10.  Cooper, Richard N (Profesor di Harvard University),
11.  Corrigan E Gerald (Eksekutif Goldman Sachs),
12.  Davis, Lynn E (Menmud Luar Negeri AS),
13.  Friedman, Stephen James (Co-Chairman Goldman Sachs),
14.  Friedman, Thomas L (Kolumnis senior The New York Times),
15.  Foley, Thomas Stephen (Anggota Kongres AS),
16.  Gorbachev, Mikhail (mantan Presiden Uni Sovyet)
17.  Holbrooke, Richard (Dubes Keliling AS),
18.  Kissinger, Henry Alfred (mantan Menlu AS),
19.  Rockefeller, David (Chase Manhattan, Exon Oil)

Bildelberg sudah beroperasi di Indonesia sejak zaman Hindia Belanda dan masih terus berlangsung hingga sekarang. Situasi negara yang tidak menentu sekarang ini, bukan mustahil bersumber dari persepsi yang salah atau ketidakfahaman dari pemimpin negara dalam menanggapi aktivitas tingkat tinggi Bildelberg dan ekstremisme agama yang merebak akhir-akhir ini yang kemudian menciptakan kutub-kutub keras yang kontra produktif dan menjerumuskan.

Sekian, saya ucapkan terima kasih atas semua ucapan selamat dan do’a Ultah saya yang ke-50, sudah setengah abad, yang sebenarnya jatuh pada hari Senin 15 Mei y.l., tapi baru hari ini saya adakan selamatannya. Semoga Allah meridhoi,

Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.

Jakarta, 19 Mei 2006.
Pengasuh,

KH. AGUS MIFTACH

Ketua Umum Front Persatuan Nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar