Pengajian Kesembilanpuluh Dua (92).
Oleh : KH. Agus Miftach
Assalamu’alaikum War. Wab.
Bismillahirrahmanirrahiem.
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada
kaumnya,”Sesungguhnya Allah menyuruhmu untuk menyembelih seekor sapi betina.”
Mereka (Bani Israil) berkata,” Apakah kamu hendak menjadikan kami sebagai bahan
ejekan ?”. Musa menjawab,”Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah
seorang dari orang-orang yang jahil.” (67). Mereka berkata,”Mohonkanlah kepada
Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu ?”.
Musa menjawab,”Sesungguhnya Allah berfirman, bahwa sapi betina itu ialah sapi
yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu.’ (68). Mereka berkata,”Mohonkanlah kepada Tuhanmu
untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami, bagaimana hakekat sapi betina itu,
karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami, dan sesungguhnya kami,
insya Allah, akan beroleh petunjuk (untuk memperoleh sapi itu).”(70). Musa
berkata,”Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu ialah sapi betina
yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi
tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.” Mereka berkata,”Sekarang barulah
kamu menerangkan hakekat sapi betina yang sebenarnya.” Kemudian mereka
menyembelihnya, dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.(71).”;
Al-Baqoroh 67-71).
Kita akan membahas rangkaian 5 ayat
Al-Baqoroh diatas dengan pendekatan eklektik, dari berbagai perspektif,
antropologis, historiografis, teologis dan psikologis, secara holistis untuk
memperoleh kedalaman dan hikmah yang setinggi-tingginya dari kandungan
ayat-ayat ini.
Pokok Bahasan.
Rangkaian ayat diatas berkaitan sebuah
peristiwa pembunuhan atas seorang Yahudi kaya yang mandul, dan telah menjadikan
anak saudaranya (keponakan) menjadi ahli warisnya. Karena tidak sabar,
keponakan itu membunuh pamannya, kemudian meletakkan mayat pamannya itu didepan
rumah seseorang, yang mengakibatkan ketegangan antara kerabat korban dan
kerabat pemilik rumah yang dituduh membunuh itu. Maka merekapun berperang.
Untunglah terdapat seorang yang berpikiran
bijak diantara mereka yang menasihati mereka,”Mengapa kalian saling membunuh, padahal kita punya Rasul.”
Maka merekapun menemui Musa a.s dan mohon petunjuknya atas perkara tersebut.
Musa berkata,”Sesungguhnya Allah menyuruhmu untuk menyembelih seekor sapi
betina”. Perintah yang dianggap tidak masuk akal itu, segera saja dibantah oleh
Bani Israil,”Apakah kamu hendak menjadikan kami sebagai bahan ejekan ?”. Musa
menjawab,”Aku berlindung kepada Allah dari perbuatan bodoh”.
Ubaidah r.a. berkata :”Seandainya mereka
tidak mencela, niscaya cukup memadai sapi yang sederhana saja sebagaimana bunyi
perintah-Nya. Namun mereka mempersulit, maka Allah-pun mempersulitnya setara
dengan perilaku mereka. Akhirnya dengan susah payah mereka mendapatkan sapi
dengan berbagai ciri seperti pada rangkaian ayat-ayat diatas dari seseorang
yang hanya memiliki seekor sapi seperti itu yang menjadi kesayangannya
sehari-hari dan tidak pernah dipekerjakan sebagaimana layaknya sehingga
benar-benar sehat, tanpa cacat dan tanpa belang, dan hanya itulah satu-satunya
sapi miliknya.
Sang pemilik sapi betina yang istimewa dan
berwarna mulus kuning keemasan itu
berkata,”Demi Allah harga sapi ini tidak boleh kurang dari harga emas sepenuh
kulitnya.” Merekapun terpaksa membayar harga yang sangat mahal itu.”. Dan
hampir mereka tidak menyembelih sapi itu, dikarenakan niat mereka yang
sebenarnya hanya mau mempermainkan Musa belaka. Tapi keluarga korban mendesak,
maka sapi itupun kemudian disembelih, dan diambil sepotong bagian tubuhnya
dipukulkan kepada mayat korban yang secara ajaib hidup kembali. Kepadanya
ditanyakan siapa yang membunuhnya. Korban itu menunjuk keponakannya,”Orang ini
yang membunuh saya”. Kemudian korban itu terkulai, mati lagi. Maka si pembunuh
tidak diberi harta warisan sedikitpun. Dan sejak itu seorang pembunuh tidak
berhak mendapatkan warisan.”
Narasi jumhur mufassirin tsb, sangat
dipengaruhi cerita-cerita Bibel yang sudah banyak mengalami penyesuaian politik
sejak Konsili Nicea 325 M. Hal naïf dari kisah diatas adalah karakteristik
agama Yahudi yang dogmatis tanpa melibatkan proses akal pikiran. Jelas berbeda
dengan Islam yang mementingkan proses akal dan ilmu. Narasi Bibel yang kemudian
banyak diikuti jumhur mufassirin dalam menjelaskan agama Yahudi, selalu
bertumpu pada rejim dogma-dogma yang bertentangan dengan proses akal dan ilmu.
Perlu digarisbawahi bahwa proses akal dan ilmu sangat dimuliakan Allah, dan
menjadi alasan-Nya mengangkat manusia menjadi khalifah di bumi.
Pola dogmatis agama Yahudi menjadikannya
mandeg dan bahkan ditinggalkan sebagian besar Bani Israil yang sebelum
kerasulan Musa a.s. sudah memiliki tingkat peradaban yang cukup tinggi. Kita
harus menelaah lebih dalam hal-hal seperti ini, dari berbagai sumber ilmu
pengetahuan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan dari sekedar bersandar pada
narasi Bibel.
Historiograf
Rasul Agama Yahudi Musa a.s. baru dilahirkan
pada th. 1539 SM. Sedangkan sejarah Kaum Ibrani atau Bani Israil sudah dimulai
sejak Ibrahim a.s. th. 2018 SM, atau semenjak Ya’qub a.s. (Israil) pada th.
1858 SM.
Sejarah Kaum Ibrani berawal dari seorang
laki-laki bernama Tarih dari kota Ur di tanah Khaldea, Ahmad Shalaby
menyebutnya Aur-Khaldan, yang merupakan pusat peradaban “dewa matahari”. Tarih
atau Terah yang disebut Azhar (pembuat patung) adalah seorang penyembah
berhala, dan lebih dari itu dia adalah seniman pembuat patung yang
diperjual-belikan di seantero negeri.
Tarih memiliki tiga orang anak, yaitu Ibrahim,
Nahor dan Haran. Ibrahim menjadi yang istimewa karena berani bangkit
menentang Raja Namrud dan peradaban paganisme Aur-Khaldan yang berakibat lanjut
dengan kepergiannya meninggalkan tanah kelahirannya pada th. 1943 SM, untuk
melakukan pengembaraan bersama keluarga, hamba sahaya dan ternaknya yang
akhirnya berhasil menyeberangi Sungai Eufrat dan Tigris dan sampai di Kana’an
atau Palestina.
Ketika memulai pengembaraannya Ibrahim sudah
berumur 75 th. Ibrahim disertai Luth adik sepupunya dan Sarah istrinya.
Bangsa-bangsa yang sudah ada di Kana’an sebelum kedatangan Ibrahim ialah Kananit,
Moabit, Amalekit dan Amorit yang kesemuanya adalah penyembah berhala
(paganisme). Tetapi kaum Hebrew (Ibrahiem dan kerabatnya) menolak menyembah
berhala, walaupun mereka menghormati keyakinan lain. Pada th. 1918 SM Ibrahim
memperoleh putra dari Sarah, yaitu Ishaq. Selanjutnya pada th. 1858 SM, Ishaq
memperoleh seorang putera, diberi nama Ya’qub yang disebut juga Israil.
Keturunan Israil inilah yang kemudian disebut Bani Israil. Dalam sejarahnya
Kaum Ibrani atau Bani Israil tidak sepenuhnya bersih dari paganisme. Banyak
kompromi yang mereka lakukan. Ini sudah kita bahas pada pengajian-pengajian
terdahulu, dan lebih kita dalami lagi pada kesempatan ini.
Dari Qabala hingga Bildelberg
Sepanjang sejarahnya yang 4000 th itu, system
spiritual Bani Israil terbentuk dari perpaduan monotheisme Ibrahim dengan
segala komprominya sebagai keniscayaan. Sebagai ajaran, agama Ibrahim hanya
berisi azas-azas yang sederhana, belum berbentuk system Syari’at yang lengkap
yang baru ada dizaman kerasulan Musa a.s. Dimasa Ya’qub dan Yusuf bentuk
kompromi itu melembaga dalam peradaban Fir’aun Futi Faragh (Dinasti Amalik) di
Mesir.
Ketika Fir’aun Dinasti Amalik yang penjajah
itu tumbang, dan digantikan oleh Fir’aun Ahmez yang pribumi itu, Bani Israil
yang merupakan bagian dari kekuasaan lama ditindas, terutama pada masa Ramses
II. Maka diutuslah Musa a.s. untuk menyelamatakan Bani Israil. Dimasa itu
peradaban Qabala sudah kuat berakar dalam kebudayaan sinkretisme Bani Israil.
Maka sukar bagi kejiwaan mereka untuk menerima ajaran Musa yang semata-mata
dogmatis itu.
System Qabala terus melekat sepanjang sejarah
Bani Israil hingga masa sekarang. Mereka mengadops ajaran Taurat kedalam
sinkretisme Qabala. Menurut Harun Yahya (2003) itulah sebenarnya Judaism.
Seperti telah diterangkan dalam pengajian terdahulu Sistem Qabala memperoleh
bentuknya yang modern pada abad ke 6 SM dalam masa pembuangan di Babilonia.
Dalam perjalanan sejarahnya sistem Qabala terutama Ordo Putih yang menjadi
induk peradaban, berhasil meletakkan dasar bagi peradaban Judeo-Griko yang
melahirkan peradaban Barat modern.
Qabala dalam bentuknya yang lebih modern
tercapai pada abad ke 18 oleh Adam Weishaupt dalam bentuk gerakan
“Illuminati-Freemasonry” yang terus belangsung hingga masa sekarang. Inti dari
Illuminati-Freemsonry disebut Bildelberg yang merupakan kelompok
pemimpin tertinggi yang mengendalikan seluruh gerakan dan keuangan organisasi.
Diantara anggota Bildelberg itu ialah :
1.
Allaire,
Paul Arthur (Xerox Corp),
2.
Allison,
Graham Tilery, Jr (Center for National Policy),
3.
Andreas,
Dwayne Orville (Archer Denis Midland Co),
4.
Bartley,
Robert Leroy (Wall Street Journal),
5.
Bergsen,
C. Fred (US Insititute for International Development),
6.
Bowie,
Robert R (Overseas Development Council, Brookings Institute),
7.
Brademas,
John (Texaco),
8.
Brzezinski,
Zbignew (Centre for Strategic and Int’l Studies),
9.
Clinton,
Bill (mantan Presiden AS),
10.
Cooper,
Richard N (Profesor di Harvard University),
11.
Corrigan
E Gerald (Eksekutif Goldman Sachs),
12.
Davis,
Lynn E (Menmud Luar Negeri AS),
13.
Friedman,
Stephen James (Co-Chairman Goldman Sachs),
14.
Friedman,
Thomas L (Kolumnis senior The New York Times),
15.
Foley,
Thomas Stephen (Anggota Kongres AS),
16.
Gorbachev,
Mikhail (mantan Presiden Uni Sovyet)
17.
Holbrooke,
Richard (Dubes Keliling AS),
18.
Kissinger,
Henry Alfred (mantan Menlu AS),
19.
Rockefeller,
David (Chase Manhattan, Exon Oil)
Bildelberg sudah beroperasi di Indonesia
sejak zaman Hindia Belanda dan masih terus berlangsung hingga sekarang. Situasi
negara yang tidak menentu sekarang ini, bukan mustahil bersumber dari persepsi
yang salah atau ketidakfahaman dari pemimpin negara dalam menanggapi aktivitas
tingkat tinggi Bildelberg dan ekstremisme agama yang merebak akhir-akhir ini
yang kemudian menciptakan kutub-kutub keras yang kontra produktif dan
menjerumuskan.
Sekian, saya ucapkan terima kasih atas semua
ucapan selamat dan do’a Ultah saya yang ke-50, sudah setengah abad, yang
sebenarnya jatuh pada hari Senin 15 Mei y.l., tapi baru hari ini saya adakan
selamatannya. Semoga Allah meridhoi,
Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.
Jakarta, 19 Mei 2006.
Pengasuh,
KH. AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar