Pengajian Keseratus Empat Belas (114),
Assalamu’alaikum
War. Wab,
Bismillahirrahmanirrahiem,
“Dan tiada yang lebih dzalim daripada orang
yang merintangi penyebutan nama Allah di masjid-masjidNya dan dia berusaha
menghancurkannya. Mereka tidak layak untuk memasukinya kecuali dengan rasa
takut. Bagi mereka adalah kehinaan dalam kehidupan dunia, dan bagi mereka azab
yang besar pula di akhirat; Al-Baqoroh 114.
Seperti
tradisi pengajian selama ini, kita akan membahas ayat diatas dengan pendekatan
eklektik multiperspektif, baik dari perspektif teologis, antropologis,
maupun historiografis dan psikologis,
secara holisits, untuk memperoleh kajian yang komprehensif dan mencapai hikmah
yang setinggi-tingginya dari kandungan ayat ini.
Pokok
Bahasan
Ibnu
Katsir dan Jalalain menerangkan bahwa para mufassir berikhtilaf (berbeda
pendapat) mengenai penafsiran ayat ini. Sebagian mufassir berpendapat ayat ini
berkaitan dengan peristiwa yang terjadi di Baitul Maqdis (Haekal Sulaiman) di
Jerusalem, sebagian lagi berpendapat berkaitan dengan Masjidil Haram di Mekah.
Dalam kaitan dengan pendapat pertama Ibnu Katsir mengemukakan, “yang dimaksud
orang-orang yang merintangi masuk ke masjid-masjid Allah dan mereka berusaha untuk merobohkannya”,
ialah ‘kaum Nasrani yang membantu
Bukhtunnashr dalam merobohkan Baitul Maqdis. Ini jelas pendapat yang
keliru, yang dimaksud Bukhtunnashr adalah Nebukadnezar
kaisar Babilonia yang meruntuhkan Jerusalem
dalam dua kali penyerbuan, yaitu pada th. 597 SM dan pada th. 586 SM. Semua tentu
mafhum bahwa pada masa abad ke 6 SM itu Nabi Isa belum lahir dan tentu saja
belum ada agama Nasrani. Jadi bagaimana mungkin ada kaum Nasrani yang membantu
Bukhtunnashr ?
Sementara
itu Jalalain berspekulasi dalam dua peristiwa, yaitu, “orang-orang Romawi yang
telah merobohkan Baitulmaqdis atau orang-orang musyrik Mekah yang menghalangi
Nabi saw ketika mengunjungi Baitullah pada masa perjanjian Hudaibiah”.
Tentang
orang-orang Romawi, sejarah mencatat Panglima Titus (kemudian menjadi kaisar
79-81 M) menghadapi pemberontakan total kaum fundamentalis Yahudi pada th.
65-75 M yang memusatkan seluruh perlawanan heroik terakhir mereka di Haekal
Sulaiman (Baitul Maqdis) di bukit Zion .
Panglima Titus yang berkesimpulan bahwa sumber kekuatan Yahudi adalah Haekal
Sulaiman, pada th. 70 M menghancurleburkan
Haekal Sulaiman secara total, hingga tinggal puing belaka.
Adapun
mengenai pendapat kedua yang berkaitan dengan Masjidil Haram di Mekah, Ibnu Abu
Hatim mengemukakan, “bahwa orang-orang Quraisy melarang Nabi saw mengerjakan
sholat disisi Ka’bah Masjidil Haram, maka turunlah ayat,’Dan tiadalah yang lebih dzalim daripada orang yang menghalang-halangi
menyebut nama Allah dalam masjid-masjidNya..’ sampai akhir ayat Al Baqoroh
114. Ibnu Jarir dari Ibnu Zaid mengatakan, “ayat ini turun mengenai orang-orang
muysrik, yakni ketika mereka menghalangi Rasulullah saw memasuki Mekah pada
masa berlakunya perjanjian Hudaibiah’.
Jumhur
mufassirin berpendapat bahwa, yang dimaksud lafadh “wa man adhlamu …hingga ……wa
sa’aa fie khorobihaa” : “Dan tiadalah yang lebih dzalim……hingga…..berusaha menghancurkan masjid-masjid Allah”
lebih mengacu kepada bangsa Romawi (Panglima Titus th. 70 M) daripada Quraisy
Mekah yang faktanya tidak pernah merobohkan Masjidil-Haram, kecuali hanya
menghalang-halangi peribadatan Rasulullah saw dan kaum Muslimin saja.
Jika
konsisten dengan model penafsiran ini, maka ayat ini mengacu pada penyerbuan
Nebukadnezar kaisar paganis dari Babilonia dan penyerbuan Panglima Titus yang
juga paganis dari Romawi ke Jerusalem, masing-masing pada abad ke 6 SM dan th.
70 M, dan semua perilaku sejenis, termasuk penghancuran masjid-masjid di zaman
modern ini, seperti penghancuran Mesjid-mesjid Ahmadiyah dan Mesjid-mesjid lain
diberbagai wilayah di tanah air dan terakhir penghancuran Masjid di Samarang,
Garut ini tgl. 11-12 Nopember yang lalu. Ayat ini ditutup dengan kalimat, “…lahum fiddunya khizyun wa lahum
fil-akhiroti ‘adzabun ‘adziem(un)” : “Bagi mereka adalah kehinaan dalam
kehidupan dunia , dan bagi mereka adzab yang besar pula di akhirat”. Ini
merupakan pembelaan transcendental bagi kaum yang beriman yang bersujud di
masjid-masjid Allah sekaligus serangan balasan bagi kaum penyerang. Tentu tidak
dapat dipahami begitu saja secara harafiah karena ini menyangkut dunia dan
akhirat, tentu tidak bisa dengan pendekatan logika materiil belaka, tetapi
lebih kepada pendekatan psikologis yang lebih bersifat ruhaniyat atau transenden.
Menghancurkan
Masjidil Aqsha
Baitul
Maqdis (Bait Suci) atau Masjidil Aqsha (Masjid yang jauh) dikalangan Yahudi
disebut Haekal Sulaiman atau Haekal Yahweh, dibangun pada masa kekuasaan Raja
Sulaiman (970-930 SM).
Menurut
peta bumi, wilayah yang dahulu disebut Babilonia itu sekarang adalah Irak.
Babilonia yang waktu itu merupakan imperium dunia yang terkuat dipimpin oleh
Kaisar Nebukadnezar yang menaklukkan Jerusalem dan menjarah
serta menghancurkan Masjidil Aqsha pada abad ke 6 SM dalam dua kali penyerbuan
seperti diterangkan didepan. Artinya ras yang kemudian dapat kita sebut sebagai
Arab-Parsi yang mayoritasnya kini menganut agama Islam, 2600 th y.l pernah
menghancurkan Masjidil Aqsha. Pada zaman itu, Babilonia menganut paganisme
agama matahari dengan tuhan tertingginya Dewa Marduk. Maka pada abad ke 6 SM itu bergema di seluruh Babilon,
bahwa Marduk telah mengalahkan Yahweh tuhan Bani Israil. Jika kita menganut aliran pemikiran
jumhur mufassirin diatas, maka adzab yang menimpa bangsa Irak sekarang ini
tidak terlepas dari tindakan bangsa itu menghancurkan Masjidil Aqsha 2600 th
y,l yang dijanjikan azab dunia dan akherat oleh ayat didepan.
Selama
lebih 500 th upaya untuk mengembalikan keagungan Haekal Sulaiman atau Masjidil Aqsha
oleh berbagai pemuka Bani Israil di Jerusalem mengalami kegagalan. Baru pada
akhir abad ke 1 SM, ketika Jerusalem
diperintah oleh Herod the Great (37-4
SM) Gubernur Yudea bentukan Romawi, Masjidil Aqsha memperoleh keagungannya
kembali, meski tanpa Tabut Perjanjian yang lenyap sejak penyerbuan pertama
Nebukadnezar pada th. 597 SM.
Kemunculan
Yesus Al-Masih a.s.
Yesus
Al-Masih a.s. menyatakan Yahweh akan membangun Haekal (Masjid) baru di Jerusalem di mana Dia akan
disembah semua bangsa. Yesus menafikkan kemegahan Masjidil-Aqsha yang dibangun Herodes dan akan
menggantikannya dengan sebuah tempat yang kudus yang tidak dibuat oleh tangan
manusia. Ini menyulut ketegangan antara Herodes dan Romawi disatu pihak versus Yesus
Al-Masih dan para muridnya dilain pihak, yang berpuncak pada perintah Penguasa
Romawi di Jerusalem Pontius Pilatus untuk
menangkap Yesus dan membiarkan para muridnya pada hari pertama festival Sukkoth (hari raya Yahudi). Tuduhan
bahwa Yesus bermaksud menghancurkan Baitul Maqdis (Bait Suci) tidak terbukti
sehingga dicabut. Adalah Kafayas yang
berhasil meyakinkan tuduhan blasphemy
(penghujatan) yang mengantarkan Yesus ke tiang Salib. Pilatuslah yang
memerintahkan Yesus memanggul salibnya dari Praetorium
ke bukit Golgotha
(tempat tengkorak) untuk kemudian dieksekusi disana bersama kedua bandit.
Adalah Yusuf dari Arimatea anggota Sandherin (konsili para
pendeta Yahudi) yang mendapat izin dari Pilatus
untuk mengubur Yesus di sepulchers
(makam gua) yang menjadi milik pribadinya yang baru dibuatnya yang dilaksanakan
dengan tergesa-gesa segera setelah hari Sabbath dengan upacara sederhana
menurut tradisi Yahudi. Betapapun Yesus
adalah bangsawan Yahudi. Ternyata masalah tak berakhir disini, timbul rumor
dikalangan para murid dan kerabatnya bahwa Yesus bangkit dari kematian sebagai Mesiah bagi penebusan dosa yang akan
datang. Kematian yang memalukan di kayu salib berganti dengan kisah transenden
seorang Mesiah agung yang menyelamatkan manusia dari dosa. Banyak yang percaya
dan menjadi pengikut keyakinan itu,bahkan Gamaliel
seorang tokoh Sandherin mengakui gerakan para pengikut Yesus sebagai
“gerakan otentik Yahudi”. Para murid Yesus tetap beribadah dalam lingkup agama
Yahudi, mereka tidak mendirikan agama baru. Tetapi keharmonisan ini tidak
berlangsung lama, pada th. 36 M seorang pemimpin kharismatis Yahudi diaspora
dari Yunani Stefanus tiba di Jerusalem . Ia menyampaikan
khotbahnya yang hebat di Baitul Maqdis yang menimbulkan kegemparan besar di Jerusalem yang kemudian
diabadikan oleh para pengikut Yesus sebagai Act
of the Apostles (Kisah para Rasul). Terjadi bentrokan antara Stefanus
dengan Sandherin yang berakhir dengan perajaman Stefanus hingga mati dan
pengusiran para pengikut Yesus keluar dari Jerusalem . Dalam pelarian di Antiokhia-lah pertama kali pengikut
Yesus disebut Kristen karena di kota
itulah pertama kali mereka menyebut Yesus sebagai Christos. Di kota ini pula seorang
Yahudi diaspora Paulus dari Tarsus yang sangat
menentang gerakan orang-orang Kristen beralih menjadi pendukung karena visi
transenden (kasyaf) yang diterimanya yang sekaligus mengubah teologi
kekristenan yang berbeda dari para murid tradisional Yesus. Konsep Paulus
memberikan cetak biru bagi teologi revisionis Kristen yang lebih modern. Sempat
terjadi bentrokan antara pengikut Paulus sang Musafir dengan sekte ortodoks
pimpinan James the Tzaddik yang
berpangkalan di Masjidil-Aqsha. Namun ajaran Paulus yang lebih hakiki tanpa
keterikatan jasmaniah dengan gereja atau tempat suci manapun secara fisik,
menjadikannya lebih memiliki daya magnetic daripada gerakan ortodoks yang
berinduk di Baitul-Maqdis dengan simbol-simbol materiil Yahudi lama.
Pada
th. 58 M Paulus tiba di Masjidil-Aqsha pada masa Festival Pantekosta yang
seperti kehadiran Yesus dan Stefanus dirasakan sebagai ancaman politik, maka
segera menyulut kerusuhan yang direkayasa yang mengakibatkan dia ditangkap oleh
penguasa Romawi dan meninggal dalam penyiksaan dalam masa kekuasaan kaisar Nero
pada th. 64. Paulus dianggap telah membahayakan kesucian Baitul Maqdis di bukit
Zion . Namun
ajarannya kemudian berkembang menjadi mainstream bagi kebenaran visi-kekristenan dikalangan Yahudi
diaspora dan kemudian non-Yahudi diseluruh dunia dan menjadi dasar klaim atas
Baitul Maqdis dikemudian hari. Jelas tidak ada bukti kaum Nasrani terlibat
penghancuran Masjidil Aqsha seperti disebut-sebut Tafsir Ibnu Katsir tanpa dasar
sama sekali.
Dihancurkan
oleh Romawi.
Pada
th. 41 Kaisar Romawi Gaius Caligula
memerintahkan patungnya didirikan di tempat suci di Jerusalem , yakni di Haekal Sulaiman atau di
Masjidil Aqsha, yang mendapat tantangan keras dari masyarakat Yahudi. Caligula
mengancam akan menawan seluruh Yahudi Jerusalem, yang dijawab Yahudi dengan
tidak menuai hasil panen agar Romawi tidak bisa memungut pajak. Bani Israil
penuh keyakinan Yahweh menyertai mereka membela kesucian Baitul Maqdis dari
penodaan oleh Caligula. Faktanya Gaius Caligula terbunuh di Roma. Untuk
meredakan ketegangan ini, Claudius
pengganti Caligula menunjuk cucu laki-laki Herodes, Agrippa menjadi Raja Yudea yang memerintah dengan cukup baik. Pada
th. 44 Agrippa wafat dan digantikan putranya Agrippa II yang masih anak-anak. Romawi mengirim seorang procurator sebagai pelaksana
administrasi yang lebih berkuasa, yang banyak ditentang kalangan Yahudi. Pada
th. 62 terjadi bentrokan antara tentara Romawi dengan Yahudi partisan pro
kemerdekaan yang mengakibatkan 5000 tentara Romawi asal Syria terbunuh di Emmaus. Munculnya
pemimpin radikal Zelot menciptakan
situasi eksplosif di Jerusalem .
Dalam masa itu juga terjadi ketegangan antara kalangan Kristen Yahudi dengan
Ortodoks Yahudi. Bahkan pada th. 62 pemimpin Kristen-Yahudi James the Tzaddik
di hukum mati oleh imam tinggi Sandherin dengan alasan melanggar hukum Romawi.
Akibatnya kaum Kristen-Yahudi eksodus meninggalkan Jerusalem . Setelah itu kaum Yahudi membangun
tembok benteng di Bezetha dan persiapan melawan Romawi berada pada kesiagaan
tertinggi. Th. 67 Jenderal Vaspasianus panglima
Romawi yang tercakap tiba di Yudea atau yang sekarang dikenal sebagai Palestina
dan secara sistematis melumpuhkan kantung-kantung
resistansi di Galilea. Th. 70 Jenderal Vaspasianus
diangkat menjadi Kaisar Romawi, dan sebelum kembali ke Roma ia meninggalkan
putranya Jenderal Titus untuk
menangani “Jewish War” (Perang
Yahudi). Februari 70 Titus memulai serangan besar ke Jerusalem . Yahudi yang terpukul diseluruh medan pertempuran pada
bulan Mei memusatkan kekuatannya di Masjidil Aqsha atau Baitul Maqdis. Juli 70
setelah merebut Antonia, pasukan Titus membombardir Masjidil Aqsha. Pada 6
Agustus 70, Zelot dan pasukan fundamentalisnya sudah hampir binasa di Baitul
Maqdis. Pada 28 Agustus pasukan Jenderal Titus mendobrak
bagian bagian terdalam dari Masjidil Aqsha yang mendapat perlawanan
hebat dari 6000 tentara partisan Yahudi yang bertekad membela kesucian Masjidil
Aqsha sampai mati (syahid) (vide, Dio Cassius w.230). Ketika sudah terkepung
total para mujahid Yahudi itu tetap menolak menyerah dan mereka rela mati
syahid hangus terbakar bersama berkobarnya Masjidil Aqsha yang dibakar ludes
oleh pasukan Jenderal Titus. Panglima Titus memerintahkan penghancuran semua
yang tersisa dari Masjidil Aqsha, namun satu bagian, yaitu Tembok Barat yang disebut Devir
atau the Holy of Holies yang merupakan
symbol kehadiran ilahi masih berdiri, diantaranya terdapat pula Batu Karang
Suci Ya’qub (Matzevot) yang konon menjadi tangga Mi’raj Rasulullah saw pada th.
621 M yang kemudian dididirkan bangunan indah diatasnya oleh Khalif Abdul Malik
al Marwan al-Umayyah (685-780) yang disebut Qubbet
as-Sakhra atau Dome of the Rock (Kubah
Karang), yang disucikan baik oleh kaum Muslimin maupun kaum Yahudi. Jadi jelas
yang pernah membinasakan Masjidil Aqsha adalah bangsa Babilonia
(Arab-Irak/paganis) dan Romawi (Eropa/paganis), para penyembah berhala yang
menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Nah,
jenis itu pulalah yang menghancurkan masjid-masjid kaum Muslimin termasuk
masjid Samarang,Garut di zaman ini. Allah akan membalasi mereka seperti
janjiNya pada ayat ini. Allah tidak pernah mengingkari janjiNya. Ied Mubarak,
Syawal 1427 H, mohon maaf lahir dan batin. Terima Kasih.
Birrahmatillahi
Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum
War. Wab.
Garut,
19 Nopember 2006.
Pengasuh,
KH.
AGUS MIFTACH
Ketua
Umum Front Persatuan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar