11.7.17

Pengajian Kesembilanpuluh (90),






Pengajian Kesembilanpuluh (90),

Assalamu’alaikum War. Wab.
Bismillahirrahmanirrahiem,





“Dan sesunguguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar diantaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka, “Jadilah kamu kera-kera yang hina ! “. ; Al-Baqoroh : 65.

Kita akan melakukan pembahasan eklektik terhadap ayat didatas, sesuai tradisi kita selama ini dengan berbagai perspektif yang berkaitan secara holistis untuk mencapai hikmah dan pemahaman secara utuh dan menyeluruh.

Pokok Bahasan

Berdasarkan  hukum Taurat, orang Yahudi dilarang melakukan pekerjaan duniawi, termasuk berniaga, mencari nafkah dsb, pada hari Sabtu atau hari Sabbath yang merupakan hari peribadatan mereka. Pada hari Sabbath Bani Israil diperintahkan untuk sepenuhnya beribadah kepada Allah semata. Bagi kaum  Yahudi penduduk pantai Elia atau Ayilah ini merupakan ujian yang berat, karena mata pencaharian utama mereka adalah menangkap ikan dimana ikan-ikan itu ramai bermunculan hanya pada hari Sabtu. Sebagian dari mereka mensiasati perintah itu dengan tetap memasang jala, kail dan perangkap (pada Jumat malam), sehingga pada hari Sabtu mereka tetap memperoleh hasil tangkapan ikan, dan mereka baru mengambilnya pada Sabtu malam atau malam Ahad. Dari sudut logika  duniawi perbuatan mereka tidak terlalu salah, namun para mufassirin menerangkan Allah tidak meridhoi pensiasatan seperti itu. Allah mengadzab mereka dengan mengubah mereka menjadi kera. Tentang hal ini jumhur mufassirin berpendapat bahwa mereka diubah Allah menjadi kera dalam arti yang sebenarnya. Mereka hidup selama tiga hari tanpa minum, makan dan tidak beranak, setelah itu mati.
Tetapi Tafsir Al-Manar berpendapat bahwa  perubahan fisik menjadi kera itu sulit diterima akal sehat, walaupun Allah kuasa melakukannya. Merubah manusia menjadi hewan sebagai hukuman tidak sesuai dengan Sunnatullah yang menempatkan manusia sebagai makhluk yang mulia.
Menurut Mujahid r.a. diriwayatkan Ibnu Jarir : “Rupa mereka tidak ditukar rupa kera, tetapi hati, jiwa dan sifat mereka diubah seperti kera, sehingga mereka tidak dapat menerima pengajaran dan tidak dapat memahami ancaman” (HR Ibnu Jarir dari Ibnu Hatim dari Mujahid).
Baik Al-Manar maupun Ibnu Katsir lebih merujuk kepada pendapat Mujahid. Artinya mereka (Kaum Yahudi Elia) mengalami regresi atau kemunduran mental menjadi seperti hewan yang secara instinktif hanya mengedepankan hawa nafsu semata dan mengabaikan nilai-nilai moral dan kemanusiaan.

Tetapi kisah yang diungkapkan para mufassirin diatas menggambarkan pola keagamaan dan ritualitas Yahudi yang ekstrem yang tidak memberi peluang kepada akal sehat. Semata-mata harus ta’at tanpa hak penggunaan akal pikiran untuk maksud-maksud yang juga sah, seperti mencari nafkah yang dalam Islam bahkan termasuk dalam pengertian ibadah. Dilihat dari pola yang diterangkan para mufassirin diatas, dapat dimengerti jika “Agama Yahudi” atau “Perjanjian Lama”  dalam istilah Bibel, mengalami kegagalan, oleh karena bertentangan dengan akal sehat. Dalam hal ini para mufassir banyak dipengaruhi cerita-cerita Bibel. Dilihat dari  historiografi dan antropologi, maka Islam merupakan reformasi dan penyempurnaan dari semua kegagalan agama samawi dengan mendekatkan pola dogma dengan akal sehat, sehingga tercapai keseimbangan antara duniawi dan ukhrowi. Inilah yang dimaksud Islam sebagai agama yang sempurna.

Peradaban Judeo-Griko.

Organisasi Yahudi yang tertua adalah Ordo Qabala yang dibentuk kalangan Yahudi ketika di pembuangan Babilonia sekitar 2600 th yang lalu. Ordo Qabala merupakan manifestasi percampuran Taurat dengan Sihir-Pharao’s, merupakan sinkretisme agama samawi dengan agama bumi (paganisme Mesir) yang melahirkan budaya musyrik (polytheism) yang berkembang luas dikalangan Bani Israil di Mesir sejak 4 abad sebelum Eksodus. Itulah yang kemudian menjadi dasar Judaism. Sejarah Bani Israil mencatat adanya tiga Ordo Qabala, yaitu Qabala Hijau, Qabala Kuning dan Qabala Putih. Yang paling menarik dari ketiganya adalah Ordo Qabala Putih yang nyaris tidak terdeteksi sebagai Qabalis. Ini Karena sifatnya yang sangat rahasia. Jika ordo lainnya menggelar ritual peribadatan, maka Ordo Qabala Putih lebih menekankan kepada misi politik. Misi ajaran Qabala ditempatkan dibawah permukaan dan sangat halus. Merekalah yang pertama kali merumuskan misi Qabala sebagai gerakan untuk menentukan jalannya peradaban umat manusia, yang kemudian diterjemahkan oleh Adam Weishaupt pada abad ke-18 dengan Illuminaiti Bavaria-nya sebagai “Novus Ordo Seclorum (Tata Dunia Baru) dan E Pluribus Unum (Pemerintahan Tunggal Dunia)” yang sudah banyak kita bahas pada pengajian-pengajian terdahulu.
Ordo Qabala Putih ini diduga yang menciptakan aksara Yunani “politik” dalam pengertiannya seperti yang sekarang kita kenal. Juga aksara theosufi, filosufi, dan dari logi itulah lahir para filosuf besar seperti Socrates, Plato dsb, yang pikiran-pikirannya sudah pernah kita bahas dalam pengajian-pengajian terdahulu. Qabala Putih juga menjadi cikal bakal system pemerintahan, militer, pendidikan, pembentukan sekte-sekte agama, ras-diskriminasi, chauvinisme, segregasi dan hierarchie. Maka Ordo Qabala Putih sesunguhnya merupakan peletak dasar peradaban Judeo-Griko yang menjadi dasar peradaban Barat modern. Konsili Nicea th. 325 M telah menempatkan agama Kristen dalam format peradaban Judeo-Griko ini. Oleh karena itu berbicara tentang peradaban Barat, maka kita akan menjumpai Yahudi, Kristen dan sekularisme sebagai satu entitas budaya. Konflik-konflik yang ada didalamnya bersifat mikro dan tidak melepaskan ikatan makro sebagai satu entitas budaya Barat, terutama ras kulit putih.

 Arabisme, Islam dan Freemason

Arabisme dan Islam adalah dua entitas yang berbeda. Arabisme diwarnai oleh kebudayaan Semitisme termasuk dalam berbagai corak paganisme sepanjang sejarahnya yang panjang, sejak zaman Ur, Haran, Mesir, Palestina yang tercermin dalam peradaban pagan Quraisy pra-Islam yang juga berpusat di Ka’bah. Betapapun Arabisme dan keturunannya memang mempengaruhi Islam, tetapi jelas bukan bagian dari Syari’at Islam. Islam adalah konsep peradaban tauhid sebagaimana tertuang dalam Qur’an dan Sunnah. Dalam pelaksanaannya memang dipengaruhi budaya dari masyarakat masing-masing.
Dalam pola konflik yang terjadi dengan Barat, terdapat perspektif Islam dan perspektif Arabisme. Kita berpegang pada perspektif Islam dengan netralitas prinsip tauhid sebagai ekuilibrasi tertinggi. Perjuangan untuk kemerdekaan Palestina bersifat Arabisme tetapi mengandung makna universal, karena kemerdekaan adalah hak semua bangsa. Tetapi perjuangan untuk pembebasan Al-Quds bersifat Islami, karena menyangkut tempat suci Kaum Muslimin. Tetapi di lokasi yang sama terdapat pula tempat suci umat Yahudi dan umat Nasrani. Allah menjadikannya demikian. Apakah benar penyelesaiannya adalah berperang dan saling membunuh yang kenyataannya justru tidak menghasilkan penyelesaian apapun, selain perang itu sendiri yang terus berkepanjangan.
Dalam beberapa pengajian terdahulu sudah sering saya ungkapkan bahwa ketiga agama samawi, Islam, Yahudi dan Nasrani memiliki tiga kesamaan, yaitu Tuhan yang sama, Sejarah yang sama dan Kitab yang sama. Adanya perbedaan bersifat cabang, bukan pokok. Mestinya terdapat banyak ruang bagi konflik Jerusalem untuk mencapai titik temu. Jika masalah ini dapat terpecahkan dengan konvergensi spirit tauhid yang ada dalam ketiga agama samawi, maka perang peradaban dan perang dunia ke III yang diramalkan Huntington dan direncanakan Albert Pike terjadi pada awal abad 21, tidak akan terjadi. Karena sesungguhnya akar konflik ada di Jerusalem.

Tentang pola konflik sektarianisme yang merebak di India dan Indonesia, merupakan scenario Global-Freemasonry dalam rangka fragmentasi agama-agama yang sudah kita kenali dengan baik melalui bahasan-bahasan sebelumnya. Untuk Indonesia, harus disegarkan kembali faham multikulturisme Pancasila yang menempatkan warganegara sebagai multiculture-citizen. Meskipun Pancasila juga berasal dari peradaban Judeo-Griko, tetapi sudah menjadi milik bangsa kita. Bagi Ummat Islam sudah merupakan aqad mu’ahadah al-ijtima’iyyah (kontrak sosial) yang melahirkan Bangsa Indonesia, maka wajib mempertahankannya. Kekeliruan dalam mengamandemen UUD 1945 menjadi bentuk UUD seperti sekarang ini harus segera disadari elit bangsa agar kita tidak terjerumus kedalam kehancuran. Harus diingat bahwa Novus Ordo Seclorum dan E Pluribus Unum bermaksud menghancurkan tatanan pasca Perang Dunia ke II yang dianggap sudah out of date, dan merupakan tahapan yang sudah harus dilalui untuk mencapai tahapan yang lebih tinggi dengan menghapuskan tradisi lama negara-negara bangsa, termasuk agama dan kebanggaan nasional. Untuk digantikan dengan peradaban baru yang merupakan tahapan lebih modern dari Judeo-Griko atau pasca-modernitas yang membawa dunia pada entitas tunggal seperti lirik lagu Imagine mendiang John Lenon yang merupakan duta-freemason. Liga Bangsa-bangsa, Perserikatan Bangsa-bangsa adalah langkah-langkah besar yang mereka tempuh dan akhirnya nanti Persatuan Dunia dalam satu tatanan dan pemerintahan tunggal yang dikuasai kaum-Qabalis modern. Itulah Novus Ordo Seclorum dan E Pluribus Unum yang pada dasarnya merupakan puncak pencapaian materialism sebagai mainstream peradaban dunia. Sekian, terima kasih.

Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.

Jakarta, 5 Mei 2006.
Pengasuh,



KH. AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar