Pengajian
Kesembilanpuluh (90),
Assalamu’alaikum
War. Wab.
Bismillahirrahmanirrahiem,
“Dan sesunguguhnya telah kamu
ketahui orang-orang yang melanggar diantaramu pada hari Sabtu, lalu Kami
berfirman kepada mereka, “Jadilah kamu kera-kera yang hina ! “. ; Al-Baqoroh :
65.
Kita
akan melakukan pembahasan eklektik terhadap ayat didatas, sesuai tradisi kita
selama ini dengan berbagai perspektif yang berkaitan secara holistis untuk
mencapai hikmah dan pemahaman secara utuh dan menyeluruh.
Pokok
Bahasan
Berdasarkan hukum Taurat, orang Yahudi dilarang melakukan
pekerjaan duniawi, termasuk berniaga, mencari nafkah dsb, pada hari Sabtu atau
hari Sabbath yang merupakan hari peribadatan mereka. Pada hari Sabbath Bani Israil
diperintahkan untuk sepenuhnya beribadah kepada Allah semata. Bagi kaum Yahudi penduduk pantai Elia atau Ayilah ini
merupakan ujian yang berat, karena mata pencaharian utama mereka adalah
menangkap ikan dimana ikan-ikan itu ramai bermunculan hanya pada hari Sabtu.
Sebagian dari mereka mensiasati perintah itu dengan tetap memasang jala, kail
dan perangkap (pada Jumat malam), sehingga pada hari Sabtu mereka tetap
memperoleh hasil tangkapan ikan, dan mereka baru mengambilnya pada Sabtu malam
atau malam Ahad. Dari sudut logika
duniawi perbuatan mereka tidak terlalu salah, namun para mufassirin
menerangkan Allah tidak meridhoi pensiasatan seperti itu. Allah mengadzab
mereka dengan mengubah mereka menjadi kera. Tentang hal ini jumhur mufassirin
berpendapat bahwa mereka diubah Allah menjadi kera dalam arti yang sebenarnya. Mereka
hidup selama tiga hari tanpa minum, makan dan tidak beranak, setelah itu mati.
Tetapi
Tafsir Al-Manar berpendapat bahwa
perubahan fisik menjadi kera itu sulit diterima akal sehat, walaupun
Allah kuasa melakukannya. Merubah manusia menjadi hewan sebagai hukuman tidak
sesuai dengan Sunnatullah yang menempatkan manusia sebagai makhluk yang mulia.
Menurut
Mujahid r.a. diriwayatkan Ibnu Jarir : “Rupa mereka tidak ditukar rupa kera,
tetapi hati, jiwa dan sifat mereka diubah seperti kera, sehingga mereka tidak
dapat menerima pengajaran dan tidak dapat memahami ancaman” (HR Ibnu Jarir dari
Ibnu Hatim dari Mujahid).
Baik
Al-Manar maupun Ibnu Katsir lebih merujuk kepada pendapat Mujahid. Artinya
mereka (Kaum Yahudi Elia) mengalami regresi atau kemunduran mental menjadi
seperti hewan yang secara instinktif hanya mengedepankan hawa nafsu semata dan
mengabaikan nilai-nilai moral dan kemanusiaan.
Tetapi
kisah yang diungkapkan para mufassirin diatas menggambarkan pola keagamaan dan
ritualitas Yahudi yang ekstrem yang tidak memberi peluang kepada akal sehat.
Semata-mata harus ta’at tanpa hak penggunaan akal pikiran untuk maksud-maksud
yang juga sah, seperti mencari nafkah yang dalam Islam bahkan termasuk dalam
pengertian ibadah. Dilihat dari pola yang diterangkan para mufassirin diatas,
dapat dimengerti jika “Agama Yahudi” atau “Perjanjian Lama” dalam istilah Bibel, mengalami kegagalan,
oleh karena bertentangan dengan akal sehat. Dalam hal ini para mufassir banyak
dipengaruhi cerita-cerita Bibel. Dilihat dari
historiografi dan antropologi, maka Islam merupakan reformasi dan
penyempurnaan dari semua kegagalan agama samawi dengan mendekatkan pola dogma
dengan akal sehat, sehingga tercapai keseimbangan antara duniawi dan ukhrowi.
Inilah yang dimaksud Islam sebagai agama yang sempurna.
Peradaban
Judeo-Griko.
Organisasi
Yahudi yang tertua adalah Ordo Qabala yang dibentuk kalangan Yahudi ketika di
pembuangan Babilonia sekitar 2600 th yang lalu. Ordo Qabala merupakan
manifestasi percampuran Taurat dengan Sihir-Pharao’s, merupakan sinkretisme
agama samawi dengan agama bumi (paganisme Mesir) yang melahirkan budaya musyrik
(polytheism) yang berkembang luas dikalangan Bani Israil di Mesir sejak 4 abad
sebelum Eksodus. Itulah yang kemudian menjadi dasar Judaism. Sejarah Bani
Israil mencatat adanya tiga Ordo Qabala, yaitu Qabala Hijau, Qabala Kuning dan
Qabala Putih. Yang paling menarik dari ketiganya adalah Ordo Qabala Putih yang
nyaris tidak terdeteksi sebagai Qabalis. Ini Karena sifatnya yang sangat
rahasia. Jika ordo lainnya menggelar ritual peribadatan, maka Ordo Qabala Putih
lebih menekankan kepada misi politik. Misi ajaran Qabala ditempatkan dibawah
permukaan dan sangat halus. Merekalah yang pertama kali merumuskan misi Qabala
sebagai gerakan untuk menentukan jalannya peradaban umat manusia, yang kemudian
diterjemahkan oleh Adam Weishaupt pada abad ke-18 dengan Illuminaiti
Bavaria-nya sebagai “Novus Ordo Seclorum (Tata Dunia Baru) dan E Pluribus Unum
(Pemerintahan Tunggal Dunia)” yang sudah banyak kita bahas pada
pengajian-pengajian terdahulu.
Ordo
Qabala Putih ini diduga yang menciptakan aksara Yunani “politik” dalam
pengertiannya seperti yang sekarang kita kenal. Juga aksara theosufi, filosufi,
dan dari logi itulah lahir para filosuf besar seperti Socrates, Plato dsb, yang
pikiran-pikirannya sudah pernah kita bahas dalam pengajian-pengajian terdahulu.
Qabala Putih juga menjadi cikal bakal system pemerintahan, militer, pendidikan,
pembentukan sekte-sekte agama, ras-diskriminasi, chauvinisme, segregasi dan
hierarchie. Maka Ordo Qabala Putih sesunguhnya merupakan peletak dasar
peradaban Judeo-Griko yang menjadi
dasar peradaban Barat modern. Konsili Nicea th. 325 M telah menempatkan agama
Kristen dalam format peradaban Judeo-Griko ini. Oleh karena itu berbicara
tentang peradaban Barat, maka kita akan menjumpai Yahudi, Kristen dan
sekularisme sebagai satu entitas budaya. Konflik-konflik yang ada didalamnya
bersifat mikro dan tidak melepaskan ikatan makro sebagai satu entitas budaya
Barat, terutama ras kulit putih.
Arabisme, Islam dan Freemason
Arabisme
dan Islam adalah dua entitas yang berbeda. Arabisme diwarnai oleh kebudayaan
Semitisme termasuk dalam berbagai corak paganisme sepanjang sejarahnya yang
panjang, sejak zaman Ur, Haran, Mesir, Palestina yang tercermin dalam peradaban
pagan Quraisy pra-Islam yang juga berpusat di Ka’bah. Betapapun Arabisme dan
keturunannya memang mempengaruhi Islam, tetapi jelas bukan bagian dari Syari’at
Islam. Islam adalah konsep peradaban tauhid sebagaimana tertuang dalam Qur’an
dan Sunnah. Dalam pelaksanaannya memang dipengaruhi budaya dari masyarakat
masing-masing.
Dalam
pola konflik yang terjadi dengan Barat, terdapat perspektif Islam dan
perspektif Arabisme. Kita berpegang pada perspektif Islam dengan netralitas
prinsip tauhid sebagai ekuilibrasi tertinggi. Perjuangan untuk kemerdekaan
Palestina bersifat Arabisme tetapi mengandung makna universal, karena
kemerdekaan adalah hak semua bangsa. Tetapi perjuangan untuk pembebasan Al-Quds
bersifat Islami, karena menyangkut tempat suci Kaum Muslimin. Tetapi di lokasi
yang sama terdapat pula tempat suci umat Yahudi dan umat Nasrani. Allah
menjadikannya demikian. Apakah benar penyelesaiannya adalah berperang dan
saling membunuh yang kenyataannya justru tidak menghasilkan penyelesaian
apapun, selain perang itu sendiri yang terus berkepanjangan.
Dalam
beberapa pengajian terdahulu sudah sering saya ungkapkan bahwa ketiga agama
samawi, Islam, Yahudi dan Nasrani memiliki tiga kesamaan, yaitu Tuhan yang
sama, Sejarah yang sama dan Kitab yang sama. Adanya perbedaan bersifat cabang,
bukan pokok. Mestinya terdapat banyak ruang bagi konflik Jerusalem untuk mencapai titik temu. Jika
masalah ini dapat terpecahkan dengan konvergensi spirit tauhid yang ada dalam
ketiga agama samawi, maka perang peradaban dan perang dunia ke III yang
diramalkan Huntington
dan direncanakan Albert Pike terjadi pada awal abad 21, tidak akan terjadi.
Karena sesungguhnya akar konflik ada di Jerusalem .
Tentang
pola konflik sektarianisme yang merebak di India
dan Indonesia ,
merupakan scenario Global-Freemasonry dalam rangka fragmentasi agama-agama yang
sudah kita kenali dengan baik melalui bahasan-bahasan sebelumnya. Untuk Indonesia ,
harus disegarkan kembali faham multikulturisme Pancasila yang menempatkan
warganegara sebagai multiculture-citizen. Meskipun Pancasila juga berasal dari
peradaban Judeo-Griko, tetapi sudah menjadi milik bangsa kita. Bagi Ummat Islam
sudah merupakan aqad mu’ahadah
al-ijtima’iyyah (kontrak sosial) yang melahirkan Bangsa Indonesia , maka wajib
mempertahankannya. Kekeliruan dalam mengamandemen UUD 1945 menjadi bentuk UUD
seperti sekarang ini harus segera disadari elit bangsa agar kita tidak
terjerumus kedalam kehancuran. Harus diingat bahwa Novus Ordo Seclorum dan E
Pluribus Unum bermaksud menghancurkan tatanan pasca Perang Dunia ke II yang
dianggap sudah out of date, dan merupakan tahapan yang sudah harus dilalui
untuk mencapai tahapan yang lebih tinggi dengan menghapuskan tradisi lama
negara-negara bangsa, termasuk agama dan kebanggaan nasional. Untuk digantikan
dengan peradaban baru yang merupakan tahapan lebih modern dari Judeo-Griko atau
pasca-modernitas yang membawa dunia pada entitas tunggal seperti lirik lagu
Imagine mendiang John Lenon yang merupakan duta-freemason. Liga Bangsa-bangsa,
Perserikatan Bangsa-bangsa adalah langkah-langkah besar yang mereka tempuh dan
akhirnya nanti Persatuan Dunia dalam satu tatanan dan pemerintahan tunggal yang
dikuasai kaum-Qabalis modern. Itulah Novus Ordo Seclorum dan E Pluribus Unum
yang pada dasarnya merupakan puncak pencapaian materialism sebagai mainstream
peradaban dunia. Sekian, terima kasih.
Birrahmatillahi
Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum
War. Wab.
Pengasuh,
KH.
AGUS MIFTACH
Ketua
Umum Front Persatuan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar