Pengajian
Kelimapuluh Tujuh.
“Qooluu
subchaanaka laa ‘ilma lanaa illaa maa ‘allamtanaa innaka
antal-‘aliiemul-chakiem(u)” : “Mereka menjawab : ‘Maha Suci Engkau, tidak ada
yang kami ketahui selain dari apa yang Engkau ajarkan kepada kami;
Sesungguhnyalah Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana’”;
(Al-Baqoroh : 32).
Sebagaimana
lazimnya pengajian kita, pembahasan akan kita lakukan secara eklektik dari
berbagai perspektif untuk mencapai pemahaman yang holistis dan hikmah yang
setinggi-tingginya dari ayat ini.
Pokok
Bahasan.
Ayat
ini masih merupakan rangkaian dengan dua ayat sebelumnya (Al-Baqoroh : 30-31),
yang berisi tentang penciptaan Adam dan fungsinya sebagai khalifah di bumi.
Pada ayat ini para malaikat bertobat mengakui kelemahan
dan kekurangan mereka. Tafsir Jalalain menerangkan, bahwa para malaikat telah
menyadari sepenuhnya tentang pengangkatan Adam a.s. (species homo sapiens)
sebagai khalifah di bumi didasarkan pada Ilmu dan Hikmah Allah Yang Maha Tinggi
dan Maha Sempurna, jauh diluar jangkauan ilmu-pengetahuan yang diberikan Allah
kepada mereka yang bersifat terbatas. Dengan pernyataan ini maka jelaslah apa
yang telah diterangkan oleh Tafsir Ibnu Katsir pada Pengajian ke-55 dan ke-56,
tentang pertanyaan para malaikat, mengapa Allah menjadikan Adam khalifah di
bumi sedangkan dari ras Adam akan berbuat kekacauan dan menumpahkan darah di
bumi ? (Al-Baqoroh : 30). Pertanyaan itu bukan suatu sanggahan atau menentang,
melainkan semata-mata “mohon penjelasan”. Karena sesungguhnya malaikat tidak
akan mampu bersikap, berucap dan bertindak kecuali yang disifatkan dan dijinkan
Allah baginya. Dan, demikianlah kenyataannya setelah Allah memberikan
penjelasan ihwal dimaksud, para malaikat menerimanya dengan penuh ketaatan,
seperti tercermin pada ayat didepan.
Sabda Rasulullah SAW : “….Faya’tuuna
adama fayaquuluuna anta abunnaas(i); kholaqokallaahu biyadihi, wa-asjada laka
malaaikatahu, wa’allamaka asmaa-a kulli syai(in)” : “….Lalu mereka datang
kepada Adam seraya berkata : Engkau adalah bapak manusia, Allah telah
menciptakanmu dengan tangan kekuasaan-Nya. Dia membuat para malaikat bersujud
kepadamu, dan Dia mengajarimu nama-nama seluruh perkara (HR. Bukhari dalam
Tafsir Ibnu Katsir).
Namun
demikian, bagi species manusia yang telah ditinggikan ilmu dan daya akal
pikirannya diatas species malaikat, Allah SWT memperingatkan dengan Firman-Nya
: “wa maa uu-tie-tum-minal’ilmi illaa qoliela(n)” : “dan tidaklah kamu
diberi pengetahuan (tentang ruh) melainkan hanya sedikit” ; (Al-Isra’ : 85).
Maksudnya agar manusia tidak lupa akan asal-usulnya dan perjanjiannya dengan
Allah ketika di alam ruh (Al-A’rof 172, vide Pengajian ke-55 dan ke-56).. Agar
manusia senantiasa menyadari bahwa kekuatan daya akal pikiran dan ilmu
pengetahuan yang dimilikinya bersumber dari qodrat Allah yang menciptakan
dasar-dasar kemampuan origin-species Adam sejak rencana penciptaannya di al-Mala’ul
‘A’la (vide Pengajian ke-55). Dan karunia yang diberikan Allah kepada
species manusia itu sangat sedikit dibanding dengan seluruh Ilmu dan Karunia
Allah Yang Maha Luas, meliputi seluruh alam agnostic dan transenden, dan lebih
luas lagi diluar jangkauan daya akal dan ilmu manusia untuk mengetahui dan
menghitungnya.
Ulasan
Dalam
Pengajian ke-55 dan ke-56, telah kita ungkapkan kesamaan pandangan Judaism,
Nasrani dan Islam dalam visi penciptaan Adam a.s. sebagai “the supreme of
the species” (At-Tien : 4 dan
Kejadian 1 : 26), bahwa manusia dengan segala kelebihannya dari species dan
varietas lainnya adalah mutlak ciptaan Allah dan bertanggung-jawab kepada Allah
dalam semua amal perbuatannya.. Kesamaan yang azasi ini saya sebut sebagai
prinsip “the United of God and the United of Books” (kesamaan Tuhan dan
kesamaan Kitab Suci). Dan prinsip ciptaan itu selanjutnya membentuk disposition
of rigidity (watak asli) agama-agama samawi yang menempatkan nilai-nilai
transcendental sebagai capaian tertinggi. Sejalan dengan itu ketiga agama
samawi mempercayai adanya Hari Kiamat dan Alam Akhirat yang merupakan bagian
dari struktur nilai transcendental.
Namun,
pada kenyataannya kesamaan “world-view” tidak menjamin kedamaian abadi.
Perbedaan peradaban dan budaya antara Muslimin dan Kristian, antara Timur dan
Barat ternyata memberikan celah terjadinya konflik. Tetapi jika dicermati konflik
antara Islam dengan Kristen terdapat unsur rekayasa dari pihak Qabbalist yang
tidak ingin melihat kedamaian diantara para penyembah Allah.
Pada
lintasan abad 12-14, muncul satu figure yang menamakan diri sebagai Ksatria
Kristus dengan nama “Templars “(The Poor Fellow Soldier of Jesus Christ and the Temple of Solomon : Sahabat Miskin, Tentara Jesus
Kristus dan Kuil Solomon), yang muncul sesudah tahun 1118. Kuil Solomon di
masa silam disebut juga Qubbet as Sakhrah atau Dome of the Rock
(Kubah Karang) yang diakui oleh kaum qabbalist sebagai bagian dari kepercayaan
mereka. Islam menolak klaim ini, dan tetap mempercayai Solomon sebagai Nabi
Sulaiman a.s. yang tetap berkhidmat kepada Allah di Jalan Tauchid bukan
qabbalist.
Templars
melegenda di Eropa sebagai Ksatria Suci
pengobar semangat Perang Salib, dan bahkan menyatakan diri sebagai
“Penanggungjawab Suci Perang Salib” untuk menghancurkan muslimin, yang berhasil mendorong seluruh Eropa dan
Timur Tengah terjun kedalam kancah Perang Salib, sebuah perang agama terbesar
sepanjang sejarah dunia yang menggambarkan perpecahan sesama penganut agama
samawi, sesama ummat Allah yang menorehkan luka terdalam yang berbekas pada
peradaban umat manusia hingga hari ini.
Benarkah
Ummat Nasrani dan Ummat Islam memerlukan Perang Salib ? Dan siapakah
sesungguhnya Templars ? Kisah ini sebenarnya sudah pernah kita bahas pada
Pengajian ke-51, sengaja kita angkat kembali untuk bahan renungan ditengah
situasi adu domba antar agama atau antar aliran yang sengaja ditimbulkan pihak tertentu dewasa
ini.
Dalam
“Histoire Le la Magie” (Sejarah Sihir) penulis masyhur Perancis Eliphas
Levi mengungkapkan jati diri
Templars yang jauh dari pengertian Kristiani. Dalam suatu kuil rahasia di
Yerussalem Templars menjalankan praktek upacara sihir penyembahan berhala
Qabbala yang ia pelajari dari seorang rabbi qabbalist-Israili di Palestina yang
bersumber dari system sihir Pharao’s Mesir abad 15 SM. Sumber ini diperkuat
oleh Novelis masyhur Italia Umberto Eco dan penulis masyhur Spanyol Zorah.
Meskipun
menyebut dirinya Tentara Miskin, Templars pertama kali muncul sebagai peziarah
Eropa ke Palestina yang sangat kaya raya. Templars dan 9 pengikut utamanya
adalah pihak yang pertama kali di dunia membuat system cek dan kredit
perbankan.
Th.
1187 Panglima Besar Islam Salahuddin al Ayyubi berhasil membebaskan
Yerussalem setelah memenangkan medan Perang Hattin yang
bersejarah. Utusan qabbalist yang
mengaku sebagai “Ksatria Kristus”
Templars lolos ke Eropa dalam keadaan sekarat. Ia dan para pengikutya
bersembunyi di sebuah kuil rahasia di Provence, Perancis yang sekaligus menjadi
pusat gerakan rahasianya. Dari tempat rahasinya itu Templars menyatakan tidak
mengakui otoritas Paus, dan dalam praktek ritualnya semakin nyata ia mengadopsi
doktrin “qabbalist-Egyptian” yang sengaja dimasukkan kedalam system
Kristen yang mendominasi Eropa. Inilah misi yang sebenarnya, menyesatkan Ummat
Kristen Eropa kedalam system qabbalist-Israili.
Pengaruh
Templars pertama kali meluas di Scotlandia, terutama di kalangan Serikat Buruh
dimana dibentuk organisasi rahasia yang menjadi cikal-bakal organisasi rahasia
“freemasonry” di seluruh Eropa dan Amerika, yang resminya berdiri pada th.
1717. Menurut faham “freemasonry” yang tidak lain adalah “neo-Zionist”, ras
mereka berasal dari origin species yang disebut “Adam-Kadmon” suatu ras
dewa manusia. Menurut mereka hanya ras mereka-lah yang sebenarnya ras-manusia
yang berasal dari Sefiroth (rejim dewa-dewa) yang bersumber dari Ein-Sof
sang penguasa kegelapan yang tunggal, suatu bentuk monotheisme qabbalist dengan
lambang “bintang”, yang dewasa ini disebut “Power of Evolution” yang
dalam system sentral-nya disebut “The Great Archittec Of The Universe”
(Arsitek Agung Semesta Alam). Itulah tuhan berhala mereka, totalitas evolusi
materi dan energi yang mencerminkan hakekat tertinggi materialisme. Menurut
mereka hanya ras merekalah yang memiliki derajat manusia dan berhak memimpin
dunia dan semesta. Manusia diluar ras mereka disamakan dengan binatang dan
disebut “ghoyyin” (Harun Yahya, Global-Freemasonry, Istanbul 2003).
Templars,
reformer agung Masonic itu ditangkap pada th.1307 atas perintah Raja Perancis
dan Sri Paus. Ia di penjara di bawah tanah, tetapi tidak pernah dijelaskan
akhir ajalnya. Namun demikian, pengaruhnya terus berlanjut dan berkembang
radikal di seluruh Eropa pada abad-abad berikutnya, dan setelah berdirinya
negara Amerika Serikat memperoleh kemajuan pesat di dunia. Templars adalah
peletak dasar organisasi neo-Zionist “global-freemasonry” yang tersebar
diseluruh dunia dewasa ini, tidak terkecuali di Indonesia, baik dalam bentuknya
yang tampak maupun yang tidak tampak.
Siapakah
Templars zaman ini ?
Nah,
siapakah Templars di zaman yang dekaden ini ? Yang selalu mendorong-dorong
permusuhan antar ummat beragama dengan berbagai dalih ? Peradaban materialisme
yang berakar pada neo-Zionist telah menjadi mainstream peradaban dunia.
Sepertinya qabbalist-materialism telah menguasai dunia. Namun kenyataannya
nilai-nilai agama tetap merupakan factor dominan budaya manusia di dunia hingga
dewasa ini, inherrent dalam ketidaksadaran kolekif ras manusia. Inilah yang
membuat “global-freemasonry” tidak berhenti bekerja untuk menghancurkan
agama-agama dengan cara mengadu domba, menyesatkan dan menghancurkan dari
dalam. Inilah yang disinyalir para malaikat dalam Al-Baqoroh : 30 : “Qooluu,
ataj’alu fieha mayyufsidu fieha wa-yasfikuddimaa’(u) ?” : “Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah” ?
Tetapi
ras manusia bukan hanya terdiri kaum qabbalist-materialis yang senantiasa
membuat kerusakan dan menumpahkan darah seperti yang terjadi pada “Revolusi
Perancis, Revolusi Komunis, Perang Dunia I dan II”; tetapi juga terdapat kaum
beriman yang senantiasa berkhidmat di Jalan Tauchid sejak Adam, Nuch, Ibrahim,
Musa, Isa hingga Muhammad SAW. Semoga kita termasuk dalam golongan mereka, yang
tak henti-hentinya melakukan ‘amar ma’ruf nahi mungkar’ dan selalu mengajak
manusia hanya menyembah kepada Allah semata; “Laa ilaaha illallaah” (Tidak
ada ada tuhan selain Allah). Mengajarkan kasih kepada Allah dan kasih kepada
sesama. Inilah yang dimaksud dalam Firman Allah (lanjutan ayat diatas) : “Qoola
innie a’lamu maa laa ta’lamuun(a)” : “Tuhan berfirman : Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” ; (Al-Baqoroh : 30).
Sekian,
terima kasih.
Birrachmatillahi
Wabi’aunihi fi Sabilih.
Wassalamu’al;aikum
War. Wab.
Jakarta, 26 Agustus 2005,
Pengasuh,
HAJI
AGUS MIFTACH
Ketua
Umum Front Persatuan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar