Pengajian Keenampuluh
Dua (62).
“Kemudian
Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang” ; (Al-Baqoroh :
37).
Ayat ini masih dalam rangkaian proses penciptaan Adam
sebagai origin species manusia dan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi.
Kita sudah membahasnya sejak Pengajian ke-55. Kita masih akan membahasnya dari
perspektif teologis, historiografis, dan antropologis secara eklektik dan
holistis untuk mencapai hikmah yang setinggi-tinggihya.
Pokok Bahasan.
Setelah Adam dan Hawa dikeluarkan dari sorga, mereka
menyesal dan bertobat kepada Allah swt. Maka Allah Yang Maha Penerima Tobat dan
Maha Penyayang, menolong mereka dengan mewahyukan kepada Adam a.s. kalimat
pertobatan sbb :
“Ya
Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rachmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk
orang-orang yang merugi” ; (Al-A’rof : 23).
Maka Allah menerima pertobatan mereka.
Tafsir Ibnu Katsir menerangkan dari riwayat Mujahid dari
Ubaid bin Amir, Rasulullah saw menuturkan : “Adam bertanya kepada Allah :
‘Tuhanku apakah kesalahan yang kulakukan itu merupakan kesalahan yang telah Egkau
tetapkan bagiku sebelum Engkau menciptakanku, atau kesalahan yang disebabkan
oleh diriku sendiri ?’ Allah berfirman : ‘Itu merupakan kesalahan yang telah
Kutetapkan bagimu, sebelum Aku menciptakanmu’. Adam berkata :’Jika demikian,
berikanlah suatu ketetapan dan hapuskanlah kesalahan itu dariku’. Maka turunlah
wahyu Al-A’rof : 23 tsb.
Ulasan
Dalam Pengajian Ke – 62 diterangkan bahwa peristiwa “buah
khuldi” sepenuhnya terkontrol dalam suatu mekanisme peristiwa yang memang telah
dirancang dan dikontrol sepenuhnya oleh Allah Azza wa Jalla. Termasuk
keberadaan Iblis yang ternyata tidak dibinasakan Allah, yang nampaknya
berfungsi sebagai point of selection terhadap manusia agar mencapai kualitas
“ruh” yang origin dan dapat kembali kepada Allah swt. Tentang hakikat ras-jin
dengan origin species Iblis dan kehidupan mereka sesudah kematian, belum banyak
yang dapat diungkapkan para ulama. Mungkin mereka memiliki rules sendiri yang
telah ditetapkan Allah bagi sepecies jin. Wallahu a’lam.
Dapat ditarik suatu pengertian bahwa “peristiwa buah khuldi”
merupakan bagian dari proses pemenuhan fungsi Adam dan ras keturunannya sebagai
khalifah di bumi. Dan selanjutnya akan terus-menerus berhadapan dengan “ras
Iblis” baik yang bersifat intra organis maupun ekstra organis, sebagai suatu
“poinf of selection” untuk menghasilkan “ruh” yang sempurna yang
“origin-tauchid” yang menjadi prasyarat manusia untuk dapat kembali kepada
Allah Azza wa Jalla sesudah ajal.
Dalam hal ini makna pertobatan Adam secara substansial
menjadi sangat penting bagi keberhasilan fungsi kekhalifahan manusia di bumi.
Tafsir Jalalain menerangkan bahwa tobat yang dapat diterima Allah swt harus
memenuhi syarat sbb. :
-
menyesali dan meninggalkan segala kesalahan yang telah
dilakukan,
-
menjauhi dan tidak mengulangi lagi kesalahan yang telah
dilakukan,
-
mengiringi perbuatan dosa dengan perbuatan baik.
Sabda Rasulullah saw : “Iringilah
perbuatan jahat dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baik itu dapat
menghapuskan dosanya” ; (HR. Tirmidzi dari Abi Dzar r.a)..
Khilafat di Jerusalem.
Zaman Adam a.s. diperkirakan 60 abad SM, sedangkan zaman Nuh
a.s. diperkirakan 30 abad SM. Tetapi belum ada bukti-bukti arkeologis yang
merujuk kepada keberadaan zaman mereka. Bukan berarti tidak ada atau hanya
mitos belaka, hanya manusia dengan kemampuan akal pikirannya belum mampu
menemukan. Untuk sementara kita cukupkan
dengan beriman tentang keberadaan kedua era origin species homo-sapiens itu.
Semoga Allah swt membukakan pengetahuan kita untuk itu suatu saat nanti, Insya
Allah.
Kita lanjutkan parallel pembahasan khilafat di Jerusalem
sebagai masa awal peradaban agama samawi yang terbukti keberadaannya secara
arkeologis. Dimulai dari zaman Saul, Esybaal dan yang tengah kita bahas Daud
dan Sulaiman.
Para penulis Kitab
Tawarikh (bagian
dari Perjanjian Lama) menganggap tidak diberinya Daud penghormatan tinggi untuk
membangun sebuah kuil/tempat ibadah bagi Yahweh di Jerusalem dikarenakan Daud
terlalu banyak menumpahkan darah (dalam peperangan), terutama dalam peperangan
di Edom dimana Daud membantai bangsa Fillistin dan bangsa-bangsa lain, termasuk
suku-suku Israel yang dianggap murtad pada awal abad ke-10 SM, dan memperbudak
kawasan itu dengan kejam.
Dalam masa kejayaannya di Jerusalem, Raja Daud memperluas
kota itu dengan merobohkan tembok lama dan membangun tembok baru yang lebih
ekspansif, diantaranya membangun menara Daud sebagai mercu suar sekaligus pusat
pertahanan. Meski terkenal dengan kekejamannya di lembah Edom, Raja Daud
berlaku kasih terhadap bangsa Yebus di Jerusalem, dan ingat permaisurinya
Batsyeba adalah orang Yebus bekas istri perwira Uriah orang Het. Bahkan raja
Yebus yang terakhir yang ditaklukkannya Araunah tetap dibenarkan
memiliki estat-nya tersendiri di Jerusalem. Bahkan situs yang kelak dikenal
sebagai situs Haekal Sulaiman, pada awalnya merupakan situs teofani (pemujaan)
bangsa Yebus yang dibeli Daud dari Araunah. Secara istimewa Imam tinggi Yebus-Zadok diangkat menjadi Imam
tinggi agama yahudi dan semua imam-imam Yahwis selanjutnya selalu dinisbatkan
kepada Zadok.
Seperti bunyi ayat Al-Baqoroh 36 :”…sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain…”, keharmonisan di
Kerajaan Daud tidak langgeng, putranya-Absalom memprolamirkan
pemberontakan melawan Daud, ditandai dengan pendirian monumen atas nama dirinya
sendiri di Mata Air En-Rogel, yaitu sebuah situs
teofani (pemujaan) yang diasosiasikan dengan kerajaan Yebus masa silam. Absalom
dengan dukungan rakyat menyatakan dirinya sebagai Raja Yehuda dan Israel yang
berpusat di Hebron, ibukota lama Daud semasa menjadi Raja Yehuda. Situasi yang
sangat serius itu memaksa Daud memimpin pasukan meninggalkan Jerusalem untuk
menumpas pemberontakan Absalom putranya sendiri. Dengan kemampuan militernya
yang tinggi Daud berhasil memadamkan pemberontakan itu. Tetapi setelah itu
seluruh kerajaan Israel bergolak memberontak kepada kekuasaan Daud, dan lagi
hanya dengan kemampuan militernya yang tinggi Daud berhasil mempertahankan
keutuhan imperiumnya.
Pada akhir kehidupannya, Daud menyaksikan keadaan yang
memilukan hatinya, yaitu perpecahan antara orang-orang Yebus dan orang-orang
Israel di Jerusalem. Ketika Daud tengah terbaring sekarat, putra tertuanya yang
masih hidup (adik Absalom), yaitu Adonia
mengulangi
pemberontakan kakaknya dengan menahbiskan dirinya sebagai Raja Israel dan
Yehuda di Mata Air En-Rogel dengan dukungan garda tua Yebus termasuk komandan Yoab dan pendeta Abyatar yang memiliki reputasi
tinggi di kerajaan Daud. Raja Daud tua yang tengah terbaring sakit dan sekarat
tidak mungkin lagi memimpin pasukan menumpas pemberontakan putranya itu. Ia
kemudian membangkitkan faksi Yebus dibawah pimpinan Nabi Nathan, Imam Zadok dan
permaisuri Batsyeba dengan didampingi kereti
dan peleti-tentara tua Yebus, menahbiskan dan
memahkotai Sulaiman di tenda suci Yahweh
disamping Mata Air Gihon sebagai Raja Kana’an bersatu menggantikan dirinya
dengan publisitas besar-besaran. Peristiwa ini terjadi pada tahun 970 SM, dan
disebut oleh para abtropolog sebagai kemenangan pribumi Yebus atas para
pendatang Yehuda dan Israil. Inilah awal era-Sulaiman yang melanjutkan tradisi
kebesaran Daud. Adonia dan Yoab segera menyerah dan tak lama kemudian di
eksekusi. Sedangkan pendeta Abyatar diasingkan.
Dimasa pemerintahan Sulaiman, Jerusalem diperluas menjadi
dua kali lipat dari masa ketika Daud berkuasa, dan memiliki status regional,
sebagai pusat dari kerajaan-kerajaan di region itu (Timur Dekat). Sulaiman
memiliki banyak sekali istri-istri yang berasal dari putri-putri raja sekutu
atau bawahan. Bahkan salah satu istrinya dalah putri Fir’aun, satu prestasi
yang tidak pernah dicapai Raja Kana’an yang lain. Kerajaan Sulaiman memiliki
sepasukan kereta perang yang terkuat dengan teknologi mutakhir di masa itu.
Bahkan Sulaiman memiliki armada yang kuat di Teluk Aqabah di Exion Geber.
Sulaiman menjadi pedagang senjata dengan komoditas peralatan perang seperti
kereta perang dan kuda perang dengan pasaran terpenting antara lain Mesir dan
Kilikia. Bible menceritakan Ratu
Syeba dari
Kerajaan Yaman modern mengunjungi Sulaiman karena tertarik dengan
kebijaksanaannya. Para antropolog menulis peristiwa ini mencerminkan
meningkatnya nilai penting Kerajaan Sulaiman, terutama sejak meningkatnya peran
dagangnya di Laut Merah yang mungkin bersinggungan dengan kepentingan dagang
Negeri Syeba.
Raja Sulaiman memiliki status legendaries sebagi seorang
raja yang kaya raya dan sukses dengan pembangunan besar-besaran, terutama dalam
merestorasi kota-kota benteng lama seperti Hazor, Megiddo dan Arad.
Sekian, kita lanjutkan pada pengajian berikutnya. Dan dengan
mengingat do’a-taubat bapak kita Adam a.s. kita masuki bulan suci Ramadhan
dengan imanan wachtisaban, semoga kita menjadi muttaqien. Selamat berpuasa !
Terima Kasih.
Birrachmatillahi Wabi’unihi fi Sabilih.
Wassalamu’alaikum War. Wab.
Jakarta, 30 September 2005,
Pengasuh,
HAJI AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar