11.7.17

Pengajian Keseratus Duabelas (112)


Pengajian Keseratus Duabelas (112)

Oleh : KH. Agus Miftach

Assalamu’alaikum War. Wab,
Bismillahirrahmanirrahiem,

Sebagian besar Ahli Kitab berharap agar mereka dapat mengembalikanmu kepada kekafiran, setelah kamu beriman. Hal itu karena kedengkian dari dalam dirinya setelah kebenaran jelas terang bagi mereka. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka hingga Allah mendatangkan putusanNya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (109) Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kebaikan apapun yang kamu lakukan untuk dirimu, maka kamu akan menemukannya pada sisi Allah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan. (110); Al-Baqoroh : 109-110.

Rangkaian kedua ayat ini akan kita bahas seperti tradisi kita, dengan pendekatan eklektik multipersepektif, baik dari perspektif teologi, antropologi, historiografi maupun psikologi dll secara komprehehnsif dan holisitis agar dapat tercapai hikmah yang setinggi-tingginya dari kandungan kedua ayat ini.

Pokok Bahasan

Ayat 109  ini turun sebagai  sanggahan terhadap Hayiy bin Akhtab dan Abi Yasir bin Akhtab, dua tokoh Yahudi yang bersikap sangat anti-Arab dan anti Rasulullah saw. Ayat 109 ini menginformasikan bahwa kalangan Yahudi menginginkan agar kaum Muslimin  kembali kafir atau kembali kepada kepercayaan lama mereka sebagai paganis. Meski demikian pada fase ini Allah menitahkan agar Kaum Muslimin bersikap sabar-tabah dengan membiarkan, memaafkan dan menanggung derita tekanan, hingga tiba waktunya Allah menjatuhkan putusanNya berupa penaklukan terhadap Yahudi sekaligus pertolongan bagi Muslimin.

Selama masa bersabar itu kaum Muslimin diperintahkan untuk menegakkan sholat dan menunaikan zakat yang berfungsi memperteguh iman dan persatuan. Menurut Ibnu Katsir ayat ini kemudian di nasakh dengan ayat yang memerintahkan “membunuh” kaum musyrikin dimana saja kaum Muslimin menemukannya. Demikian pula Abu al-Aliyah, Rabi’ bin Anas, Qatadah dan as-Sirri mengatakan ayat ini di nasakh dengan ayat tentang pedang.

Tidak lama kemudian memang terjadi penyerbuan kaum Muslimin kepada dua suku besar Bani Israil di Madinah, yaitu Bani Quraizah dan Bani Nadir yang berakhir dengan kekalahan Yahudi, dan penjatuhan hukuman bagi para pemimpinnya, karena telah berkhianat.

Penegakan sholat dan zakat mendapatkan penekanan lagi pada ayat ke 110 sebagai amal ibadah yang berdampak bukan hanya bagi peneguhan jiwa dan persatuan, melainkan juga bagi manfaat transenden yang lebih besar di alam akhirat kelak. Disini dikemukakan manfaat duniawi dan ukhrowi sekaligus bagi sholat dan zakat. Ibadah yang menggambarkan ekuilibrium duniawi-ukhrowi merupakan ciri khas Islam yang menjadikannya memimpin peradaban selama lebih 700 th sejak abad ke-8 hingga abad ke-16. Akhir kalimat ayat ke 110,”innallaaha bimaa ta’maluuna bashier(un)” : “sesungguhnya Allah melihat apa-apa yang kamu kerjakan”, menggambarkan sisi pragmatisme Islam yang menjadikannya memiliki kekuatan untuk terus berkembang di zaman modern.

Memimpin peradaban

Di awal modern pada abad ke -16 Islam masih merupakan kekuatan global terkuat, baik secara politik maupun ekonomi. Meskipun hanya berjumlah sepertiga penduduk dunia, ummat Islam menebar merata di sepanjang Timur Tengah, Asia dan Afrika, maka kerajaan Islam dianggap sebagai mikrokosmos sejarah dunia, menandakan kaum Muslimin mampu berperan pada sebagian besar dunia berperadaban di zaman awal modern.

Ada tiga kerajaan Islam baru yang berdiri di awal abad 16, yaitu Utsmaniyah yang berpusat di Turki yang wilayahnya membentang dari Asia Kecil, Anatolia, Irak, Suriah hingga Afrika Utara; Safawiyah berpusat di Iran dan Mongol di India. Ketiga kerajaan memiliki ideology keislaman yang berbeda. Imperium Mongol dianggap mewakili filosofi rasionalisme universal yang toleran yang terkenal dengan istilah “falsafah”. Sementara para Syah Safawiyah menjadikan faham minoritas elitis Syi’ah menjadi ideology negara. Sedangkan Turki Utsmaniyah berazaskan pada faham Suni yang menjunjung tinggi syariat. Tak dapat disangkal ketiganya merupakan imperium modern yang diperintah secara sistematis, rasional dan birokratik.

Pada awal kejayaannya, negara Utsmaniyah oleh para analis Barat dikatakan jauh lebih efisien dan efektif dibandingkan dengan kerajaan Eropa manapun. Puncak kebesaran Utsmaniyah ketika berada dibawah pemerintahan Sulaiman Agung (1520-1566). Masa itu ekspansinya mencapai Yunani, Balkan dan Hungaria, dan hanya dinodai kegagalannya merebut Wina pada th. 1529. Sementara itu imperium Safawiyah di Iran membangun jalan raya, perhotelan, merasionalisasi ekonomi dan modernisasi perdagangan internasional menjadikannya yang terdepan. Sedangkan Imperium Mongol mencapai masa gemilang dibidang industri pertanian dan arsitektur.

Ketiga imperium Islam itu menerangi dunia dengan kebangkitan cultural. Abad ke-16 adalah zaman paling gemilang bagi arsitektur Utsmaniyah, seni lukis Sfawiyah dan monumen-monumen Mongol ala Taj Mahal yang berkekuatan abadi. Inilah zaman dunia yang diterangi dengan kemajuan akal dan ilmu. Tanpa melintasi zaman transformative ini, dunia tidak akan pernah sampai pada tingkat modernitas seperti sekarang ini. Sayang oleh berbagai pergulatan politik internal, ketiga imperium itu kembali terjebak kedalam konservativisme, sebagaimana dikatakan ilmuwan Amerika Marshall G.S. Hodgson.

Kemunduran.

Masyarakat konservatis pra modernis di dunia Islam itu menghadapi bahaya, terutama karena transisi yang sulit dari konservatif ke semangat modern, sementara etos Barat modern yang sekuler tengah merebak hebat. Akibatnya malah membangkitkan semangat fundamentalisme di sebagian masyarakat muslim yang membawa keadaan semakin mundur ke belakang ke zaman puritanisme yang berada dibelakang garis pra-modernis.

Landasan peradaban pra-modernis Islam adalah struktur perekonomian agraris dengan segala keterbatasannya terutama sumber daya dan permodalan. Innovasi berjalan lambat karena alur tradisional membutuhkan modal tinggi, terutama meliputi sarana-pra sarana dan tenaga kerja serta modal awal yang menjadi semakin mahal. Agaknya daya dan nilai pra-modernis tidak mampu lagi memikul beban perkembangan zaman yang terus bergerak maju. Dan segera tertinggal ketika peradaban Barat modern mulai memperkenalkan modernisasi teknologi dan reinvestasi yang memungkinkan terjadinya inovasi terus-menerus.

Masyarakat Barat modern adalah hasil dari pemikiran rasional yang berjalur tunggal, hasil dari logos yang selalu memandang ke depan (kebalikan mitos yang selalu memandang kebelakang). Logos selalu berupaya mengetahui, memperluas kemampuan dan mengendalikan lingkungan yang menjadi sumber energi bagi kebangkitan ekonomi modern yang agresif. Pada zaman ini keterbatasan budaya ekonomi agraris telah ditinggalkan menuju kepada budaya ekonomi modern yang berasaskan pada teknologi dan investasi yang tak terbatas.

Perlu diperhatikan adalah pola pendidikan dimana system hafalan yang tidak mendorong orisinalitas siswa mulai ditinggalkan di Barat. Demikian pula pendidikan tidak tunduk pada nilai-nilai sosial yang statis, melainkan selalu berorientasi pada gagasan gagasan baru kedepan dengan kebebasan berekspresi sepenuhnya, dalam rangka menciptakan inovasi disegala bidang.

Memasuki abad 20 dapat dikatakan kepemimpinan peradaban Islam tinggal menjadi sejarah, berganti kepemimpinan peradaban Barat modern dengan ciri rasionalisme sepenuhnya, dengan meninggalkan mitos-gereja jauh di belakang garis tradisional. Sekian, selamat memasuki sepuluh hari kedua bulan suci Ramadhan, semoga maghfirah melimpahi kita semua.

Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.

Bogor, 7 Oktober 2006,
Pengasuh,

KH. AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional


Tidak ada komentar:

Posting Komentar