7.7.17

Pengajian Keempatpuluh Satu.-TWU

PENGURUS PUSAT

PENGAJIAN TAUHID WAHDATUL UMMAH
Manggala Wanabakti Bldg, Blok IV Lt. 6 No. 609 A
Jln. Jend. Gatot Subroto Jakarta  lO27OTeIp./Fax : (021) 5701151

Pengajian Keempatpuluh Satu.





Assalamu'alaikum War. Wab.

“’Ula-i-kalladzienasytarowudhdholaalata bilhudaa ; famaa robichat tijaarotuhum wa maa kaanuu muhtadien". : "Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka; Dan tidaklah mereka mendapat petunjuk"; (Al-Baqoroh : 16).

Kita akan rnelakukan pembahasan eklektik untuk menggali hikmah yang seluas Iuasnya dari ayat tersebut diatas.

Menurut Talsir Jalalain, mereka orang-orang munafik sebagaimana dimaksud ayat tersebut diatas adalah orang-orang yang mengambil kesesatan sebagai pengganti petunjuk; mereka bukan hanya diibaratkan tidak beruntung dalam perniagaan bahkan sebaliknya mereka merugi, karena perbuatan itu membawa mereka ke dalam neraka yang menjadi tempat kediaman mereka untuk selama­Iarnanya. Mereka tidak mendapat petunjuk Allah karena perbuatan mereka yang  sesat itu.

Asbabun-nuzul ayat tersebut masih berkaitan dengan asbabun-nuzul Al-Baqoroh 14, yang berhubungan dengan perilaku Abdullah bin Ubay dan konco-­konconya, ketika rnelecehkan Abu Bakar Umar dan Ali r.anhum.

Ciri-ciri psikologis orang-orang munafik yang terepresentasi dengan sikap mental dan perilaku Abdullah bin Ubay dkk yang bahkan sering berada dalam lingkaran dekat Rasulullah, adalah dusta. Kedustaan sudah menjadi kepribadian mereka atau sudah merupakan disposisi rigiditas (watak asli) mereka. Gestalt yang selalu muncul dari dasar psyche mereka, terutama dari totalitas ketidaksadaran kolektif adalah dusta. Dusta mengandung nilai kejahatan yang substansial, karena menyesatkan pengamatan dari keadaan yang sebenamya. Stimulus yang diungkapkan adalah palsu, maka akibatnya seluruh proses kognitif mulai dari skema, asimilasi dan akomodasi hingga ke titik ekuilibriumnya adalah palsu. Akibatnya tidak pemah ada kebenaran dalam Gestalt oreng-orang munafik.

Tenteng hal ini Rasulultab SAW bersabda
“Faqoola alaa unabbi-ukum bi-akhbaril-kaba-ir; qoola qouluzzuuri ao qoola syahadatuz-zuur” : "Saya beritahukan kepadamu (diantara) dosa besar yang paling besar’~ beliau melanjutkan (setelah berheriti sejenak): Perkataan bohong” atau “Kesaksian yang dusta" Shahih Bukhari 1694; Dari Anas bin Malik ra.).

Apa sebenamya ego-cathexis atau dorongan asli yang mendominasi psyche orang-orang munafik ? Jawabannya sudah sering saya kemukakan dalam berbagal versi, yaitu dorongan instink hewani das Es, atau dengan kata lain tuhan orang-orang munafik adalah hawa nafsunya sendin, yaitu segala bentuk dorongan seksual, stomach dan agresif yang terefieksi dalam tindakan memburu kesenangan birahi ,tamak-serakah dan berbagai bentuk kedzaliman.

Perhatikan firman Allah:
“Afa roaita manittakhodza ilaahahu hawaahu wa-adhollahullaahu ‘ala ‘ilmin­w-wakhotama ‘alaa sam’ihii we qolbihii waja'ala 'alaa bashorhii ghisyawatan; famanyyahdiehi minm-ba’dillaahi; afalaa tadzakkaruun" : “Apakah kamu pemah melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebegai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya ? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran"; ?D (Al-Jatisiyah : 23).

Asbabun~nuzul ayat tersebut berkaitan dengan perilaku orang-orang Quraisy yang menyembah batu, kemudian mengganti dengan tuhan batu yang lebih baik, lalu mengganti lagi dengan batu yang lebih baru dan lebih baik (sesungguhnya mereka hanya menyembah hawa nafsunya sendiri); Diriwayatkan oleh lbnu Munzir dan Ibnu Jarir dari Sa’id bin Jubair.

Penyembahan tuhan-tuhan batu (berhala) tsb adalah bentuk-bentuk pembenaran pemenuhan hawa nafsu mereka. Tuhan-tuhan batu itu adalah rekadaya kedustaan mereka untuk mengajak orang banyak dalam jalan kesesatan yang mereka pilih.

Pengetahuan.

Perhatikan Firman Allah:
“We qooluu maa hiya ilaa hayaatunaddunya namuutu wa hanya wa maa yuhlikunaa iladdahr wa maa lahum bidzaalika min 'ilmin; in-hum illa yadhunnuun" : "Dan mereka berkata “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa; Dan sekali-kali mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja"; (Al­Jatsiyah: 24).

Ayat tersebut membuktikan kegagalan proses psiko-kognitif kaum Quraisy untuk memahami kebangkitan peradaban baru umat manusia yaitu peradaban Tauhid yang transenden dengan personalitas tuhan yang hakiki yaitu Allah Azza wa Jalla Zat Yang Maha Esa, menggantikan peradaban purba penyembahan berhala mitologis yang dekaden, absurd dan fatal. Substansi pengetahuan yang muncul pada ayat tersebut, mengingatken kits pada pandangan mahafilsuf Socrates (469-399 SM) seribu tahun sebelum masa Rasututlah yang menyatakan bshwa eudaimonia atau jiwa yang balk henya depat diwujudkan dengan kebajikan dan keutamaan yang disebut arĂȘte. Hakekat arete adalah pengetahuan. Maka baik dan jahat didasarkan pengetahuan, bukan kemauan. Juga mengingatkan kita pada budaya Hsueh (pendidikan) yang dikumandangkan filsuf terbesar Tiongkok Khonghucu 11 abad sebelum masa Rasulullah SAW.

Pengetahuan menjadi kunci keberhasilan atau kegagalan perniagaan kehidupan seperti dimaksud Al-Baqoroh : 16 diatas. Dalam kaitan dengan hal itu Rasulullah SAW bersabda
“Man aroodaddunya fa'alaihi bil'ilmi, waman aroodal-akhiroti fa'alaihi bil'ilmi; waman aroodahumaa ma’an fa’aIaihi bil'ilmi" : "Siapa yang ingin dunia hendaklah ia berilmu, siapa yang ingin akhirat hendaklah ia be berilmu; siapa yang ingin keduanya hendaklah ia berilmu"; (HR. Imam Ahmed)

Ulasan
Islam adalah proses progresi dan sublimasi dari jiwa yang konvergen kepada jiwa yang divergen. Atau dari jiwa yang tertutup kepada jiwa yang terbuka menerima perubahan. Diawali dengan proses psiko-kognitif dimana stimulus Tauhid yang transenden memasuki schemata membentuk pengetahuan jiwa dengan diferensiasi yang jauh lebih tinggi dari file-index schemata sebelumnya yang berisi struktur nilai mitos kebudayaan lama penyembahan berhala. Ini merupakan proses emansipasi jiwa menuju kecakapan ego yang lebih tinggi.
Islam tidak mendasarkan proses pencerahan kepada keterasingan meditasi, tetapi lebih rnenitikberatkan pada proses ilmu dan akal pikiran untuk memahami hakekat transcendental sebagai dimensi nirjasadi sesudah kematian. Pertanggungjawaban rohani justru didasarkan pada sikap mental dan perilaku yang efektif yang bersifat in-concreto, bukan pada teori pemahaman falsafati yang bersifat in-abstracto.
Menurut Islam hidup adalah nyata, mati adalah nyata, den akhirat adalah kenyataan yang terbesar yang menjadi tujuan puncak perjalanan rohani seorang muslim. Maka kebahagiaan yang tertingggi menurut Islam adalah kebahagiaan transcendental di alam akherat yang kekal dan hakiki. Bukan kebahagiaan agnostic di bumi yang fana dan menipu
Perniagaan kehidupan yang sukses dalam kaitan ayat tersebut diatas, ialah bagi mereka yang mampu menempatkan tujuan ukhrowi sebagai mainstream, dan duniawi sebagai vehicle proses sekunder. Dengan demikian proses sekunder yang menurut Freud (1856-1939) menghubungkan struktur nilai alam batin dengan alam realitas, akan selalu berada dalam arah progresi yang transenden. Ini akan membentuk sikap mental dan perilaku efektif individu di alam realitas sebagai manifest struktur nilai Tauhid di alam batin. Oleh karena Tauhid adalah emansipasi batin tertinggi maka proses skunder~nya akan menampilkan emansipasi peradaban manusia yang tertinggi. Inilah yang tidak dipahami Quraisy Mekkah para penyembah batu itu dan neo-jahilliyah pada masa kini, sehingga mereka benar-benar merugi selama-lamanya. Sekian, terima kasih.
Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Waasalamu'alaikum War. Web.
Jakarta, 6 Mel 2005,
Pengasuh,


K.H. AGUS MIFTACH

Ketus Umum Front Persatuan Nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar