![]() |
PENGURUS PUSAT
PENGAJIAN TAUHID WAHDATUL UMMAH
Manggala Wanabakti Bldg, Blok IV Lt. 6 No.
609 A
Jln. Jend. Gatot Subroto Jakarta lO27OTeIp./Fax : (021) 5701151
Pengajian
Keempatpuluh Satu.
Assalamu'alaikum War. Wab.
“’Ula-i-kalladzienasytarowudhdholaalata
bilhudaa ; famaa robichat tijaarotuhum wa maa kaanuu muhtadien". :
"Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka
tidaklah beruntung perniagaan mereka; Dan tidaklah mereka mendapat
petunjuk"; (Al-Baqoroh : 16).
Kita akan rnelakukan
pembahasan eklektik untuk menggali hikmah yang seluas Iuasnya dari ayat
tersebut diatas.
Menurut
Talsir Jalalain, mereka orang-orang munafik sebagaimana dimaksud ayat tersebut
diatas adalah orang-orang yang mengambil kesesatan sebagai pengganti petunjuk;
mereka bukan hanya diibaratkan tidak beruntung dalam perniagaan bahkan
sebaliknya mereka merugi, karena perbuatan itu membawa mereka ke dalam neraka
yang menjadi tempat kediaman mereka untuk selamaIarnanya. Mereka tidak
mendapat petunjuk Allah karena perbuatan mereka yang sesat itu.
Asbabun-nuzul
ayat tersebut masih berkaitan dengan asbabun-nuzul Al-Baqoroh 14, yang
berhubungan dengan perilaku Abdullah bin Ubay dan konco-konconya, ketika
rnelecehkan Abu Bakar Umar dan Ali r.anhum.
Ciri-ciri
psikologis orang-orang munafik yang terepresentasi dengan sikap mental dan
perilaku Abdullah bin Ubay dkk yang bahkan sering berada dalam lingkaran dekat
Rasulullah, adalah dusta. Kedustaan sudah menjadi kepribadian mereka atau sudah
merupakan disposisi rigiditas (watak asli) mereka. Gestalt yang selalu
muncul dari dasar psyche mereka, terutama dari totalitas ketidaksadaran
kolektif adalah dusta. Dusta mengandung nilai kejahatan yang substansial, karena
menyesatkan pengamatan dari keadaan yang sebenamya. Stimulus yang diungkapkan
adalah palsu, maka akibatnya seluruh proses kognitif mulai dari skema,
asimilasi dan akomodasi hingga ke titik ekuilibriumnya adalah palsu. Akibatnya
tidak pemah ada kebenaran dalam Gestalt oreng-orang munafik.
Tenteng
hal ini Rasulultab SAW bersabda
“Faqoola alaa unabbi-ukum
bi-akhbaril-kaba-ir; qoola qouluzzuuri ao qoola syahadatuz-zuur” :
"Saya beritahukan kepadamu (diantara) dosa besar yang paling besar’~
beliau melanjutkan (setelah berheriti sejenak): Perkataan bohong” atau
“Kesaksian yang dusta" Shahih Bukhari 1694; Dari Anas bin Malik ra.).
Apa sebenamya ego-cathexis atau
dorongan asli yang mendominasi psyche orang-orang munafik ? Jawabannya sudah
sering saya kemukakan dalam berbagal versi, yaitu dorongan instink
hewani das Es, atau dengan kata lain tuhan orang-orang munafik adalah hawa
nafsunya sendin, yaitu segala bentuk dorongan seksual, stomach dan agresif yang
terefieksi dalam tindakan memburu kesenangan birahi ,tamak-serakah dan berbagai
bentuk kedzaliman.
Perhatikan firman Allah:
“Afa roaita manittakhodza ilaahahu
hawaahu wa-adhollahullaahu ‘ala ‘ilminw-wakhotama ‘alaa sam’ihii we qolbihii
waja'ala 'alaa bashorhii ghisyawatan; famanyyahdiehi minm-ba’dillaahi; afalaa
tadzakkaruun" : “Apakah kamu pemah melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebegai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya
dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan
atas penglihatannya ? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran"; ?D (Al-Jatisiyah : 23).
Asbabun~nuzul ayat tersebut berkaitan
dengan perilaku orang-orang Quraisy yang menyembah batu, kemudian mengganti
dengan tuhan batu yang lebih baik, lalu mengganti lagi dengan batu yang lebih
baru dan lebih baik (sesungguhnya mereka hanya menyembah hawa nafsunya
sendiri); Diriwayatkan oleh lbnu Munzir dan Ibnu Jarir dari Sa’id bin Jubair.
Penyembahan tuhan-tuhan batu (berhala)
tsb adalah bentuk-bentuk pembenaran pemenuhan hawa nafsu mereka. Tuhan-tuhan
batu itu adalah rekadaya kedustaan mereka untuk mengajak orang banyak dalam
jalan kesesatan yang mereka pilih.
Pengetahuan.
Perhatikan Firman Allah:
“We qooluu maa hiya ilaa
hayaatunaddunya namuutu wa hanya wa maa yuhlikunaa iladdahr wa maa lahum
bidzaalika min 'ilmin; in-hum illa yadhunnuun" : "Dan mereka berkata
“Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja kita mati dan kita
hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa; Dan sekali-kali mereka
tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah
menduga-duga saja"; (AlJatsiyah: 24).
Ayat tersebut membuktikan kegagalan
proses psiko-kognitif kaum Quraisy untuk memahami kebangkitan peradaban baru
umat manusia yaitu peradaban Tauhid yang transenden dengan personalitas tuhan
yang hakiki yaitu Allah Azza wa Jalla Zat Yang Maha Esa, menggantikan peradaban
purba penyembahan berhala mitologis yang dekaden, absurd dan fatal. Substansi
pengetahuan yang muncul pada ayat tersebut, mengingatken kits pada pandangan
mahafilsuf Socrates (469-399 SM) seribu tahun sebelum masa Rasututlah
yang menyatakan bshwa eudaimonia atau jiwa yang balk henya depat
diwujudkan dengan kebajikan dan keutamaan yang disebut arĂȘte. Hakekat
arete adalah pengetahuan. Maka baik dan jahat didasarkan pengetahuan, bukan
kemauan. Juga mengingatkan kita pada budaya Hsueh (pendidikan) yang
dikumandangkan filsuf terbesar Tiongkok Khonghucu 11 abad sebelum masa Rasulullah
SAW.
Pengetahuan menjadi kunci keberhasilan
atau kegagalan perniagaan kehidupan seperti dimaksud Al-Baqoroh : 16 diatas.
Dalam kaitan dengan hal itu Rasulullah SAW bersabda
“Man aroodaddunya fa'alaihi bil'ilmi,
waman aroodal-akhiroti fa'alaihi bil'ilmi; waman aroodahumaa ma’an fa’aIaihi
bil'ilmi" : "Siapa yang ingin dunia hendaklah ia berilmu, siapa yang
ingin akhirat hendaklah ia be berilmu; siapa yang ingin keduanya hendaklah ia
berilmu"; (HR. Imam Ahmed)
Ulasan
Islam adalah proses progresi dan
sublimasi dari jiwa yang konvergen kepada jiwa yang divergen. Atau dari jiwa
yang tertutup kepada jiwa yang terbuka menerima perubahan. Diawali dengan
proses psiko-kognitif dimana stimulus Tauhid yang transenden memasuki schemata
membentuk pengetahuan jiwa dengan diferensiasi yang jauh lebih tinggi dari
file-index schemata sebelumnya yang berisi struktur nilai mitos kebudayaan lama
penyembahan berhala. Ini merupakan proses emansipasi jiwa menuju kecakapan ego
yang lebih tinggi.
Islam tidak mendasarkan proses
pencerahan kepada keterasingan meditasi, tetapi lebih rnenitikberatkan pada
proses ilmu dan akal pikiran untuk memahami hakekat transcendental sebagai
dimensi nirjasadi sesudah kematian. Pertanggungjawaban rohani justru didasarkan
pada sikap mental dan perilaku yang
efektif yang bersifat in-concreto, bukan pada teori pemahaman falsafati
yang bersifat in-abstracto.
Menurut Islam hidup adalah nyata, mati
adalah nyata, den akhirat adalah kenyataan yang terbesar yang menjadi tujuan
puncak perjalanan rohani seorang muslim. Maka kebahagiaan yang tertingggi
menurut Islam adalah kebahagiaan transcendental di alam akherat yang kekal dan
hakiki. Bukan kebahagiaan agnostic di bumi yang fana dan menipu
Perniagaan kehidupan yang sukses dalam
kaitan ayat tersebut diatas, ialah bagi mereka yang mampu menempatkan tujuan
ukhrowi sebagai mainstream, dan duniawi sebagai vehicle proses sekunder.
Dengan demikian proses sekunder yang menurut Freud (1856-1939) menghubungkan
struktur nilai alam batin dengan alam realitas, akan selalu berada dalam arah
progresi yang transenden. Ini akan membentuk sikap mental dan perilaku efektif
individu di alam realitas sebagai manifest struktur nilai Tauhid di alam batin.
Oleh karena Tauhid adalah emansipasi batin tertinggi maka proses skunder~nya
akan menampilkan emansipasi peradaban manusia yang tertinggi. Inilah yang tidak
dipahami Quraisy Mekkah para penyembah batu itu dan neo-jahilliyah pada masa
kini, sehingga mereka benar-benar merugi selama-lamanya. Sekian, terima kasih.
Birrahmatillahi
Wabi’aunihi fi Sabilih,
Waasalamu'alaikum War. Web.
Jakarta, 6 Mel 2005,
Pengasuh,
K.H. AGUS MIFTACH
Ketus
Umum Front Persatuan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar