11.7.17

Pengajian Keseratus Satu (101),






Pengajian Keseratus Satu (101),

Assalamu’alaikum War. Wab.
Bismillahirrahmanirrahiem,







Dan mereka berkata,”Hati kami tertutup”. Namun, sebenarnya Allah telah melaknat mereka karena kekafiran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman”; Al-Baqoroh : 88.

Kita akan membahas ayat ini secara eklektik multiperspektif baik dari perspektif teologis, antropolgis, historiografis maupun psikologis  secara holisitis, untuk mencapai pemahaman yang komprehensif dan hikmah yang setinggi-tingginya.

Pokok Bahasan

Lafadh “Ghulfun” adalah jamak dari ‘aghlaf’ yang artinya dibungkus dalam keadaan tertutup rapat, menggambarkan hati atau kondisi batin dan sikap mental Bani Israil yang menutup diri atau tertutup dari ajaran Rasulullah SAW. Secara redaksional ayat ini berkaitan dengan Bani Israil di zaman Rasulullah SAW.
Jumhur mufassirin berpendapat, yang sebenarnya bukan Bani Israil yang menutup diri, tetapi Allah-lah yang menutup hati mereka disebabkan oleh penyimpangan dan kekafiran mereka terhadap Firman-firman Allah Azza wa Jalla. Dalam hal ini jumhur mufassirin menuduh Bani Israil, karena dorongan hawa nafsu telah mengubah dan menyelewengkan Kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada mereka.

Ibnu Katsir menerangkan bahwa  hati Bani Israil telah dipenuhi ilmu pengetahuan mereka sendiri yang mereka yakini kebenarannya, sehingga tidak ada ruang lagi bagi informasi dan pengetahuan dari ajaran Rasulullah SAW. Ini artinya konstitusi jiwa Bani Israil telah dipenuhi struktur nilai paganisme sebagaimana sudah sering saya kemukakan pada pengajian-pengajian terdahulu. Kemapanan nilai-nila paganisme dalam struktur kepribadian dasar (basic personality structure) Bani Israil berasal dari proses 2500 th sebelum kerasulan Muhammad SAW, yaitu sejak zaman Yusuf a.s. yang berkompromi dengan Fir’aun Futi Faragh dari Dinasti Amalik yang menjajah Mesir pada masa sekitar abad 19 SM. Kemapanan nilai-nilai paganisme telah membentuk ketidaksadaran kolektif dan  mempengaruhi seluruh kepribadian umum (modal personality) Bani Israil sepanjang masa.

Dari sudut pandang jumhur mufassirin Bani Israil sesat dan kafir karena tidak mau menerima ajaran Rasulullah SAW. Sedangkan dari sudut pandang Bani Israil, mereka merasa dirinya pada posisi yang seharusnya. Bani Israil menganggap dirinya ditakdirkan sebagai sumber peradaban dunia. Mereka telah menuliskan nilai-nilai peradabannya dalam 39 kitab-kitab para rasul dari zaman ke zaman dan satu kitab Talmud yang berisi tentang tradisi, hukum dan moralitas. Penulisan semua kitab-kitab suci Bani Israil itu berlangsung selama kurang lebih 925 th, sejak Raja  Daud yang memerintah di Jerusalem  pada th. 1000 SM. Mereka menilai ajaran Muhammad SAW jauh berada dibawah nilai ajaran yang mereka miliki. Atau dianggap hanya meniru-niru, mengklaim sepihak, dan mengaku-aku saja. Dan lebih dari itu mereka menganggap tidak sah adanya kerasulan diluar Bani Israil. Satu-satunya sumber kerasulan adalah Bani Israil sebagai Sya’bullah al-Mukhtar (bangsa yang terpilih). Tidak ada kerasulan yang bersumber dari bangsa lain. Ini membuat kondisi psikologis Bani Israil mengalami fiksasi-regresi atau mandeg pada nilai-nilai lama. Progresi yang kemudian terjadi, tetap bersumber pada nilai-nilai lama itu (paganisme). Nilai-nilai paganisme di zaman modern adalah materialisme yang dibawakan oleh “the Global Freemasonry” suatu organisasi persaudaraan dunia yang berakar pada nilai-nilai Judeo-Griko yang kemudian menjadi fondasi peradaban Barat modern.


Konflik sepanjang masa.

Seperti sudah sering dibahas dalam pengajian-pengajian terdahulu bahwa konflik antara Yahudi dan Arab terjadi sejak Raja pertama Israel Saul (1010 SM) hingga masa sekarang atau sudah berlangsung  selama 3000 th lebih. Di zaman Rasulullah SAW konflik itu tetap intens dengan tema-tema perbenturan nilai-nilai Arab-Islam dengan nilai-nilai Yahudi. Konflik ini bahkan berkembang menjadi tindak kekerasan, perang dan pembunuhan. Diantaranya Perang Qainuqa dimana Rasulullah SAW memimpin langsung penyerbuan ke wilayah Bani Qainuqa yang berakhir dengan pengusiran Bani Qainuqa dari kampung halamannya dan perampasan harta mereka oleh Tentara Islam
Setelah itu terjadi serangkaian pembunuhan para tokoh Yahudi oleh para militant Arab-Islam yang dibenarkan dan disetujui Rasulullah SAW, a.l. pembunuhan Abu Afak seorang tokoh Yahudi Madinah dari keturunan Amr bin Auf. Pelaku pembunuhan ini adalah sahabat Nabi, Salim bin Umair yang membantai Abu Afak ketika tidur di rumahnya. Tokoh Yahudi berikutnya yang jadi korban pembunuhan adalah Ashmaa binti Marwan seorang ibu yang masih menyusui bayinya. Pembunuhnya adalah sahabat Nabi  Umair bin Auf yang menikam Ashmaa ketika tidur setelah memisahkannya dari bayinya. Tokoh Yahudi ketiga yang dibunuh adalah Ka’ab Ibnul Asyraf. Rencana pembunuhan Ka’ab bahkan dimintakan persetujuan Rasulullah SAW terlebih dahulu. Eksekutornya adalah Muhammad bin Maslamah dibantu empat orang sahabat. Tokoh Yahudi keemat yang dibunuh adalah Ibnu Sunainah seorang pedagang besar yang dibunuh oleh sahabat Nabi, Muhayyisah bin Mas’ud yang sebenarnya merupakan teman dekat dan berhutang budi kepada Ibnu Sunainah. Muhayyisah melakukan pembunuhan itu setelah mendengar sabda Nabi SAW : “Siapa saja orang Yahudi yang kamu jumpai, bunuhlah olehmu”.
Pembunuhan-pembunuhan itu dimaksudkan untuk menghentikan gerakan-gerakan pengacauan terhadap masyarakat Islam, terutama yang dipimpin oleh  Ka’ab Ibnul Asyraf. Pada kenyataannya setelah pembunuhan keempat tokoh Yahudi itu suasana kota Madinah menjadi stabil dan kondusif bagi Kaum Muslimin.

Peristiwa diatas yang dituturkan dengan jelas dalam ‘Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW jilid-2 (KH. Moenawar Cholil, 2001)’ jelas menunjukkan kentalnya budaya kekerasan dalam peradaban Arab, termasuk dikalangan elite Islam. Dengan kata lain peperangan antara Yahudi dengan Arab adalah bagian dari kebudayaan Semit. Kekerasan dan peperangan bagi mereka adalah hal biasa dan sudah menjadi tradisi, seperti tampak dalam rangkaian pembunuhan diatas. Dengan demikian kita akan lebih memahami akar dari konflik Israel-Palestina yang sesungguhnya merupakan persoalan internal kaum Semit yang memiliki tradisi perang dan kekerasan sebagai bahasa-peradaban. Dalam bahasa Samuel P Huntington, ini disebut deklinisme dimana bangsa-bangsa terjebak dalam cengkeraman sejarahnya secara-deterministic.

Trauma-sejarah.

Dalam sejarah tidak ada solusi final. Selama makhluk manusia ada, tidak ada jalan keluar dari trauma-trauma sejarah. Huntington mengatakan,’Sumber utama konflik di dunia baru bukanlah ideology atau ekonomi, melainkan budaya yang menjadi factor pemecah belah umat manusia dan sumber konflik yang dominant’ (1993). Dalil-dalil ini menjelaskan betapa dalamnya akar konflik Israel-Palestina/Arab yang bahkan tak terpecahkan selama 3000 th. The Global Illuminati-Freemasonry, organisasi paganisme modern yang diantara pilarnya adalah Judaisme, bahkan menjadikan trauma sejarah itu sebagai landasan taktis-nya untuk mencapai tujuan ideologis “Novus Ordo Seclorum” seperti tercermin dalam surat tokoh Freemasonry Amerika Serikat Albert Pike kepada Guiseppe Mazzini tgl. 15 Agustus 1871 yang menjelaskan rencananya untuk mewujudkan Perang Dunia Ketiga pada awal abad 21, yang akan diawali dari perang Israel-Palestina yang akan didorong diperluas kearah Parang Israel-Arab, dan akhirnya Perang Barat melawan Islam yang berkembang menjadi Perang Dunia. Pemimpin Kadima-Israel Ehud Olmert dan pemimpin Hamas-Palestina Ismail Haniya adalah pelaku-pelaku konflik yang efektif. Apakah mereka agen-agen Freenasonry ? Kini peperangan tak hanya di bumi Palestina, tetapi meluas ke Lebanan dengan jumlah korban yang semakin provokatif. Hingga Minggu 16/7 dipihak Lebanon 148 orang meninggal akibat gempuran Israel, sementara dipihak Israel 25 orang tewas (15 orang sipil) akibat serangan kelompok Hezbollah.
Walaupun hipotesa Huntington tentang ‘perang peradaban’ (clash of civilization) dibantah oleh Fouad Ajami dari John Hopkin University (vide, Peng.99-100), tetapi dalam kasus Israel-Arab pernyataan Huntington yang menegaskan, bahwa ‘garis pemisah antara peradaban akan menjelma menjadi garis pertempuran’, terbukti benar. Namun kebenaran ini memang sudah terhampar nyata di dunia selama 3000 th lebih. Tidak ada yang baru dalam hal ini.
MJ. Akbar seorang penulis Muslim India mengungkapkan, bahwa interaksi antara peradaban Barat dan Islam dikedua sisi dipandang sebagai benturan peradaban. “Konfrontasi Barat berikutnya” dapat dipastikan  datang dari dunia Muslim. Akbar mengungkapkan adanya perjuangan dikalangan bangsa-bangsa Islam mulai dari Maghribi hingga Pakistan yang menginginkan tatanan dunia baru berdasarkan idealisme Islam. Ini mendasari konflik peradaban yang bersifat ideologis-fundamentalis yang lebih kuat dan lebih berakar daripada ideology politik. Pola seperti itu pula yang menjadi frame of reference Huntington.
Kalau mengikuti Hipotesa Huntington dan rencana Pike, pecahnya konflik bersenjata Israel-Palestina/Arab yang terbaru ini akan segera membelah dunia dalam garis batas peradaban Barat yang pro Israel dan Islam yang pro Palestina. Tetapi kalau kita menimba pikiran Fouad Ajami, belum tentu demikian. Karena sesungguhnya semua nilai peradaban telah bergeser oleh modernisasi Barat. Bagi Huntington dan Saddam Husein perang Teluk adalah perang peradaban Barat melawan Islam. Tetapi sesungguhnya tidak demikian. Frame-work yang sebenarnya dari perang itu dipandang oleh negara-negara Arab dari perspektif pragmatic perimbangan kekuatan bukan dari sudut fundamentalisme agama. Faktanya kekuatan yang berhasil dihimpun Amerika Serikat meliputi Saudi Arabia, Turki, Mesir, Suriah, Perancis, Inggris dan para petualang lainnya. Pragmatisme seperti itu juga akan terjadi dalam sessi perang Israel-Palestina sekarang ini.
Sebagai Negara Kebangsaan, RI harus tetap mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina, tetapi kita tahu pasti bahwa itu bukan perang agama.
Sekian, terima kasih, kita lanjutkan pengajian berikutnya.
Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.

Jakarta, 21 Juli 2006,
Pengasuh,


KH. AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional


Tidak ada komentar:

Posting Komentar