11.7.17

Pengajian Keenampuluh Empat (64)







Pengajian Keenampuluh Empat (64).Jkt. 14/10/05

Assalamu’alaikum War. Wab.






“Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal didalamnya” ; (Al-Baqoroh : 39).

Kita akan melanjutkan eklektik pembahasan ayat ini dari perspektif teologis, historiografis, antropologis dan psikologis, seperti tradisi pengajian kita selama ini.

Pokok Bahasan.

Dalam ayat ini, Allah swt menegaskan bahwa orang-orang yang tidak mau mengikuti petunjuk-ptunjukNya dan orang-orang  yang kafir dan mendustakan ayat-ayatNya dengan ucapan dan perbuatan, maka balasan bagi mereka tidak lain adalah neraka.
Menurut Tafsir Jalalain terdapat dua jenis kekafiran, yaitu :
-          Kekafiran yang disebabkan oleh rasa tidak percaya atas kebenaran Rasulullah saw,dan
-          Kekafiran yang disebabkan karena kesombongan dan keangkuhan diri dan golongan yang mendorongnya mendustakan Rasulullah saw.

Orang-orang mukmin memiliki keyakinan iman di dalam hatinya, dan dinyatakan dengan ucapan. Adapun orang-orang munafik hatinya tetap kafir  tetapi ucapannya menyatakan diri beriman. Lain di hati, lain di mulut dan lain pula dalam perbuatan. Sikap seperti itu banyak kita jumpai dalam sikap mental dan perilaku manusia sekarang.

Ulasan


Tentang para penghuni neraka, Rasulullah saw bersabda :







“Adapun ahli neraka, yaitu para penghuninya, mereka tidak hidup atau mati di dalamnya. Namun ada juga orang-orang yang ditimpa neraka karena kesalahan mereka. Lalu Allah mematikan mereka dengan hebat hingga mereka menjadi seperti arang, lalu diizinkan untuk mendapat syafaat (pertolongan Rasulullah saw)” : (HR. Muslim, Tafsir Ibnu Katsir).

Berdasarkan hadiest tersebut, terdapat dua kategori panghuni nereka, yaitu :

-          ahli-neraka, yaitu orang-orang kafir dan munafik, keadaan mereka sangat menderita, tidak hidup dan tidak mati dan mereka kekal di dalam neraka dan tidak dapat diselamatkan dengan syafaat Rasulullah saw,
-          dihukum di nereka, yaitu orang-orang yang melakukan kesalahan, mereka mati terbakar di neraka hingga menjadi seperti arang, tetapi mereka tidak kekal di neraka dan dapat diselamatkan dengan syafaat Rasulullah saw.

Khilataf di Jerusalem.





“Dia (Sulaiman) berkata : ‘Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi’”; (As-Shaad : 35).

Kita lanjutkan pembahasan parallel tentang khilafat di Jerusalem sebagai bentuk peradaban agama samawi yang dapat dibuktikan secara factual dan keberadaannya diakui para ilmuwan. Meskipun tidak sama persis dengan apa yang tertuang dalam Bibel (Taurat), tetapi hakekat keberadaan Jerusalem sebagai pusat peradaban agama samawi pertama yang diketahui manusia tidak disangkal para ahli, dan bahkan terus didalami agar dapat menjelaskan lebih banyak tentang keberadaan zaman itu.

Kita lanjutkan pembahasan mengenai Kerajaan Sulaiman yang diwarisi dari ayahnya Raja Daud pada tahun 970 SM. Selain membangun istana Akropolis dan Haekal Yahweh di puncak bukit Zion, Raja Sulaiman juga membangun istana untuk putri Fir’aun yang merupakan istri dengan status paling mulya. Istri-sitri Sulaiman selanjutnya memberikan pengaruh paganis dalam penampilan Haekal-Sulaiman. Ini disebabkan karena Sulaiman ingin memberikan toleransi kepada agama-agama pagan istri-istrinya. Meskipun para ahli sejarah mencap Sulaiman sebagai paganis, tetapi 65 penulis Al-Qur’an (Abban bin Said, Abu Umamah, Abu Ayyub al-Anshari, Abu Bakar as-Shiddiq,  Abu Hudhaifah, Zaid bin Tsabit, Umar bin Khatab, Uthman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Khalid bin Walid, Abu Sufyan, Mu’awwiyah bin Abu Sufyan, Yazid bin Abu Sufyan, Abdullah bin  Umar, Abdullah bin Abu Bakar, Amr bin al-As, Zubair bin Awwam dll) tetap bersikeras menulis Sulaiman sebagai seorang nabi suci yang tauchid seperti terkesan dalam As-Shaad : 30 dan 35.

Sejarawan penulis Deutronomi pada abad ke 6 SM, menganggap Sulaiman sebagai penyembah berhala dengan membangun kuil-kuil pagan untuk istri-istri asingnya di bumi suci Jerusalem. Sulaiman bahkan ikut menyembah dewa-dewi pagan negeri tetangga seperti Astarte, dewi Sidon; Milcom, dewa Amman; dan Chemosh, dewa bangsa Moab. Untuk mereka dibuat altar-altar pemujaan di bukit-bukit sebelah timur Jerusalem. Sementara itu Haekal Sulaiman yang pembangunannya dilaksanakan oleh para pekerja dari Phoenicia dan Asyur itu semakin ramai dengan simbol-simbol paganisme. Disebabkan kekafiran ini, Deutronomi menulis bahwa Kerajaan Kanaan Bersatu akan pecah setelah kematian Sulaiman.

Dalam pada itu pakar sejarah Wells menyatakan, bahwa sebenarnya Sulaiman ketika berada di puncak keagungannya hanyalah seorang raja kecil yang memerintah kota dan negeri yang kecil saja. Kerajaannya kecil dan cepat runtuh. Menurut Wells, kisah Raja Sulaiman yang tercatat dalam Kitab Taurat (Bibel-Perjanjian Lama), telah ditambah-tambah oleh penulis-penulis abad ini karena fanatisme kebangsaan Yahudi. Dibandingkan Ramses II dari Mesir atau Nebukadnezar dari Babilonia kerajaan Sulaiman tidak ada artinya. Bahkan dibandingkan dengan Raja Hiram dari Phoenicia kedudukan Sulaiman hanyalah pembantu dagang. Para ahli sejarah menyesalkan Kitab Taurat telah menggambarkan tentang Haikal dan istana Sulaiman secara sangat keterlaluan dan jauh menyimpang dari fakta-fakta arkeologis, antropologis dan historiografis (Ahmad Syalabi, 1996).

Menuju keruntuhan.

Menurut seorang pakar sejarah Weech, sifat keangkuhan Sulaiman, kekejamannya, terlalu banyak istri dan perselisihan yang sering terjadi diantara anak-anaknya menjadi faktor utama yang membawa kerajaannya kepada perpecahan dan keruntuhan. Disamping itu antropolog Karen Armstrong menyoroti  mismanajemen perekonomian yang menjadi sumber kebangkrutan negara.
Sulaiman gagal mewujudkan tzedek, yaitu prinsip-prinsip kebenaran diatas monotheisme Yahweh, maka ia gagal pula mewujudkan misphat, yaitu prinsip-prinsip keadilan dan akhirnya gagal mewujudkan shalom, yaitu suasana kedamaian diseluruh negeri.
Kemajuan-kemajuan yang dicapai kerajaan Sulaiman terutama karena terjadinya kemunduran sementara waktu kerajaan besar Mesir. Ini pula yang melatarbelakangi perkawinan putri Fir’aun dengan Sulaiman. Setelah Mesir kembali pulih kekuatannya, maka kembali Mesir menguasai Palestina, sejumlah vassal yang dulu tunduk dibawah Daud kini melepaskan diri dari Sulaiman, bahkan Edom dan Damaskus lepas. Disamping itu program pembangunannya yang sangat ambisius telah menguras keuangan negara dan menjadi negara penghutang yang cukup besar. Akibatnya Sulaiman harus menyerahkan 20 kota kepada Raja Hiram dari Phoenicia (Tirus) sebagai pembayaran hutang pembelian material untuk pembangunan istana-istananya yang sangat mahal dan kontra produktif. Pada akhir pemerintahannya, kerajaan Sulaiman semakin menyempit hanya sampai batas daerah-daerah di sebelah Barat Jordan saja. Keadaan itu diperburuk dengan timbulnya ketidakpuasan dan malaise dalam internal kerajaan. Sulaiman kurang belajar dari kekeliruan Daud, ketika Daud lebih memihak kepada kerajaan Yehuda di Selatan sebagai kerajaan sukunya sendiri dan akibatnya Daud hampir kehilangan kesetiaan kerajaan Israel di Utara. Raja Sulaiman mengeksploitir kerajaan Israel di Utara seperti negeri taklukan, bukan mitra sejajar. Sulaiman membagi wilayah kerajaan Israel di Utara menjadi 12 unit administrative yang masing-masing diwajibkan mengirimkan upeti bahan pangan kepada Jerusalem setiap bulan selama 1 th dan menyediakan tenaga laki-laki dalam jumlah besar untuk kerja paksa guna memenuhi ambisi program pembangunan mercu suarnya yang merusak ekonomi negara itu. Pengaturan serupa ternyata tidak diberlakukan di kerajaan Yehuda di Selatan. Tidak kurang dari 30 000 laki-laki Israel dari Utara dipaksa menjadi pekerja rodi, tetapi di wilayah Yehuda di Selatan tidak ada rekruitmen semacam itu. Meskipun kerja paksa merupakan fenomena biasa di zaman kuno, tetapi ketidakadilan ini menimbulkan kekecewaan dan kemarahan di Utara dan menumbuhkan semangat untuk melepaskan diri dari Jerusalem. Sulaiman menyadari bahaya bagi kerajaannya setelah situasinya menjadi parah. Pada masa akhir pemerintahannya timbul pemeberontakan yang dipimpin oleh Yeroboam seorang komandan pasukan di Corvee (pasukan vassal). Raja Sulaiman segera menggerakkan pasukan untuk menumpas pemberontakan itu. Tetapi Yeroboam berhasil meloloskan diri ke Mesir berlindung di istana Fir’aun Shishak. Tidak lama setelah itu Sulaiman mangkat pada th. 930 SM, dia dimakamkan di Ir Daud-Jerusalem. Putranya Rehabeam atau Rahub’am dalam logat Arab-Hejaz menggantikannya dan mengantarkan Kerajaan Kanaan Bersatu Israel dan Yehuda kepada bencana yang lebih besar.
Kita lanjutkan pada pengajian berikutnya. Selamat Hari ke-10 Ramadhan. Sekian, terima kasih.
Birrachmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.

Pengasuh,



HAJI AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar