11.7.17

Pengajian Ketujuhpuluh (70).







Pengajian Ketujuhpuluh (70).

Assalamu’alaikum War. Wab.
Bismillahirrahmanirrahiem :






“Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’” ; (Al-Baqoroh : 45).

Eklektik pembahasan seperti biasa kita lakukan secara holistis dari multiperspektif teologis, antropologis, historiografis, sosiologis, psikologis dll dalam rangka menggapai hikmah yang setinggi-tingginya dari setiap bahasan ayat-ayat Al-Qur’anul-Kariem.

Pokok Bahasan.

Setelah menjelaskan keburukan karakteristik Bani Israil yang membuat akal dan kitab suci mereka tidak bermanfaat bagi agama mereka. Allah Yang Maha Pengasih  masih berkenan memberikan bimbingan kepada mereka menuju jalan yang benar, yaitu dengan jalan menjadikan sabar dan sholat sebagai penolong mereka.
Yang dimaksud sabar ialah :
1.     Menahan diri dari kehendak hawa nafsu yang menyimpang dari kehendak agama,
2.    Menaati kewajiban-kewajiban, meskipun dirasakan berat secara kejiwaan, dan
3.     Menerima dengan tawakkal dan rendah hati semua musibah yang ditakdirkan seraya berserah diri kepada Allah SWT sepenuh-penuhnya.

Sedang melakukan solat memberikan manfaat :
I.            Mencegah diri dari perbuatan keji dan munkar,
II.         Selalu ingat kepada Allah SWT, tawadhu’ dan konsisten mentaati-Nya, serta
III.      Bermunajat mendekatkan diri pada keridhoan Allah SWT.
Adapun orang-orang yang khusyuk, yaitu orang yang beriman dan taat kepada Allah SWT dengan bersungguh-sungguh, seraya melaksanakan perintah-perintahNya dengan ikhlas, memelihara diri dari adzabNya dan semata-mata berharap akan kerdihoanNya. Dalam kaitan dengan hal ini Rasulullah SAW bersabda : “Ketenangan hatiku adalah di dalam sholat” (dikutip dari Tafsir Jalalain).

Ulasan.

Ibnu Abi Hatim menerangkan Hadiest Rasulullah SAW dengan sanad yang berangkai hingga Umar bin Khoththob r.a.: “Terdapat dua kesabaran, yaitu:
a.    Sabar ketika mendapat musibah, dan
b.    Sabar dalam menahan diri tidak mengerjakan hal-hal yang dilarang Allah SWT.
Sementara Ibnul Mubarak menerangkan dari sanad Said bin Jubair r.a : “Sabar ialah pengakuan hamba kepada Allah atas apa yang menimpa dirinya, mengharapkan ridho dan pahala dari Allah semata. Dikatakan sabar orang yang bertahan dengan gigih dan menguatkan diri, serta tidak terlihat dari dirinya kecuali kekuatannya dalam bersabar”.
Adapun tentang sholat sebagai penolong utama bagi keteguhan suatu perkara, Hudzaifah Ibnul Yaman menerangkan : “Apabila Rasulullah SAW ditimpa suatu perkara yang hebat, maka dia menjadikan solat sebagai penolong”. Sementara Ali bin Abi Thalib r.a mengungkapkan : “Pada malam Perang Badar, ketika orang-orang tidur, Rasulullah SAW bangun menjalankan solat dan berdo’a hingga subuh”.

Tafsir Ibnu Katsir menerangkan, meskipun ayat ini merupakan rangkaian dari ayat sebelumnya yang secara redaksional ditujukan kepada Bani Israil, namun secara kontekstual dan substansial mencakup seluruh Bani Israil dan Kaum Muslimin serta umat manusia seluruhnya.

Kontroversi riwayat para datuk Bani Israil.

Pada Pengajian ke-69 diungkapkan adanya dugaan kontroversial bahwa Esau atau Isu bukan putra tertua Ishak melainkan putra Fir’aun dan Sarah ketika Sarah diambil menjadi selir Fir’aun di Mesir (vide, Pengajian ke-68). Ini didasarkan pada fakta bahwa Esau ternyata bukan ahli waris Ishak melainkan Ya’kub yang menjadi ahli waris Ishak yang kemudian bergelar “Israil” dan menjadi datuk Bani Israil. Tetapi dugaan ini tidak mendapatkan dukungan dari antropolog Ahmad Shalaby (1991) yang menyebut Isu atau Esau adalah putra tertua Ishak.  Al-Qur’an sendiri tidak membahas masalah Esau ini, sementara Narasi Bibel tidak menjelaskan ihwal hubungan Fir’aun dan Sarah kecuali disebutkan adanya “tulah” yang hebat yang menimpa Fir’aun dan istananya (Kejadian 12 : 17), yang dilihat dari redaksinya mencegah Fir’aun menyetubuhi Sarah. Ini tampak dalam kalimat ayat : “…karena Sarai, istri Abram itu”.

Kontroversi berikutnya ialah tentang Siti Hajar yang justru dinikahkan oleh Siti Sarah dengan Ibrahim. Secara psikologis ini mengandung pengertian “rasa bersalah” Sarah karena telah diambil sebagai selir oleh Fir’aun. Lalu tentang penolakan Sarah terhadap Ismail sebagai ahli waris Ibrahim, berkaitan erat dengan harta-kekayaan hibah dari Fir’aun yang berlimpah yang merupakan maskawin Sarah yang diterima Ibrahim yang waktu itu mengaku sebagai kakak Sarah, bukan suami. Seperti telah disinggung, kebohongan Ibrahim ini mendapat kecaman keras dari teolog Kristen Berthold A Pariera (vide Pengajian ke 68). Tapi lagi-lagi hal itu belum membuktikan adanya hubungan seksual antara Sarah dengan Fir’aun. Oleh karena itu secara konservatif saya berpendapat bahwa Esau adalah putra tertua Ishak sebagaimana dikemukakan Ahmad Shalaby dan narasi Bibel. Adapun hilangnya peranan Esau dalam sejarah Yahudi dan sebaliknya kuatnya peranan adiknya Ya’kub atau Israil, tidak dapat dijadikan dasar kesimpulan bahwa Esau bukan putra Ishak. Bisa saja disebabkan oleh karakter dan kecerdasan Ya’kub yang lebih kuat atau sebab-sebab lain. Diungkapkannya masalah ini (vide pengajian ke 68-69) dipandang perlu agar kita memperoleh pemahaman yang lebih utuh tentang sejarah Bani Israil yang sedang terus kita kaji secara mendalam.

Perkembangan Jerusalem.

Th. 740 SM Raja Uzziah wafat. Selama 4 th tahta Jerusalem kosong, tapi pada masa itu bangkit nabi besar Yesaya yang mengaku melihat Yahweh secara langsung diatas singgasanaNya yaitu Tabut Perjanjian yang dikelilingi seraphim (malaikat) di Devir Haekal Sulaiman di Gunung Zion. Visi inilah yang mengilhami Yesaya bahwa Jerusalem merupakan setting intervensi terakhir Tuhan dalam sejarah manusia. Akan ada penghakiman agung, peperang final akhir zaman dan prosesi  orang-orang kafir bertobat menuju Jerusalem untuk tunduk kepada kehendak Tuhan. Visi Yesaya ini menurut antropolog zaman ini Karen Armstrong (2005) terus mempengaruhi politik Jerusalem hingga hari ini. Kebesaran Nabi Yesaya mencegah chaotic kekosongan tahta selama 4 th. Baru pada 736 SM Jerusalem melantik Raja Ahaz dari Yehuda yang memerintah hingga  716 SM. Pada masa itu kekuatan Asiria (Irak) muncul kembali di Timur Dekat. Raja-raja Damaskus (Suriah/Syiria) dan Israel segera membangun koalisi untuk menghadapi kebangkitan Asiria dibawah kaisarnya Tiglathpileser III yang berambisi menguasai seluruh Mesopotamia dan Timur Dekat. Raja Yehuda Ahaz menolak bergabung dalam koalisi itu. Kekuatan Israel dan Damaskus segera bergerak ke selatan mengepung Jerusalem. Nabi besar Yesaya meminta Raja Ahaz untuk tidak panik melainkan berpegang teguh sepenuhnya hanya kepada Yahweh Yang Maha Esa saja. Yesaya bersabda bahwa Raja Ahaz akan segera memiliki putra yang disebut Emanu-El (Tuhan bersama kita) yang menegakkan kembali pemerintahan damai dan harmoni dengan Tuhan, yang akan memulihkan kembali kerajaan Daud. Yesaya menegaskan, sebelum Emanu-El mencapai akil baligh kerajaan Israel dan Damaskus sudah akan binasa. Tapi Raja Ahaz tidak mau mengambil resiko dengan nasihat transendent itu. Raja Ahaz mendasarkan pada perhitungan politik dan militernya memilih tunduk kepada Tiglathpileser III dan menjadi vassal Asiria. Betapapun Raja Ahaz telah menyelamatkan Jerusalem, meski tanpa keyakinan tauhid kepada Yahweh El Sada’i seperti yang digariskan Nabi Yesaya.

Kehancuran Israel.

Setelah berhasil mengontrol Jerusalem, Tiglathpileser III segera menggerakkan pasukannya menggempur Damaskus dan Israel dan mendeportasi besar-besaran penduduk dari kedua kerajaan yang kalah itu. Seluruh Israel berada dibawah kekuasaan Asiria. Pada th. 733 SM Kerajaan Isreal merosot drastic hanya menjadi sebuah negara kota kecil yang berbasis diseputar ibukota Samaria saja, dengan raja boneka. Pada th. 722 SM terjadi upaya pemberontakan terhadap Asiria, tetapi gagal. Akibatnya Samaria dihancurkan oleh Kaisar Asiria Shalmaneser V dan lebih merosot lagi dengan status bukan lagi kerajaan vassal, melainkan propinsi Asiria  dengan nama Samerina. Lebih dari 27 000 orang Israel dideportasi ke Asiria dan tidak pernah terdengar lagi kabar beritanya. Sementara didatangkan penduduk dari negeri-negeri lain ke Samerina untuk menggantikan orang-orang Israel, antara lain dari Babilonia, Cuthnah, Arad, Hamah dan Sephoraim. Pada umumnya para imigran itu juga menyembah Yahweh. Disini rejim Asiria menciptakan adanya masyarakat Yahwist (penyembah Yahweh) non-Bani Israil. Hal ini kelak menjadi dasar rekruitmen Zionisme internasional yang tidak semata berbasis kepada Ras Yahudi/Israel. Sekian, kita lanjutkan pada pengajian mendatang.
Terima Kasih dan  Salam menjelang Natal.
Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.

Jakarta, 16 Desember 2005,
Pengasuh,




HAJI AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar