Pengajian Ketujuhpuluh
(70).
Assalamu’alaikum
War. Wab.
Bismillahirrahmanirrahiem
:
“Jadikanlah
sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh
sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’” ; (Al-Baqoroh : 45).
Eklektik pembahasan seperti biasa kita lakukan secara
holistis dari multiperspektif teologis, antropologis, historiografis,
sosiologis, psikologis dll dalam rangka menggapai hikmah yang
setinggi-tingginya dari setiap bahasan ayat-ayat Al-Qur’anul-Kariem.
Pokok Bahasan.
Setelah menjelaskan keburukan karakteristik Bani Israil yang
membuat akal dan kitab suci mereka tidak bermanfaat bagi agama mereka. Allah
Yang Maha Pengasih masih berkenan
memberikan bimbingan kepada mereka menuju jalan yang benar, yaitu dengan jalan
menjadikan sabar dan sholat sebagai penolong mereka.
Yang dimaksud sabar ialah :
1. Menahan diri dari
kehendak hawa nafsu yang menyimpang dari kehendak agama,
2. Menaati
kewajiban-kewajiban, meskipun dirasakan berat secara kejiwaan, dan
3. Menerima dengan tawakkal dan rendah hati semua
musibah yang ditakdirkan seraya berserah diri kepada Allah SWT
sepenuh-penuhnya.
Sedang melakukan solat memberikan manfaat :
I.
Mencegah diri dari perbuatan keji dan munkar,
II.
Selalu ingat kepada Allah SWT, tawadhu’ dan konsisten
mentaati-Nya, serta
III.
Bermunajat mendekatkan diri pada keridhoan Allah SWT.
Adapun orang-orang yang khusyuk, yaitu orang yang beriman
dan taat kepada Allah SWT dengan bersungguh-sungguh, seraya melaksanakan
perintah-perintahNya dengan ikhlas, memelihara diri dari adzabNya dan
semata-mata berharap akan kerdihoanNya. Dalam kaitan dengan hal ini Rasulullah
SAW bersabda : “Ketenangan hatiku adalah di dalam sholat” (dikutip dari Tafsir
Jalalain).
Ulasan.
Ibnu Abi Hatim menerangkan Hadiest Rasulullah SAW dengan
sanad yang berangkai hingga Umar bin Khoththob r.a.: “Terdapat dua kesabaran,
yaitu:
a. Sabar ketika mendapat
musibah, dan
b. Sabar dalam menahan diri
tidak mengerjakan hal-hal yang dilarang Allah SWT.
Sementara Ibnul Mubarak menerangkan dari sanad Said bin
Jubair r.a : “Sabar ialah pengakuan hamba kepada Allah atas apa yang menimpa
dirinya, mengharapkan ridho dan pahala dari Allah semata. Dikatakan sabar orang
yang bertahan dengan gigih dan menguatkan diri, serta tidak terlihat dari
dirinya kecuali kekuatannya dalam bersabar”.
Adapun tentang sholat sebagai penolong utama bagi keteguhan
suatu perkara, Hudzaifah Ibnul Yaman menerangkan : “Apabila Rasulullah SAW
ditimpa suatu perkara yang hebat, maka dia menjadikan solat sebagai penolong”.
Sementara Ali bin Abi Thalib r.a mengungkapkan : “Pada malam Perang Badar,
ketika orang-orang tidur, Rasulullah SAW bangun menjalankan solat dan berdo’a
hingga subuh”.
Tafsir Ibnu Katsir menerangkan, meskipun ayat ini merupakan
rangkaian dari ayat sebelumnya yang secara redaksional ditujukan kepada Bani
Israil, namun secara kontekstual dan substansial mencakup seluruh Bani Israil
dan Kaum Muslimin serta umat manusia seluruhnya.
Kontroversi riwayat para datuk Bani Israil.
Pada Pengajian ke-69 diungkapkan adanya dugaan kontroversial
bahwa Esau atau Isu bukan putra tertua Ishak melainkan putra Fir’aun dan Sarah
ketika Sarah diambil menjadi selir Fir’aun di Mesir (vide, Pengajian ke-68).
Ini didasarkan pada fakta bahwa Esau ternyata bukan ahli waris Ishak melainkan
Ya’kub yang menjadi ahli waris Ishak yang kemudian bergelar “Israil” dan
menjadi datuk Bani Israil. Tetapi dugaan ini tidak mendapatkan dukungan dari
antropolog Ahmad Shalaby (1991) yang menyebut Isu atau Esau adalah putra tertua
Ishak. Al-Qur’an sendiri tidak membahas
masalah Esau ini, sementara Narasi Bibel tidak menjelaskan ihwal hubungan
Fir’aun dan Sarah kecuali disebutkan adanya “tulah” yang hebat yang menimpa
Fir’aun dan istananya (Kejadian 12 : 17), yang dilihat dari redaksinya mencegah
Fir’aun menyetubuhi Sarah. Ini tampak dalam kalimat ayat : “…karena Sarai, istri Abram itu”.
Kontroversi berikutnya ialah tentang Siti Hajar yang justru
dinikahkan oleh Siti Sarah dengan Ibrahim. Secara psikologis ini mengandung
pengertian “rasa bersalah” Sarah karena telah diambil sebagai selir oleh
Fir’aun. Lalu tentang penolakan Sarah terhadap Ismail sebagai ahli waris
Ibrahim, berkaitan erat dengan harta-kekayaan hibah dari Fir’aun yang berlimpah
yang merupakan maskawin Sarah yang diterima Ibrahim yang waktu itu mengaku
sebagai kakak Sarah, bukan suami. Seperti telah disinggung, kebohongan Ibrahim
ini mendapat kecaman keras dari teolog Kristen Berthold A Pariera (vide
Pengajian ke 68). Tapi lagi-lagi hal itu belum membuktikan adanya hubungan
seksual antara Sarah dengan Fir’aun. Oleh karena itu secara konservatif saya
berpendapat bahwa Esau adalah putra tertua Ishak sebagaimana dikemukakan Ahmad
Shalaby dan narasi Bibel. Adapun hilangnya peranan Esau dalam sejarah Yahudi
dan sebaliknya kuatnya peranan adiknya Ya’kub atau Israil, tidak dapat
dijadikan dasar kesimpulan bahwa Esau bukan putra Ishak. Bisa saja disebabkan
oleh karakter dan kecerdasan Ya’kub yang lebih kuat atau sebab-sebab lain.
Diungkapkannya masalah ini (vide pengajian ke 68-69) dipandang perlu agar kita
memperoleh pemahaman yang lebih utuh tentang sejarah Bani Israil yang sedang
terus kita kaji secara mendalam.
Perkembangan Jerusalem.
Th. 740 SM Raja Uzziah wafat. Selama 4 th tahta Jerusalem
kosong, tapi pada masa itu bangkit nabi besar Yesaya yang mengaku melihat Yahweh secara langsung diatas
singgasanaNya yaitu Tabut Perjanjian yang dikelilingi seraphim (malaikat) di Devir Haekal Sulaiman di
Gunung Zion. Visi inilah yang mengilhami Yesaya bahwa Jerusalem merupakan
setting intervensi terakhir Tuhan dalam sejarah manusia. Akan ada penghakiman
agung, peperang final akhir zaman dan prosesi
orang-orang kafir bertobat menuju Jerusalem untuk tunduk kepada kehendak
Tuhan. Visi Yesaya ini menurut antropolog zaman ini Karen Armstrong (2005)
terus mempengaruhi politik Jerusalem hingga hari ini. Kebesaran Nabi Yesaya
mencegah chaotic kekosongan tahta selama 4 th. Baru pada 736 SM Jerusalem
melantik Raja Ahaz dari Yehuda yang
memerintah hingga 716 SM. Pada masa itu
kekuatan Asiria (Irak) muncul kembali di Timur Dekat. Raja-raja Damaskus
(Suriah/Syiria) dan Israel segera membangun koalisi untuk menghadapi
kebangkitan Asiria dibawah kaisarnya Tiglathpileser
III yang
berambisi menguasai seluruh Mesopotamia dan Timur Dekat. Raja Yehuda Ahaz
menolak bergabung dalam koalisi itu. Kekuatan Israel dan Damaskus segera
bergerak ke selatan mengepung Jerusalem. Nabi besar Yesaya meminta Raja Ahaz
untuk tidak panik melainkan berpegang teguh sepenuhnya hanya kepada Yahweh Yang Maha Esa saja. Yesaya bersabda bahwa Raja Ahaz akan
segera memiliki putra yang disebut Emanu-El (Tuhan bersama kita)
yang menegakkan kembali pemerintahan damai dan harmoni dengan Tuhan, yang akan
memulihkan kembali kerajaan Daud. Yesaya menegaskan, sebelum Emanu-El mencapai akil baligh kerajaan Israel dan
Damaskus sudah akan binasa. Tapi Raja Ahaz tidak mau mengambil resiko dengan
nasihat transendent itu. Raja Ahaz mendasarkan pada perhitungan politik dan
militernya memilih tunduk kepada Tiglathpileser
III dan
menjadi vassal Asiria. Betapapun Raja Ahaz telah menyelamatkan Jerusalem, meski
tanpa keyakinan tauhid kepada Yahweh
El Sada’i
seperti yang digariskan Nabi Yesaya.
Kehancuran Israel.
Setelah berhasil mengontrol Jerusalem, Tiglathpileser III
segera menggerakkan pasukannya menggempur Damaskus dan Israel dan mendeportasi
besar-besaran penduduk dari kedua kerajaan yang kalah itu. Seluruh Israel
berada dibawah kekuasaan Asiria. Pada th. 733 SM Kerajaan Isreal merosot
drastic hanya menjadi sebuah negara kota kecil yang berbasis diseputar ibukota
Samaria saja, dengan raja boneka. Pada th. 722 SM terjadi upaya pemberontakan
terhadap Asiria, tetapi gagal. Akibatnya Samaria dihancurkan oleh Kaisar Asiria
Shalmaneser V dan lebih merosot lagi
dengan status bukan lagi kerajaan vassal, melainkan propinsi Asiria dengan nama Samerina. Lebih dari 27 000 orang Israel dideportasi ke Asiria dan
tidak pernah terdengar lagi kabar beritanya. Sementara didatangkan penduduk
dari negeri-negeri lain ke Samerina untuk menggantikan orang-orang Israel,
antara lain dari Babilonia,
Cuthnah, Arad, Hamah dan Sephoraim. Pada umumnya para imigran itu juga menyembah Yahweh. Disini
rejim Asiria menciptakan adanya masyarakat Yahwist (penyembah Yahweh) non-Bani
Israil. Hal ini kelak menjadi dasar rekruitmen Zionisme internasional yang
tidak semata berbasis kepada Ras Yahudi/Israel. Sekian, kita lanjutkan pada
pengajian mendatang.
Terima Kasih dan
Salam menjelang Natal.
Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.
Jakarta, 16 Desember 2005,
Pengasuh,
HAJI AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar