11.7.17

Pengajian Kedelapanpuluh Enam (86),






Pengajian Kedelapanpuluh Enam  (86),

Assalamu’alaikum War. Wab.
Bismillahirrahmanirrahiem,

















“Dan (ingatlah) ketika kamu berkata, “ Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu jenis makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, seperti sayur- mayurnya, mentimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya.” Musa berkata, “Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang baik ? Pergilah kamu ke suatu kota, pastilah kamu memperoleh apa yang kamu minta”. Lalu ditimpakanlah atas mereka nista dan kehinaan serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas” ; Al-Baqoroh : 61.

Kita akan melakukan penmbahasan eklektik dari berbagai sudut pandang secara holistis sesuai tradisi pengajian kita selama ini agar memperoleh kedalaman dan hikmah yang setinggi-tingginya dari ayat diatas.

Pokok Bahasan.

Terdapat dua substansi logis yang berbeda waktu dan peristiwa pada ayat ini, namun mengandung satu konsistensi makna, yaitu keingkaran Bani Israil dari monotheisme Yahweh atau ketauhidan.  Pertama, ketika Bani Israil nomaden di Sinai dengan peristiwa ‘manna’ dan ‘salwa’, kedua ketika Bani Israil sudah bermukim di Jerusalem (Baitul Maqdis) dengan peristiwa pembunuhan para nabi.
Menurut Tafsir Jalalain peristiwa pertama  terjadi ketika Bani Israil dibawah pimpinan Musa a.s. tersesat di gurun Sinai. Seperti telah diungkapkan pada ayat-ayat sebelumnya, kesulitan makanan dan air yang mereka alami dapat diatasi dengan mukjizat pertolongan Allah berupa turunnya makanan bergizi tinggi dari langit ‘manna’ dan ‘salwa’, serta terpancarnya 12 mata air dari batu yang dipukul tongkat Musa a.s. Untuk beberapa lama mereka terus menerus mengkonsumsi manna dan salwa yang akhirnya menimbulkan rasa bosan. Bani Israil lalu minta kepada Musa agar berdoa kepada Tuhannya meminta jenis-jenis makanan bumi, seperti sayur-mayur, mentimun, bawang putih, bawang merah, kacang adas dll yang biasa mereka konsumsi sebelumnya. Permintaan itu mendapatkan reaksi negatif dari Allah dan Musa sebagaimana narasi para mufassir.  Baik Tafsir Jalalain maupun Tafsir Ibnu Katsir menganggap permintaan ini menggambarkan perangai buruk Bani Israil yang sombong dan tidak mensyukuri karunia Allah dengan makanan bergizi tinggi ‘manna’ dan ‘salwa’, dengan meminta jenis-jenis makanan lain dari bumi yang kwalitas gizi-nya lebih rendah. Musa menolak permintaan mereka, karena segala sayur-mayur dan makanan yang mereka minta itu mudah didapat di kota-kota seputar mereka. Jika mereka pergi ke kota-kota itu tentu akan mendapatkannya. Ayat ini juga menggambarkan posisi mereka yang terisolir di  gurun Sinai  disebabkan keengganan mereka untuk berperang merebut tanah Baitul Maqdis (Jerusalem) yang dijanjikan Allah kepada mereka. Dalam kaitan dengan hal ini perlu diperiksa kembali Naskah Pengajian ke 83 dan 84 yang menerangkan ketidaksesuaian bukti-bukti antropologis dengan narasi mufassirin dan Bibel tentang eksodus Bani Israil dan masuknya mereka ke bumi Jerusalem.
Sesungguhnya pernyataan kebosanan Bani Israil terhadap manna dan salwa adalah hal yang wajar, tetapi konteks psikologis dari kasus ini bukan sekedar masalah kebosanan, tetapi lebih dari itu masalah pengingkaran. Seperti sudah sering diterangkan sebelumnya bahwa titik konflik diantara Musa dengan Bani Israil berkaitan dengan konstitusi jiwa Bani Israil yang berisi struktur nilai penyembahan berhala yang sudah bersifat endogen berasal dari pengalaman rohani mereka selama masa 3 hingga 4 abad sebelumnya di  Mesir. Bahkan mainstream ketidaksadaran kolektif Bani Israil lebih berisi muatan-muatan paganisme daripada ajaran-ajaran nenek moyang mereka yang beriman seperti Yusuf dan Ya’qub. Oleh karena itu segala perilaku bias Bani Israil bersumber dari penolakan psikologis mereka untuk meninggalkan kepercayaan paganisme Mesir untuk beriman semata kepada Yahweh. Mereka lebih suka jalan sinkretisme atau kemusyrikan, yaitu mengakui keberadaan Yahweh El-Syada’i Tuhan Musa, sementara tetap pula menyembah berhala-berhala yang mereka cintai. Hal itulah yang tidak dibenarkan Allah Azza wa Jalla dengan tetap menekankan azas Tauhidiyah yang harus dijalankan Bani Israil dan semua ummat manusia. Kalimat, “ditimpakan atas mereka nista dan kehinaan serta kemurkaan Allah”, adalah akibat tidak dilaksanakannya azas Tauhid dan sebaliknya tetap dipertahankannya azas kemusyrikan. Kita dapat memeriksa naskah-naskah pengajian yang lalu yang berisi tentang sejarah kuno Bani Israil dan terakhir tentang kehancuran Kana’an Bersatu, kehancuran Israel dan Yehuda, dan paling akhir tentang kehancuran Jerusalem. Namun di zaman ini tidak dapat dikatakan Bani Israil berada dalam keadaan terhina. Mereka telah berhasil mendirikan Negara Israel modern, dan memiliki jaringan organisasi-organisasi modern seperti Illuminati-Freemasonry yang berpengaruh di dunia dengan menguasai keuangan dan teknologi. Justru yang terhina adalah bangsa Arab-Palestina yang masih belum berhasil mendirikan negara merdeka dan terus menerus berada di bawah tekanan Negara Israel dan sekutu-sekutu Barat-nya terutama Amerika Serikat dan Inggris. Sudah barantentu narasi mufassirin yang ditulis pada abad ke- 8 H atau abad ke-14 M belum mencakup zaman sesudahnya dan zaman modern sekarang ini. Namun demikian banyak jasa para mufassirin dan kita senantiasa menghormati karya-karya klasik mereka, seperti yang kita lakukan dalam pengajian kita.  Kita belum tahu perkembangan sesudah zaman yang diwarnai dengan konflik peradaban ini, apakah Bani Israil semakin berjaya atau bakal jatuh terhina. Wallahu a’lam.

Substansi kedua ayat ini berkaitan dengan perilaku Bani Israil ketika sudah menjadi komunitas yang mapan di Jerusalem. Interaksi negative mereka terhadap nilai-nilai Tauhid yang diajarkan para Nabi Allah yang diutus kepada mereka berkembang menjadi pengingkaran dan perlawanan yang sangat ekstrem dengan manifest tindakan membunuh Nabi Asy’iya, Nabi Zakaria dan Nabi Yahya serta terakhir berusaha membunuh Nabi Isa dengan menyalibnya. Tiada kekafiran yang lebih besar dan lebih jahat daripada membunuh para nabi yang mulya. Inilah makna kalimat,”durhaka dan melampaui batas”, pada ayat diatas.
Dalam kaitan dengan hal ini Rasulullah SAW bersabda : “Asyaddunnaasi ‘adzaaban yaumal-qiyaamati, rojulan qotalahu nabiyyan, au qotala nabiyyan, wa-imaamu dholalatin, wa mumatstsalan minal mumatstsilien(a)” : “Manusia yang paling berat siksanya pada hari kiamat ialah orang yang di bunuh nabi, membunuh nabi, pemimpin yang sesat dan pelaku sadis dalam pembunuhan”. (HR. Ahmad).

Qabala.

Bukti bahwa modal personality Bani Israil bercorak paganisme menjadi benang merah yang merentang panjang sejak Ancient-Egyptian hingga New Ancient Egyptian, yaitu Amerika Serikat. Inti dari paganisme adalah materialisme yang kini menjadi mainstream dunia dengan peradaban modern yang berpusat di Amerika Serikat dan Eropa Barat dalam berbagai bentuk dan manifestasinya; dan telah memberikan sumbangan besar bagi kemajuan dunia. Sekularisme, pluralisme, liberalisme dan humanisme adalah puncak-puncak peradaban umat manusia yang banyak dipengaruhi faham materialisme. Walaupun tidak otomatis materialisme, karena banyak kaum sekularis-liberalis yang religius tetapi basis nilai didalamnya adalah materialisme. Batas-batasnya memang tipis, kelak akan kita bahas secara khusus.

Diantara lambang qabalis tradisional yang terpenting adalah pentagram (bintang lima) terbalik, dua ujung menghadap keatas, dua ujung menghadap kesamping dan satu ujung menghadap ke bawah yang sebenarnya symbol  Shedim, yaitu kepala rejim dewa-dewa berkepala kambing, yang disebut kambing “Mendez”, Sebenarnya Mendez adalah nama dan penampilan lain dari Lucifer. Dua ujung bintang menghadap keatas merupakan tanduk, dua ujung bintang kesamping adalah kupingnya, sedangkan satu ujung bintang menghadap kebawah adalah dagunya. Para antropolog mencatat “kambing Mendez” sebagai bagian dari peninggalan spiritualisme Mesir Kuno. Patung Sapi Betina dari emas yang dibangun Samiri adalah bagian dari rejim Shedim Mendez ini. Dalam kepercayaan tradisional qabala, terdapat beberapa jenis shedim yang dapat kawin-mawin dengna manusia, yang disebut ‘mazzikim’, yaitu shedim yang tidak berbahaya. Keturunan mereka disebut ‘bhanim shovavim’ artinya ‘anak haram jadah’. Kaum qabalis menggunakan pula symbol-simbol seks untuk merepresentasikan humanisme, seperti organ laki-laki yang disimbolkan dengan ‘lingga’  atau ‘phallus’ sebagai perlambang kekuasaan regeneratif. Di Indonesia lambang itu adalah tugu Monas, Jakarta yang menghadap ke Istana, pusat kekuasaan, sedangkan di Amerika Serikat adalah obelisk George Washington yang menghadap ke Kantor Oval Gedung Putih (Kanto Presiden AS), pusat kekuasaan dunia (E Pluribus Unum). Organ wanita dilambangkan dengan pelataran luas yang disebut ‘yoni’ atau ‘Mother of Earth’ (Ibu Pertiwi), yang biasanya menjadi media penyangga bagi obelisk yang berdiri tegak. Bangsa kita sangat senang dengan istilah dan nyanyian Ibu Pertiwi. Jangan lupa ribuan tahun sebelum masuknya Islam, nenek moyang kita adalah bangsa paganis. Sekian, kita lanjutkan Jumat depan, Terima kasih.

Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih.
Wassalamu’alaikum War. Wab.
Jakarta, 7 April 2006,

Pengasuh,


HAJI AGUS MIFTACH

Ketua Umum Front Persatuan Nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar