Pengajian
Kedelapanpuluh Enam (86),
Assalamu’alaikum
War. Wab.
Bismillahirrahmanirrahiem,
“Dan (ingatlah) ketika kamu
berkata, “ Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu jenis makanan
saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu agar Dia mengeluarkan
bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, seperti sayur- mayurnya, mentimunnya,
bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya.” Musa berkata, “Maukah
kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang baik ? Pergilah kamu
ke suatu kota, pastilah kamu memperoleh apa yang kamu minta”. Lalu
ditimpakanlah atas mereka nista dan kehinaan serta mereka mendapat kemurkaan
dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah
dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi)
karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas” ; Al-Baqoroh : 61.
Kita
akan melakukan penmbahasan eklektik dari berbagai sudut pandang secara holistis
sesuai tradisi pengajian kita selama ini agar memperoleh kedalaman dan hikmah
yang setinggi-tingginya dari ayat diatas.
Pokok
Bahasan.
Terdapat
dua substansi logis yang berbeda waktu dan peristiwa pada ayat ini, namun
mengandung satu konsistensi makna, yaitu keingkaran Bani Israil dari
monotheisme Yahweh atau ketauhidan.
Pertama, ketika Bani Israil nomaden di Sinai dengan peristiwa ‘manna’
dan ‘salwa’, kedua ketika Bani Israil sudah bermukim di Jerusalem (Baitul
Maqdis) dengan peristiwa pembunuhan para nabi.
Menurut
Tafsir Jalalain peristiwa pertama terjadi ketika Bani Israil dibawah pimpinan
Musa a.s. tersesat di gurun Sinai. Seperti telah diungkapkan pada ayat-ayat
sebelumnya, kesulitan makanan dan air yang mereka alami dapat diatasi dengan
mukjizat pertolongan Allah berupa turunnya makanan bergizi tinggi dari langit
‘manna’ dan ‘salwa’, serta terpancarnya 12 mata air dari batu yang dipukul
tongkat Musa a.s. Untuk beberapa lama mereka terus menerus mengkonsumsi manna
dan salwa yang akhirnya menimbulkan rasa bosan. Bani Israil lalu minta kepada
Musa agar berdoa kepada Tuhannya meminta jenis-jenis makanan bumi, seperti
sayur-mayur, mentimun, bawang putih, bawang merah, kacang adas dll yang biasa
mereka konsumsi sebelumnya. Permintaan itu mendapatkan reaksi negatif dari
Allah dan Musa sebagaimana narasi para mufassir. Baik Tafsir Jalalain maupun Tafsir Ibnu Katsir
menganggap permintaan ini menggambarkan perangai buruk Bani Israil yang sombong
dan tidak mensyukuri karunia Allah dengan makanan bergizi tinggi ‘manna’ dan
‘salwa’, dengan meminta jenis-jenis makanan lain dari bumi yang kwalitas
gizi-nya lebih rendah. Musa menolak permintaan mereka, karena segala
sayur-mayur dan makanan yang mereka minta itu mudah didapat di kota-kota
seputar mereka. Jika mereka pergi ke kota-kota itu tentu akan mendapatkannya. Ayat
ini juga menggambarkan posisi mereka yang terisolir di gurun Sinai
disebabkan keengganan mereka untuk berperang merebut tanah Baitul Maqdis
(Jerusalem ) yang
dijanjikan Allah kepada mereka. Dalam kaitan dengan hal ini perlu diperiksa
kembali Naskah Pengajian ke 83 dan 84 yang menerangkan ketidaksesuaian
bukti-bukti antropologis dengan narasi mufassirin dan Bibel tentang eksodus
Bani Israil dan masuknya mereka ke bumi Jerusalem.
Sesungguhnya
pernyataan kebosanan Bani Israil terhadap manna dan salwa adalah hal yang
wajar, tetapi konteks psikologis dari kasus ini bukan sekedar masalah
kebosanan, tetapi lebih dari itu masalah pengingkaran. Seperti sudah sering
diterangkan sebelumnya bahwa titik konflik diantara Musa dengan Bani Israil berkaitan
dengan konstitusi jiwa Bani Israil yang berisi struktur nilai penyembahan
berhala yang sudah bersifat endogen berasal dari pengalaman rohani mereka
selama masa 3 hingga 4 abad sebelumnya di
Mesir. Bahkan mainstream ketidaksadaran kolektif Bani Israil lebih
berisi muatan-muatan paganisme daripada ajaran-ajaran nenek moyang mereka yang
beriman seperti Yusuf dan Ya’qub. Oleh karena itu segala perilaku bias Bani
Israil bersumber dari penolakan psikologis mereka untuk meninggalkan
kepercayaan paganisme Mesir untuk beriman semata kepada Yahweh. Mereka lebih
suka jalan sinkretisme atau kemusyrikan, yaitu mengakui keberadaan Yahweh El-Syada’i Tuhan Musa, sementara
tetap pula menyembah berhala-berhala yang mereka cintai. Hal itulah yang tidak
dibenarkan Allah Azza wa Jalla dengan tetap menekankan azas Tauhidiyah yang
harus dijalankan Bani Israil dan semua ummat manusia. Kalimat, “ditimpakan atas
mereka nista dan kehinaan serta kemurkaan Allah”, adalah akibat tidak
dilaksanakannya azas Tauhid dan sebaliknya tetap dipertahankannya azas
kemusyrikan. Kita dapat memeriksa naskah-naskah pengajian yang lalu yang berisi
tentang sejarah kuno Bani Israil dan terakhir tentang kehancuran Kana’an Bersatu,
kehancuran Israel dan
Yehuda, dan paling akhir tentang kehancuran Jerusalem . Namun di zaman ini tidak dapat
dikatakan Bani Israil berada dalam keadaan terhina. Mereka telah berhasil
mendirikan Negara Israel
modern, dan memiliki jaringan organisasi-organisasi modern seperti
Illuminati-Freemasonry yang berpengaruh di dunia dengan menguasai keuangan dan
teknologi. Justru yang terhina adalah bangsa Arab-Palestina yang masih belum
berhasil mendirikan negara merdeka dan terus menerus berada di bawah tekanan
Negara Israel
dan sekutu-sekutu Barat-nya terutama Amerika Serikat dan Inggris. Sudah
barantentu narasi mufassirin yang ditulis pada abad ke- 8 H atau abad ke-14 M
belum mencakup zaman sesudahnya dan zaman modern sekarang ini. Namun demikian
banyak jasa para mufassirin dan kita senantiasa menghormati karya-karya klasik
mereka, seperti yang kita lakukan dalam pengajian kita. Kita belum tahu perkembangan sesudah zaman
yang diwarnai dengan konflik peradaban ini, apakah Bani Israil semakin berjaya
atau bakal jatuh terhina. Wallahu a’lam.
Substansi
kedua ayat ini berkaitan dengan perilaku Bani Israil ketika sudah menjadi komunitas
yang mapan di Jerusalem .
Interaksi negative mereka terhadap nilai-nilai Tauhid yang diajarkan para Nabi
Allah yang diutus kepada mereka berkembang menjadi pengingkaran dan perlawanan
yang sangat ekstrem dengan manifest tindakan membunuh Nabi Asy’iya, Nabi Zakaria dan Nabi
Yahya serta terakhir berusaha membunuh Nabi
Isa dengan menyalibnya. Tiada kekafiran yang lebih besar dan lebih jahat daripada
membunuh para nabi yang mulya. Inilah makna kalimat,”durhaka dan melampaui
batas”, pada ayat diatas.
Dalam
kaitan dengan hal ini Rasulullah SAW bersabda : “Asyaddunnaasi ‘adzaaban yaumal-qiyaamati, rojulan qotalahu nabiyyan,
au qotala nabiyyan, wa-imaamu dholalatin, wa mumatstsalan minal
mumatstsilien(a)” : “Manusia yang paling berat siksanya pada hari kiamat ialah
orang yang di bunuh nabi, membunuh nabi, pemimpin yang sesat dan pelaku sadis
dalam pembunuhan”. (HR. Ahmad).
Qabala.
Bukti
bahwa modal personality Bani Israil
bercorak paganisme menjadi benang merah yang merentang panjang sejak
Ancient-Egyptian hingga New Ancient Egyptian, yaitu Amerika Serikat. Inti dari
paganisme adalah materialisme yang kini menjadi mainstream dunia dengan
peradaban modern yang berpusat di Amerika Serikat dan Eropa Barat dalam berbagai
bentuk dan manifestasinya; dan telah memberikan sumbangan besar bagi kemajuan
dunia. Sekularisme, pluralisme, liberalisme dan humanisme adalah puncak-puncak
peradaban umat manusia yang banyak dipengaruhi faham materialisme. Walaupun tidak
otomatis materialisme, karena banyak kaum sekularis-liberalis yang religius
tetapi basis nilai didalamnya adalah materialisme. Batas-batasnya memang tipis,
kelak akan kita bahas secara khusus.
Diantara
lambang qabalis tradisional yang terpenting adalah pentagram (bintang lima)
terbalik, dua ujung menghadap keatas, dua ujung menghadap kesamping dan satu
ujung menghadap ke bawah yang sebenarnya symbol
Shedim, yaitu kepala rejim
dewa-dewa berkepala kambing, yang disebut kambing “Mendez”, Sebenarnya Mendez
adalah nama dan penampilan lain dari Lucifer.
Dua ujung bintang menghadap keatas merupakan tanduk, dua ujung bintang
kesamping adalah kupingnya, sedangkan satu ujung bintang menghadap kebawah
adalah dagunya. Para antropolog mencatat
“kambing Mendez” sebagai bagian dari peninggalan spiritualisme Mesir Kuno.
Patung Sapi Betina dari emas yang dibangun Samiri adalah bagian dari rejim
Shedim Mendez ini. Dalam kepercayaan tradisional qabala, terdapat beberapa
jenis shedim yang dapat kawin-mawin dengna manusia, yang disebut ‘mazzikim’, yaitu shedim yang tidak
berbahaya. Keturunan mereka disebut ‘bhanim
shovavim’ artinya ‘anak haram jadah’. Kaum qabalis menggunakan pula
symbol-simbol seks untuk merepresentasikan humanisme, seperti organ laki-laki
yang disimbolkan dengan ‘lingga’ atau ‘phallus’ sebagai perlambang
kekuasaan regeneratif. Di Indonesia lambang itu adalah tugu Monas, Jakarta yang menghadap
ke Istana, pusat kekuasaan, sedangkan di Amerika Serikat adalah obelisk George Washington yang menghadap
ke Kantor Oval Gedung Putih (Kanto Presiden
AS ), pusat kekuasaan dunia (E
Pluribus Unum). Organ wanita dilambangkan dengan pelataran luas yang disebut ‘yoni’ atau ‘Mother of Earth’ (Ibu Pertiwi), yang biasanya menjadi media
penyangga bagi obelisk yang berdiri tegak. Bangsa kita sangat senang dengan
istilah dan nyanyian Ibu Pertiwi. Jangan lupa ribuan tahun sebelum masuknya
Islam, nenek moyang kita adalah bangsa paganis. Sekian, kita lanjutkan Jumat
depan, Terima kasih.
Birrahmatillahi
Wabi’aunihi fi Sabilih.
Wassalamu’alaikum
War. Wab.
Pengasuh,
HAJI
AGUS MIFTACH
Ketua
Umum Front Persatuan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar