11.7.17

Di India, Bajaj Pasti Berlagu…….

Catatan : Abu Hafaseham, New Delhi-India 1991
Didepan Hotel Ashok Palace, New Delhi- India, Bajaj yang kami tumpangi berhenti. Dengan Bahasa Urdu- Hindi bercampur Inggeris logat India si Sopir menunjuk kearah Hotel Berbintang lima itu, meminta kami turun dan segera membayar 85 rupees. Sadar bahwa bukan Hotel itu tempat kami menginap, saya menjelaskan pada si Sopir Bajaj bahwa kami menginap di Asok Plaza, bukan di Asok Palace.

BAJAJ INDIA


Ashok Palace adalah Hotel Bintang Lima, tempat Pak Pipip Sumantri Cs menginap, sementara saya dan Pak Ukun Cs menginap di Asok Plaza, yang mungkin hanya berbintang Tiga. Begitu mendengar penjelasan saya, sambil mengamati kartu nama Hotel yang saya sodorkan, si Sopir Bajaj minta tambahan ongkos 85 rupees lagi. Jadi total 170 rupees, atau setara dengan 17 ribu rupiah. Bayaran Bajaj itu lebih mahal dari beaya naik taxi, yang hanya 150 rupees,atau setara dengan 15 ribu rupiah, dengan jarak yang sama ketika kami berangkat dari Hotel Asok Plaza menuju Masjid Ahmadi New Delhi- dekat Batra Hospital.

Tipu-tipu berlagu gaya Sopir Bajaj India yang menimpa kami itu berawal dari “Jasa Baik” Tuan Shamsir Ali. Ketika saya dan Pak Musa tiba di Masjid Ahmadi New Delhi, Pak Basyith, Pak Shamsir dan beberapa orang lainnya bertanya, menginap dimana? Kesini naik apa? dan sebagainya. Saat saya jelaskan bahwa saya nginap di Asok Plaza dan naik taxi menuju Masjid ini, dengan ongkos 150 rupees, beliau-beliau berkomentar: Kemahalan! Perbandingannya, Pak Basyith yang letak Hotelnya lebih jauh hanya membayar ongkos taxi sekitar 90 rupees. Jadi, Pak Shamsir menawarkan jasa baik , “nanti kalau mau kembali ke Hotel bilang saya , biar saya yang tawarkan taxi” , janji Pak Shamsir.

Setelah seharian kami mengambil gambar dan wawancara dengan sejumlah besar anggota Delegasi dari berbagai Negara yang singgah di Masjid New Delhi, kami bergegas kembali ke Hotel. Diantar Pak Shamsir yang segera menawar Bajaj dengan Bahasa Urdu yang medhok. Maklum Pak Shamsir sudah lebiih lima tahun study di Pakistan, sehingga sopir Bajaj menyerah dengan ongkos 85 rupees dengan janji mengantar kami sampai di Hotel Asok Plaza. Dari sinilah tipu Lagu Gaya Bajaj India dimulai.

Dari depan Akademi Publisistik Indira Ghandi, tak jauh dari Mesjid Ahmadi New Delhi , saya dan Pak Musa mulai melangkah memasuki Bajaj. Supir Bajaj yang berkumis tebal itu segera menstater kendaraan roda tiganya, dan melesat kencang menyusuri jalanan Ibu Kota India. Seingat saya, tak ada kendaraan roda empat, seperti taxi dan mobil penumpang pribadi lainnya yang mampu mendahului Bajaj yang kami tumpangi.


Saya bisa memaklumi kecepatan Bajaj yang kami tumpangi, karena saya pikir, mungkin, kendaraan itu terawat dengan baik karena selalu memakai suku cadang asli buatan India. Tempat kendaraan itu “dilahirkan” dan kini beroperasi! Hanya saja , yang membuat saya mulai curiga, adalah kelakuan si Sopir Bajaj, yang sejak start dan sepanjang perjalanan terus melantunkan lagu berbahasa Hindi campur Urdu, dengan irama yang agak menghentak- hentak. Irama lagu itu seakan mengiringi goyang roda dan kemudi Bajaj yang terus meliuk-liuk menyalip bermacam kendaraan, tanpa kendaraan lain bisa menyalip Bajaj kami.

Tiba-tiba dengan memiringkan badan, si Sopir memotong arus lalulintas , dan dengan sedikit menimbulkan kejengkelan para pengemudi yang berlawanan arah, Bajaj kami merapat kearah pompa bensin.Ya, Bajaj kami menambah bahan bakar.Usai isi bensin, Bajaj kami segera tancap gas kencang-kencang lagi. Kurang dari setengah jam Bajaj kami sudah sampai didepan Hotel Asok Palace.

Didepan Hotel Bintang lima itu terjadi adegan seperti yang dituturkan diawal cerita ini. Tapi tidak cuma itu. Ketika kami belum mau membayar, dan belum juga turun dari Bajaj, sopir berkumis tebal itu dengan kasar membuka pintu Bajaj dan membentak kami agar segera turun dan membayar ongkos. Dan tangannya menadah ,dengan gaya agak mengancam!

Sebagai orang yang pernah besar dan hidup di jalanan kota Metropolitan, emosi saya mulai terpancing oleh ulah sopir India yang berangasan itu. Dalam hitungan saya, tidak terlalu sulit untuk membuat sopir pemarah itu bungkam, bahkan pingsan beberapa puluh menit , sehingga kami bisa ganti kendaraan menuju Hotel Asok Plaza tempat kami menginap.

Pak Musa yang anak tentara ternyata lebih sabar dari saya. Dengan cekatan , pemuda Jangkung yang dikemudian hari menjadi Sadr MKAI itu, segera menyatakan setuju membayar 85 rupees lagi kepada sopir Bajaj, dan perjalanan pun dilanjutkan tanpa ada keributan yang berarti. Artinya, ya tadi, kami jadi terpaksa “setengah tertipu” , membayar Bajaj lebih mahal dari naik taxi di India!

Sejak saat itu, jika saya pergi bersama rombongan yang lain, saya selalu menjadi “juru tawar” jika naik kendaraan atau membeli sesuatu barang apapun di India. Padahal Bahasa Inggeris saya patah-patah, dan sayapun tak begitu faham bahasa Hindi maupun Urdu. Caranya , saya selalu bawa kertas dan pulpen, dan menuliskan dengan huruf-2 isyarat kepada sopir atau pedagang India.

Jika saya menawar seratus rupees misalnya, maka saya tulis di kertas angka 100 dengan tanda tanya seperti ini:100? Kemudian dibawah tulisan itu saya minta sopir atau pedagang menuliskan angka harga yang disetujuinya. Jika belum cocok, kami akan bergantian menulis dikertas yang saya pegang, hingga tawar menawar itu mencapai kesepakatan. Hasilnya, sejak kasus “Bajaj Berlagu” itu, saya tak pernah lagi tertipu di India.

Konon , menurut Ir. Syarif Lubis Msc., jika belum pernah ditipu, maka kita dianggap belum sampai di India. Padahal, sesungguhnya, kenapa kami sampai bisa kena tipu-tipu Bajaj Berlagu India itu, karena kami tidak mempergunakan bahasa yang dimemengerti oleh kedua belah fihak. Yakni: antara Penumpang dan Sopir Bajaj.

Jika Ketika menawar taxi dari Ashok Plaza ke Masjid Ahmadi kami pakai bahasa Inggeris, walaupun bayar 150 rupees kami tak ada masalah. Tapi ketika menawar Bajaj, Pak Shamsir yang “membantu” kami memakai bahasa Urdu, padahal beliau tidak ikut naik Bajaj, dan kami yang jadi penumpang tak faham bahasa Urdu. Akibat komunikasi yang tidak nyambung antara penumpang dan sopir Bajaj itulah, maka tipu-tipu Bajaj Berlagu Gaya India bisa terjadi…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar