Pengajian Ketigapuluh Lima ,
Fie qulubihim marodhun
fazaadahumullohu marodhon, walahum ‘adzabun aliemun, bimaa kaanuu yakdzibuun
(QS 2 : 10 )
Asslamu’alaikum War. Wab.
“Fie
qulubihim marodhun, fazadahumullohu marodhon, walahum ‘adzabun aliemun, bimaa kaanuu
yakdzibuun” : “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya,
dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”, (Al-Baqoroh 10).
Ayat tersebut merupakan bagian ketiga
dari tiga belas ayat munafiqien (vide, Pengajian Ketigapuluh Tiga). Isi ayat
diatas merupakan penekanan atas kondisi kejiwaan kaum minafiqien yang sakit dan
berkembang menjadi lebih parah.
Pada Pengajian Ketigapuluh Tiga dan
Ketigapuluh Empat, diungkapkan sifat-sifat utama yang menjadi identitas
orang-orang munafieq adalah ambigue. Sikap mendua diantara nilai-nilai
berhalaisme dan nilai-nilai Islam. Kondisi kejiwaan seperti ini jika tidak
mendapat penyelesaian memang bisa menjadi bertambah parah karena menjadi
kompleks dengan berbagai bentuk penyimpangan dan patologis. Dari perspektif
psikoanalitis kompleks merupakan bagian kejiwaan kepribadian yang terpecah dan lepas dari
kontrol kesadaran dan mempunyai kehidupan sendiri dalam kegelapan alam tak
sadar yang dapat menghambat atau memajukan prestasi-prestasi kesadaran.
Kompleks merupakan sesuatu dalam kepribadian yang tak dapat dipersatukan, tak
dapat diasimilasikan, menjadi pokok konflik. Inti kompleks tidak disadari dan
bersifat otonom, disertai sejumlah asosiasi yang berdasar pada disposisi
individu dan pengalaman-pengalamannya.
Disposisi individu dari konstitusi
kejiwaan yang berisi nilai-nilai berhalaisme yang bersifat endogen dengan
segala pengalaman yang panjang yang membentuk ketidaksadaran kolektif yang
menjadi dasar kecenderungan bertindak orang-orang munafik dengan bentuk-bentuk
perilaku dan sikap mental yang
menyimpang, yang menggambarkan ketidakmampuan psikologis mereka dalam
mengasimilasi perubahan peradaban yang tengah berlangsung kuat waktu itu. Ayat
diatas bahkan memastikan posisi mereka sebagai kelompok yang tertinggal oleh
arus perubahan revolusi hijrah yang
bertiup kencang diseluruh Arabia pada lintasan
abad ke 6-7.
Tentang sifat-sifat ambigue orang
munafik, Rasulullah SAW bersabda : “Inna syaronnaasi dzul-wajhain, alladzie
ya’tie haa’ulaa’i biwajhi wa haa’ulaa’i biwajhin” : “Sesungguhnya orang yang
paling jahat ialah orang yang bermuka dua; datang kepada orang ini dengan suatu
muka, dan kepada orang itu dengan muka yang lain” (HR. Bukhari).
Penyakit Munafieq.
Seperti disebut pada ayat didepan
bahwa kemunafikan merupakan penyakit yang inheren dalam konstitusi jiwa
manusia, dan menjadi disposisi psikologis yang dapat pula dijumpai pada
sifat-sifat manusia sekarang sebagai faktor endogen. Artinya kemunafikan bukan
hanya ada pada masa Rasulullah, tetapi mewaris pada masa sekarang. Bahkan
mungkin dengan intensitas yang lebih tinggi karena masuk pada level elite.
Tentang hal ini Rasulullah SAW bersabda :
“La’anaa min ghoiriddajjaali akhowafu ‘alaikum minaddajjali, faqiela wa ma
dzalika, faqoola minal’aimaatil-mudhilien” : “Bahwa selain dajjal ada pula yang
aku khawatirkan, malah lebih berbahaya daripadanya. Beliau ditanya : Siapakah
dia ? Beliau menjawab :Ialah para pemimpin yang menyesatkan” (HR. Ahmad dari
Abi Dzar Jaiyid).
Dalam kesempatan lain Umar bin Khattab
r.a. berkata :”Yang sangat saya khawatirkan pada ummat Islam nanti orang-orang
munafieq yang berilmu. Beliau ditanya : Bagaimana hal itu terjadi ? Beliau
menjawab :Ia pandai berbicara tetapi jiwa dan amalannya kosong”.
Pada Pengajian Ketigapuluh Empat
seorang tokoh bertanya bagaimana keluar dari sifat-sifat kemunafikan ?
Kemunafikan adalah ekspresi kompleks das
Es, dimana jiwa terikat pada impuls instinktif yang bersifat
pleasure-prinsiple atau dikuasai hawa nafsu kesenangan duniawi belaka dimana transcendent function dan das Ueber Ich tidak berfungsi karena
energi psikis lebih didominasi das Es. Maka membebaskan diri dari kemunafikan yang
bersifat hedonistis ialah menemukan motif akherat disetiap tindakan duniawi.
10 abad yang lalu Imam Ghazalie (1058-1111) mengungkapkan dalam kitabnya yang
termasyhur Ihya’ ‘Ulumuddien, bawa
diantara ‘ulama’ terdapat ‘ulama’usuu,
yaitu ‘ulama’ yang menghamba pada kepentingan duniawi belaka. Mereka adalah
orang-orang munafieq yang sesat dan menyesatkan.Tempatnya tak lain ialah dasar
neraka.
Firman Allah :”Innal-munafiqiena fiddarkil-asfali minannaar” : “Sesungguhnya
orang-orang munfieq itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari
neraka” (QS An Nisaa’: 145).
Bersumber dari dalam
Kemunafikan bersumber dari dalam, dari
konstitusi jiwa manusia. Kamunafikan berakar pada bayang-bayang archeytipus yang hidup pada kegelapan
ketidaksadaran manusia, merupakan dorongan kegelapan yang ada pada diri setiap
orang. Archeytipus merupakan organ
jiwa yang memang bersifat intra-organis. Sudah ada sejak manusia diciptakan.
Kejahatan munafik sudah berumur tua, setua umur homo-sapiens itu sendiri.
Contoh klasik kemunafikan dapat kita ambil dari kisah putera-putera Adam Qobil dan Habil atau Kain dan Habil
dalam versi Perjanjian Lama.
Habil seorang yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah, ia kasih dan patuh kepada Allah.Jiwanya berpegang pada das Ueber
Ich dan transcendent-function. Maka ia
berpegang pada ajaran agama yang diterima dari ayahnya Nabi Adam a.s, dan ia
ikhlas terhadap semua petunjuk dan perintah Allah dan ia yakin akan kebenaran
kebahagiaan akherat. Sebaliknya Qobil seorang yang beriman tetapi tidak
bertaqwa, ia lebih mendengarkan hawa nafsunya sendiri. Jiwanya berpegang pada das Es dan archeytipus. Maka ia tidak
memperdulikan .ajaran agama dan lebih senang mengejar kesenangan hawa nafsunya
sendiri. Ia bersikap munafik, pura-pura mematuhi perintah Allah padahal
sesungguhnya ia hanya berhasrat pada hawa nafsunya sendiri. Dengan sedikit
berbeda versi Al-Qur’an maupun Taurat (Perjanjian Lama) sama-sama mengisahkan
“pembunuhan pertama” history kitabiyah yang dilakukan Qobil atau Kain atas adiknya
Habil, karena kemunafikan dan kemusyrikan dihati Qobil. Inilah dosa kedua setelah tragedy buah quldi.
Jika dosa pertama berkaitan dengan impuls
stomach, maka dosa kedua lebih terdorong oleh impuls sexsual dimana Qobil menolak Lebuda sebagai istri yang
ditentukan Allah baginya, melainkan ia memilih Iqlima, karena kesanalah impuls
seksual-nya timbul. Perselisihan seksual ini diselesaikan dengan ritual qurban
sesuai petunjuk Allah. Siapa yang diterima qurbannya berhak memilih lebih
dahulu pasangannya. Habil si penggembala ternak yang bertaqwa dan ikhlas kepada
Allah memilih binatang ternaknya yang terbaik untuk qurban disertai rasa syukur
yang mendalam. Sebaliknya Qobil (Kain)
yang petani dengan ogah-ogahan memilih hasil tanamannya yang buruk untuk
qurban, sedang hasil tanamannya yang baik-baik disimpan untuk dimakannya
sendiri. Hasilnya mudah diduga qurban Habil diterima dan qurban Qobil ditolak
Allah. Karena nafsu amarahnya Qobil membunuh Habil. Itulah akhir dari libido
agresitas yang menggambarkan kompleksitas kejiwaan munafieq yang pathologis.
Betapapun merupakan disposisi psikologis yang ada dalam konstitusi jiwa semua orang,
bagian dari dorongan kegelapan yang bersemayam dalam bayang-bayang archeytipus (vide, Pengajian Kedua).
Membebaskan jiwa dari penyakit
munafieq ialah dengan menemukan motif akherat disemua perbuatan duniawi. Menempatkan
cita-cita transcendental sebagai
tujuan tertinggi kehidupan adalah jalan yang ditempuh Habil, Nuh, Ibrahim,
Musa, Isa dan Muhammad. Juga jalan yang ditempuh oleh Lao-tzu, Khonghucu,
Sidharta Gautama, Maharsi Thiruvaluvar, Anximandros, Pythagoras, Parmenides,
Socrates, Plato, Freud, Jung, Piaget dll, yang hampir semua pemikirannya sudah
kita bahas dalam rangkaian pengajian-pengajian yang lalu.
Untuk kesekian kalinya saya ulangi
lagi Firman Allah dalam Al-Baqoroh 62 :
“Innalladziena
aamanuu walladziena hhaduu wannashoro washshobi’iena, man amana billahi wal-yaomil
akhiri wa ‘amila sholihan, falahum ajruhum ‘inda robbihim, wa la khoufun
‘alaihim wa laahum yahzanuun” : “Sesungguhnya orang-orang Mu’min, orang-orang
Yahudi, orang-orang Nashrani dan orang-orang Shobi’in; Siapa saja diantara
mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh;
mereka akan menerima pahala disisi Tuhan mereka (Allah), tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati” (QS 2 : 62).
Jika Habil telah mati untuk menjalani
Firman-Nya demi kebahagiaan akhirat, maka Jesus atau Isal Al-Masih a.s. telah
mengorbankan seluruh hidupnya demi Kasih Allah agar manusia memiliki kesempatan
mencapai kebahagiaan akhirat. Jum’at Agung adalah ritus pengorbanan yang sangat
hakiki bagi iman Kristiani. Sesuai ajaran Al-Qur’anul-Kariem (Al-Kafiruun : 6)
kami berpendapat agama dijalankan menurut keyakinan para pemeluknya. Maka kami
sangat menghormatinya dan berdo’a agar Allah Ta’aala melimpahkan ampunan dan
ridho-Nya.. Saya ucapkan selamat Hari Raya Paskah bagi Ummat Kristen dan
Katholik. Semoga Tauhid, Kasih dan Persaudaraan senantiasa menyinari hati kita
semua. Sekian, terima kasih.
Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi
Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.
Pengasuh,
HAJI
AGUS MIFTACH
Ketua
Umum Front Persatuan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar