7.7.17

Pengajian Ketigapuluh Lima,-TWU






Pengajian Ketigapuluh Lima,
Fie qulubihim marodhun fazaadahumullohu marodhon, walahum ‘adzabun aliemun, bimaa kaanuu yakdzibuun (QS 2 : 10)

Asslamu’alaikum War. Wab.

“Fie qulubihim marodhun, fazadahumullohu marodhon, walahum ‘adzabun aliemun, bimaa kaanuu yakdzibuun” : “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”, (Al-Baqoroh 10).


Ayat tersebut merupakan bagian ketiga dari tiga belas ayat munafiqien (vide, Pengajian Ketigapuluh Tiga). Isi ayat diatas merupakan penekanan atas kondisi kejiwaan kaum minafiqien yang sakit dan berkembang menjadi lebih parah.
Pada Pengajian Ketigapuluh Tiga dan Ketigapuluh Empat, diungkapkan sifat-sifat utama yang menjadi identitas orang-orang munafieq adalah ambigue. Sikap mendua diantara nilai-nilai berhalaisme dan nilai-nilai Islam. Kondisi kejiwaan seperti ini jika tidak mendapat penyelesaian memang bisa menjadi bertambah parah karena menjadi kompleks dengan berbagai bentuk penyimpangan dan patologis. Dari perspektif psikoanalitis kompleks merupakan bagian kejiwaan  kepribadian yang terpecah dan lepas dari kontrol kesadaran dan mempunyai kehidupan sendiri dalam kegelapan alam tak sadar yang dapat menghambat atau memajukan prestasi-prestasi kesadaran. Kompleks merupakan sesuatu dalam kepribadian yang tak dapat dipersatukan, tak dapat diasimilasikan, menjadi pokok konflik. Inti kompleks tidak disadari dan bersifat otonom, disertai sejumlah asosiasi yang berdasar pada disposisi individu dan pengalaman-pengalamannya.
Disposisi individu dari konstitusi kejiwaan yang berisi nilai-nilai berhalaisme yang bersifat endogen dengan segala pengalaman yang panjang yang membentuk ketidaksadaran kolektif yang menjadi dasar kecenderungan bertindak orang-orang munafik dengan bentuk-bentuk perilaku dan sikap mental  yang menyimpang, yang menggambarkan ketidakmampuan psikologis mereka dalam mengasimilasi perubahan peradaban yang tengah berlangsung kuat waktu itu. Ayat diatas bahkan memastikan posisi mereka sebagai kelompok yang tertinggal oleh arus perubahan revolusi hijrah yang bertiup kencang diseluruh Arabia pada lintasan abad ke 6-7.

Tentang sifat-sifat ambigue orang munafik, Rasulullah SAW bersabda : “Inna syaronnaasi dzul-wajhain, alladzie ya’tie haa’ulaa’i biwajhi wa haa’ulaa’i biwajhin” : “Sesungguhnya orang yang paling jahat ialah orang yang bermuka dua; datang kepada orang ini dengan suatu muka, dan kepada orang itu dengan muka yang lain” (HR. Bukhari).

Penyakit Munafieq.
Seperti disebut pada ayat didepan bahwa kemunafikan merupakan penyakit yang inheren dalam konstitusi jiwa manusia, dan menjadi disposisi psikologis yang dapat pula dijumpai pada sifat-sifat manusia sekarang sebagai faktor endogen. Artinya kemunafikan bukan hanya ada pada masa Rasulullah, tetapi mewaris pada masa sekarang. Bahkan mungkin dengan intensitas yang lebih tinggi karena masuk pada level elite. Tentang hal ini Rasulullah SAW bersabda : “La’anaa min ghoiriddajjaali akhowafu ‘alaikum minaddajjali, faqiela wa ma dzalika, faqoola minal’aimaatil-mudhilien” : “Bahwa selain dajjal ada pula yang aku khawatirkan, malah lebih berbahaya daripadanya. Beliau ditanya : Siapakah dia ? Beliau menjawab :Ialah para pemimpin yang menyesatkan” (HR. Ahmad dari Abi Dzar Jaiyid).

Dalam kesempatan lain Umar bin Khattab r.a. berkata :”Yang sangat saya khawatirkan pada ummat Islam nanti orang-orang munafieq yang berilmu. Beliau ditanya : Bagaimana hal itu terjadi ? Beliau menjawab :Ia pandai berbicara tetapi jiwa dan amalannya kosong”.
Pada Pengajian Ketigapuluh Empat seorang tokoh bertanya bagaimana keluar dari sifat-sifat kemunafikan ? Kemunafikan adalah ekspresi kompleks das Es, dimana jiwa terikat pada impuls instinktif yang bersifat pleasure-prinsiple atau dikuasai hawa nafsu kesenangan duniawi belaka dimana transcendent function dan das Ueber Ich tidak berfungsi karena energi psikis lebih didominasi das Es. Maka membebaskan diri dari kemunafikan yang bersifat hedonistis ialah menemukan motif akherat disetiap tindakan duniawi.
10 abad yang lalu Imam Ghazalie (1058-1111) mengungkapkan dalam kitabnya yang termasyhur Ihya’ ‘Ulumuddien, bawa diantara ‘ulama’ terdapat ‘ulama’usuu, yaitu ‘ulama’ yang menghamba pada kepentingan duniawi belaka. Mereka adalah orang-orang munafieq yang sesat dan menyesatkan.Tempatnya tak lain ialah dasar neraka.
Firman Allah :”Innal-munafiqiena fiddarkil-asfali minannaar” : “Sesungguhnya orang-orang munfieq itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka” (QS An Nisaa’: 145).

Bersumber dari dalam
Kemunafikan bersumber dari dalam, dari konstitusi jiwa manusia. Kamunafikan berakar pada bayang-bayang archeytipus yang hidup pada kegelapan ketidaksadaran manusia, merupakan dorongan kegelapan yang ada pada diri setiap orang. Archeytipus merupakan organ jiwa yang memang bersifat intra-organis. Sudah ada sejak manusia diciptakan. Kejahatan munafik sudah berumur tua, setua umur homo-sapiens itu sendiri. Contoh klasik kemunafikan dapat kita ambil dari kisah putera-putera Adam Qobil dan Habil atau Kain dan Habil
dalam versi Perjanjian Lama.
Habil seorang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, ia kasih dan patuh kepada Allah.Jiwanya berpegang pada das Ueber Ich dan transcendent-function.  Maka ia berpegang pada ajaran agama yang diterima dari ayahnya Nabi Adam a.s, dan ia ikhlas terhadap semua petunjuk dan perintah Allah dan ia yakin akan kebenaran kebahagiaan akherat. Sebaliknya Qobil seorang yang beriman tetapi tidak bertaqwa, ia lebih mendengarkan hawa nafsunya sendiri. Jiwanya berpegang pada  das Es dan archeytipus. Maka ia tidak memperdulikan .ajaran agama dan lebih senang mengejar kesenangan hawa nafsunya sendiri. Ia bersikap munafik, pura-pura mematuhi perintah Allah padahal sesungguhnya ia hanya berhasrat pada hawa nafsunya sendiri. Dengan sedikit berbeda versi Al-Qur’an maupun Taurat (Perjanjian Lama) sama-sama mengisahkan “pembunuhan pertama” history kitabiyah yang dilakukan Qobil atau Kain atas adiknya Habil, karena kemunafikan dan kemusyrikan dihati Qobil.  Inilah dosa kedua setelah tragedy buah quldi. Jika dosa pertama berkaitan dengan impuls stomach, maka dosa kedua lebih terdorong oleh impuls sexsual dimana Qobil menolak Lebuda sebagai istri yang ditentukan Allah baginya, melainkan ia memilih Iqlima, karena kesanalah impuls seksual-nya timbul. Perselisihan seksual ini diselesaikan dengan ritual qurban sesuai petunjuk Allah. Siapa yang diterima qurbannya berhak memilih lebih dahulu pasangannya. Habil si penggembala ternak yang bertaqwa dan ikhlas kepada Allah memilih binatang ternaknya yang terbaik untuk qurban disertai rasa syukur yang mendalam.  Sebaliknya Qobil (Kain) yang petani dengan ogah-ogahan memilih hasil tanamannya yang buruk untuk qurban, sedang hasil tanamannya yang baik-baik disimpan untuk dimakannya sendiri. Hasilnya mudah diduga qurban Habil diterima dan qurban Qobil ditolak Allah. Karena nafsu amarahnya Qobil membunuh Habil. Itulah akhir dari libido agresitas yang menggambarkan kompleksitas kejiwaan munafieq yang pathologis. Betapapun merupakan disposisi psikologis yang ada dalam konstitusi jiwa semua orang, bagian dari dorongan kegelapan yang bersemayam dalam bayang-bayang archeytipus (vide, Pengajian Kedua).

Membebaskan jiwa dari penyakit munafieq ialah dengan menemukan motif akherat disemua perbuatan duniawi. Menempatkan cita-cita transcendental sebagai tujuan tertinggi kehidupan adalah jalan yang ditempuh Habil, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad. Juga jalan yang ditempuh oleh Lao-tzu, Khonghucu, Sidharta Gautama, Maharsi Thiruvaluvar, Anximandros, Pythagoras, Parmenides, Socrates, Plato, Freud, Jung, Piaget dll, yang hampir semua pemikirannya sudah kita bahas dalam rangkaian pengajian-pengajian yang lalu.
Untuk kesekian kalinya saya ulangi lagi Firman  Allah dalam Al-Baqoroh 62 :
“Innalladziena aamanuu walladziena hhaduu wannashoro washshobi’iena, man amana billahi wal-yaomil akhiri wa ‘amila sholihan, falahum ajruhum ‘inda robbihim, wa la khoufun ‘alaihim wa laahum yahzanuun” : “Sesungguhnya orang-orang Mu’min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nashrani dan orang-orang Shobi’in; Siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh; mereka akan menerima pahala disisi Tuhan mereka (Allah), tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati” (QS 2 : 62).
Jika Habil telah mati untuk menjalani Firman-Nya demi kebahagiaan akhirat, maka Jesus atau Isal Al-Masih a.s. telah mengorbankan seluruh hidupnya demi Kasih Allah agar manusia memiliki kesempatan mencapai kebahagiaan akhirat. Jum’at Agung adalah ritus pengorbanan yang sangat hakiki bagi iman Kristiani. Sesuai ajaran Al-Qur’anul-Kariem (Al-Kafiruun : 6) kami berpendapat agama dijalankan menurut keyakinan para pemeluknya. Maka kami sangat menghormatinya dan berdo’a agar Allah Ta’aala melimpahkan ampunan dan ridho-Nya.. Saya ucapkan selamat Hari Raya Paskah bagi Ummat Kristen dan Katholik. Semoga Tauhid, Kasih dan Persaudaraan senantiasa menyinari hati kita semua. Sekian, terima kasih.
Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.
Jakarta, 25 Maret 2005,
Pengasuh,


HAJI AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar