![]() |
PENGURUS PUSAT
PENGAJIAN TAUHID WAHDATUL UMMAH
Manggala Wanabaktl Bldg, Blok IV LL 6 No. 609
A
Jin. Jend.
Gatot Subroto Jakarta 10270 TeIp. IFax (021) 5701151
Pengajian Ketigapuluh Delapan,
Assalamu'alaikum War
Wab
Waidza laqulladziena
aamanuu qooluu amannaa; wa-idza kholau ilaa syayathienihim’ qooluu inna- ma’akum;
innamaa nahnu mustahzi'uun" : "Dan bila mereka berjumpa dengan
orang-orang yang beriman, mereke mengatakan kami telah beriman; Dan bila mereka
kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan . “Sesungguhnya kami
sependirian dengan kamu, kami hanya berolok-olok”, (Albaqoroh:14).
Ini merupakan bagian
ketujuh dari rangkaian 13 ayat-ayat munafikin. Kita akan membahasnya secara
eklektik dari perspektif psikologi, kognitif. historiografi, falsafati dan
subyektivtsme Islam. untuk mendapatkan pandangan holistis
Asbabun-nuzul
Asbabun-nuzul ayat
tersebut berkaitan dengan perilaku munafik Abdullah bin Ubay yang ketika
didepan Abu Bakar, Umar dan Ali r.anhum menyanjungnyanjung, tetapi ketika
dibelakang mereka melecehkan (Diriwayatkan dengan sanad dha’if oleh al-Wahidi
dan at-Tsalabi dari Muhammad bin Marwan dari as Suddi as-Shaghir dari al-Akalbi
dan Abi Shaleh yang bersumber dari Ibnu Abas // as-Sudi as-Shaghtr, al-Kalbi
dan Abi Shaleh rangkaian yang dhoif.
Selengkapnya dapat
dituturkan sebagai berikut :
Ketika bertemu dengan beberapa sahabat
Nabi, Abdullah bin Ubay berkata kepada teman-temannya :“Lihatlah bagaimana
caraku mempermainkan mereka yang bodoh-bodoh itu”. Abdullah bin Ubay laIu
menjabat tangan Abu Bakar r.a. sambil berkata : “Selamat Penghulu Bani Taim,
Syaikhul-Islam, dan orang kedua bersama Rasulullah di goa Tsaur, yang
mengurbankan jiwa dan harta bendanya untuk Rasulullah”. Lalu ia menjabat tangan
Umar bin Khattab r.a. sambil berkata “Selamat Penghulu Bani Kadi bin Ka’ab yang
digelari AI-Farouq yang kuat memegang Agama Allah, yang mengurbankan jiwa dan
harta bendanya untuk Rasulullah Selanjutnya ia menjabat tangan Ali bin Abi
Thalib r.a. seraya berkata :“Selamat saudara sepupu Rasulullah, menantunya dan
Penghulu Bani Hasyim sesudah Rasulullah. Setelah berpisah dari mereka dan
kembali kepada teman-temannya Abdullah bin Ubay berkata “Kamu lihat
perbuatanku tadi. Jika bertemu mereka perbuatlah seperti yang aku lakukan”.
Kawan-kawannya memujinya.
Ketika berjumpa Rasulullah SAW, ketiga
sahabat Nabi tersebut menceritakan hal itu, maka turunlah ayat tersebut diatas,
yang membukakan kepalsuan golongan munafikin.
Kepalsuan sikap kaum munafik Iebih
diperkuat lagi dengan bukti yang diungkapkan shahabat Zaid bin Arqam r.a. sbb.
“An Zaidibni Arqomin qoola “Khorojna
ma’a Rosululloh SAW fi safarin, ashobannasa fiehi siddah; faqoola Abdullahibnu
Ubayyi li-ashabihi :“Laa tunfiquu ‘alaa man ‘inda Rosulullohi chatta yanfadhdhu
min chaulihi" : "Zaid bin Arqom bertutur: “Kami bersama Rasulullah
SAW dalam suatu perialanan jauh dimana ketika itu para shahabat mengalami suatu
kesulitan; Melihat keadaan itu Abdullah bin Ubay berkata : “Jangan kalian
memberikan perbelanjaan kepada orang-orang yang berada di sisi Rasulullah agar
mereka meninggalkan Rasulullah “,
(HR. Muslim):
Dalam Pengajian Ketigapuluh Tiga
diungkapkan bahwa kemunafikan dan kemusyrikan bersumber dari kegagalan
psiko-kognitif mencapai progresi, sebaliknya terhenti pada posisi
flksasi-regresi nilai-nilai berhalaisme yang mendominasi ketidaksadaran
kolektif ras Arabia selama ribuan tahun sebelumnya.
Pada beberapa masa setelah Raja Daud
dari Yerussalem memerangi suku-suku Israel purba dan Bani Ismail serta ras lain
yang dianggap sebagai kaum penyembah berhala di Edom pada abad ke-lO SM, di
Lembah Bakkah atau yang dikenal sebagai Mekkah, muncul seorang pahlawan perang
bernama Amr bin Lubayyi dari suku (bani) Khuza’ah yang dengan
kekuatan tentaranya berhasil merebut kota Mekkah dari tangan Jurhum penguasa
sebelumnya (Baker & Bimson 2004; Moenawar Cholil, 2001). Ketika pergi ke
Balqa daerah Syam (Syiria) dia melihat penduduknya menyembah berhala-berhala.
Amr bin Lubayyi sangat tertarik untuk mengikuti kebudayaan mereka. Ketika
pulang dari Balqa Amr bin Lubayyi membawa sebuah berhala besar yang bemama “Hubal”.
Sesampainya di Mekkah Hubal ditempatkan di sisi Ka’bah. Ia yang pertama
menyerukan semua penduduk Hejaz (Arabia) agar menyembah berhala Hubal. Dilihat
dari asal-.usulnya maka Hubal berasal dari peradaban mitologi Mesopotamia yang
berpuncak pada mahadewa Enlil yang popular pada abad ke 17 SM. Dalam
Epos Atrahasis yang terkenal datam sejarah purba Mesopotamia, mahadewa
Enlil dikisahkan telah membasmi manusia di bumi dengan air bah. Atas
pertolongan dewa Ea seorang manusia bernama Atrahasis dengan
keluarganya dan binatang-binatang berhasil selamat dengan kapal yang telah
dibuat sebelum air bah atas petunjuk dewa Ea. Atrahasis seperti kisah
“Nabi Nuh” adalah cikal-bakal ras-baru manusia setetah air bah, (vide Pengajian
Ketigapuluh Empat).
Disamping menyembah Hubal, ras
Arabia-Hejaz menyembah pula berhala Ba’al
sang dewa badai yang berasal dan peradaban Israel purba abad ke-13 SM, yang
sudah disembah ras Arabia sedikitnya sejak abad ke-lO SM, (vide Pengajian
Ketigapuluh Tiga). Dengan demikian terdapat pengaruh kebudayaan Mesopotamia dan
Israel purba dalam budaya penyembahan berhala di Hejaz.
Berhala yang terbesar adalah Hubal
yang terbuat dari batu akik merah, seperti wama kulit orang, tangannya sebelah
kanan patah, oleh penguasa Quraisy dibuatkan tangan pengganti dari emas.
Sebagai bawahan Hubal dibuat berhala Manat, Latta dan Uzza yang
merupakan berhala lokal. Ritual terpenting dari religi berhala berkaitan dengan
seks dan perang. Segala bentuk penyembahan berhala bertumpu pada pemuasan hawa
nafsu dan kekuatan fisik duniawi untuk mencapai sorga duniawi. Tidak ada aspek
transcendental dalam semua agama berhala. Sementara agama samawi khususnya
Islam menitikberatkan capaian tertinggi dalam kehidupan bersifat
transcendental, dalam konsep kebahagiaan ruhanlyat yang abadi sesudah mati. Ini
jelas bertentangan dengan spirit mitologis agama berhala yang
hedonis-materialis. lnilah titik konflik yang tak terselesaikan secara
psikologis oleh sekelompok orang-orang Quraisy dan para pengikutnya yang
kemudian menimbulkan sikap ambigue atau kemunafikan. Ini merupakan
kondisi psikologis yang terbentuk dari flksasi regresi akibat progresi yang
gagal. Bentuk mekanisme pertahanan das-Ich menimbulkan gestalt yang bias,
diantara autisme nilai-nilai lama, dan asimilasi nilai-nilai baru. Hal itu
kemudian menimbulkan kompleks ambivalency yang tidak mencapai titik
equilibrium dalam proses psiko-kognitif. itulah yang menjadi akar kemunafikan. (Jean
Piaget, 1896-1980).
Pandangan Socrates
Menurut filsuf Yunani terbesar Socrates
(469-399 SM), alat untuk mencapai jiwa yang baik atau eudaimonia ialah
kebajikan atau keutamaan yang disebut arrete Dan untuk mencapai arrete
orang harus memiliki pengetahuan. Menurut Socrates “keutamaan adalah
pengetahuan”. Maka baik dan jahat lebih dikaitkan dengan soal pengetahuan bukan
kemauan manusia. Berdasarkan pandangan Socrates tidak ada orang yang sengaja
berbuat salah. Kesalahan itu terjadi karena ia keliru dan tidak berpengetahuan.
Arete adalah pengetahuan tentang kebaikan. Sedangkan hakekat kebaikan
adalah Esa, maka sesungguhnya hakekat kebajikan atau keutamaan hanyalah Tunggal
dan menyeluruh. Memiliki Kebajikan Yang Esa berarti memiliki segala kebajikan.
Pandangan Socrates yang dicanangkan
seribu tahun sebelum nubuat Rasulullah SAW hanya introduce dalam lingkup
agnostic, sebuah pembuka jalan dari proses akal pikiran manusia untuk mencari
hakekat kebenaran yang diyakini oleh Socrates bersifat Tauhid, Esa dan meliputi
segalanya. Pencarian Socrates telah dijawab dengan jelas oleh Rasulullah SAW
dengan Revolusi Hijrah, yaitu revolusi monotheism yang membawa manusia kepada
persentuhan yang terdekat dengan Zat Yang Esa, energi Tunggal arete, Kasih-Sayang
yang terbesar, sumber segala kebajikan dan keutamaan yang tertinggi dalam
Iingkup agnostic maupun transcendent, meliputi seluruh logika, ruang dan waktu
serta diluar logika, diluar ruang dan waktu. Jika Socrates hidup dizaman
Rasulullah ia tentu akan berkata bahwa alat untuk mencapal eudaimonia adalah
Iman Tauhid kepada Allah Zat Yang Maha Esa.
Pandangan Socrates bahwa “keutamaan
adalah pengetahuan”, saya rasa benar. Kegagalan kaum munafikin menjadi mu’min
terutama bersumber dari kurangnya pengetahuan mereka tentang aspek-apek akal
dan idea. Selama ribuan tahun mereka tenkungkung dalam budaya
mitologi-berhalaisme yang hedonistis yang hanya didasarkan pada pengamatan
inderawi semata. Masih hidupnya mitologi Mesopotamia dan Israel purba pada abad
ke 7, menggambarkan kemandekan akal pikiran ras Arab Hejaz pada peradaban
mitologis. Pada masa itu di Tiongkok, Yerussalem dan Eropa manusia telah jauh
melampaui tahap mitologis. Mereka telah berada pada peradaban agnostisitas akal
dan idea serta transendensi agama-agama samawi yang lebih modern, yaitu agama
Yahudi dan Nasrani. Maka tidak salah jika Rasulullah menyebut zaman kekuasaan
Quraisy di Hejaz adalah zaman jahilliyah atau zaman kebodohan. Mereka
yang tidak menemukan imannya seperti disebut ayat didepan, adalah mereka yang
tidak dapat menemukan hakekat akal dan idea didalam dirinya. Mereka terjebak
dalam kebodohan fatamorgana inderawi yang semu dan fana. Hanya yang berakal
yang memahami Tauhid. Dan siapa memahami Tauhid, maka Ia telah memahami
segalanya. Seperti kata Socrates 1000 th sebelum Rasulullah SAW, bahwa memiliki
Kebajikan Yang Esa berarti memiliki segala kebajikan. Sekian dan terima kasih.
Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi
Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.
Jakarta, 15 April 2005,
Pengasuh,
HAJI
AGUS MIFTACH.
Ketua
Umum Front Persatuan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar