7.7.17

Pengajian Ketigapuluh Delapan, -TWU

PENGURUS PUSAT
PENGAJIAN TAUHID WAHDATUL UMMAH
Manggala Wanabaktl Bldg, Blok IV LL 6 No. 609 A
                                Jin. Jend. Gatot Subroto Jakarta 10270 TeIp. IFax (021) 5701151



Pengajian Ketigapuluh Delapan,





Assalamu'alaikum War Wab

Waidza laqulladziena aamanuu qooluu amannaa; wa-idza kholau ilaa syayathienihim’ qooluu inna- ma’akum; innamaa nahnu mustahzi'uun" : "Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereke mengatakan kami telah beriman; Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan . “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanya berolok-olok”, (Albaqoroh:14).

Ini merupakan bagian ketujuh dari rangkaian 13 ayat-ayat munafikin. Kita akan membahasnya secara eklektik dari perspektif psikologi, kognitif. historiografi, falsafati dan subyektivtsme Islam. untuk mendapatkan pandangan holistis

Asbabun-nuzul

Asbabun-nuzul ayat tersebut berkaitan dengan perilaku munafik Abdullah bin Ubay yang ketika didepan Abu Bakar, Umar dan Ali r.anhum menyanjung­nyanjung, tetapi ketika dibelakang mereka melecehkan (Diriwayatkan dengan sanad dha’if oleh al-Wahidi dan at-Tsalabi dari Muhammad bin Marwan dari as Suddi as-Shaghir dari al-Akalbi dan Abi Shaleh yang bersumber dari Ibnu Abas // as-Sudi as-Shaghtr, al-Kalbi dan Abi Shaleh rangkaian yang dhoif.
Selengkapnya dapat dituturkan sebagai berikut :





Ketika bertemu dengan beberapa sahabat Nabi, Abdullah bin Ubay berkata kepada teman-temannya :“Lihatlah bagaimana caraku mempermainkan mereka yang bodoh-bodoh itu”. Abdullah bin Ubay laIu menjabat tangan Abu Bakar r.a. sambil berkata : “Selamat Penghulu Bani Taim, Syaikhul-Islam, dan orang kedua bersama Rasulullah di goa Tsaur, yang mengurbankan jiwa dan harta bendanya untuk Rasulullah”. Lalu ia menjabat tangan Umar bin Khattab r.a. sambil berkata “Selamat Penghulu Bani Kadi bin Ka’ab yang digelari AI-Farouq yang kuat memegang Agama Allah, yang mengurbankan jiwa dan harta bendanya untuk Rasulullah Selanjutnya ia menjabat tangan Ali bin Abi Thalib r.a. seraya berkata :“Selamat saudara sepupu Rasulullah, menantunya dan Penghulu Bani Hasyim sesudah Rasulullah. Setelah berpisah dari mereka dan kembali kepada teman-­temannya Abdullah bin Ubay berkata “Kamu lihat perbuatanku tadi. Jika bertemu mereka perbuatlah seperti yang aku lakukan”. Kawan-kawannya memujinya.
Ketika berjumpa Rasulullah SAW, ketiga sahabat Nabi tersebut menceritakan hal itu, maka turunlah ayat tersebut diatas, yang membukakan kepalsuan golongan munafikin.

Kepalsuan sikap kaum munafik Iebih diperkuat lagi dengan bukti yang diungkapkan shahabat Zaid bin Arqam r.a. sbb.
“An Zaidibni Arqomin qoola “Khorojna ma’a Rosululloh SAW fi safarin, ashobannasa fiehi siddah; faqoola Abdullahibnu Ubayyi li-ashabihi :“Laa tunfiquu ‘alaa man ‘inda Rosulullohi chatta yanfadhdhu min chaulihi" : "Zaid bin Arqom bertutur: “Kami bersama Rasulullah SAW dalam suatu perialanan jauh dimana ketika itu para shahabat mengalami suatu kesulitan; Melihat keadaan itu Abdullah bin Ubay berkata : “Jangan kalian memberikan perbelanjaan kepada orang-orang yang berada di sisi Rasulullah agar mereka meninggalkan Rasulullah “, (HR. Muslim):








Dalam Pengajian Ketigapuluh Tiga diungkapkan bahwa kemunafikan dan kemusyrikan bersumber dari kegagalan psiko-kognitif mencapai progresi, sebaliknya terhenti pada posisi flksasi-regresi nilai-nilai berhalaisme yang mendominasi ketidaksadaran kolektif ras Arabia selama ribuan tahun sebelumnya.

Pada beberapa masa setelah Raja Daud dari Yerussalem memerangi suku-suku Israel purba dan Bani Ismail serta ras lain yang dianggap sebagai kaum penyembah berhala di Edom pada abad ke-lO SM, di Lembah Bakkah atau yang dikenal sebagai Mekkah, muncul seorang pahlawan perang bernama Amr bin Lubayyi dari suku (bani) Khuza’ah yang dengan kekuatan tentaranya berhasil merebut kota Mekkah dari tangan Jurhum penguasa sebelumnya (Baker & Bimson 2004; Moenawar Cholil, 2001). Ketika pergi ke Balqa daerah Syam (Syiria) dia melihat penduduknya menyembah berhala-berhala. Amr bin Lubayyi sangat tertarik untuk mengikuti kebudayaan mereka. Ketika pulang dari Balqa Amr bin Lubayyi membawa sebuah berhala besar yang bemama “Hubal”. Sesampainya di Mekkah Hubal ditempatkan di sisi Ka’bah. Ia yang pertama menyerukan semua penduduk Hejaz (Arabia) agar menyembah berhala Hubal. Dilihat dari asal-.usulnya maka Hubal berasal dari peradaban mitologi Mesopotamia yang berpuncak pada mahadewa Enlil yang popular pada abad ke 17 SM. Dalam Epos Atrahasis yang terkenal datam sejarah purba Mesopotamia, mahadewa Enlil dikisahkan telah membasmi manusia di bumi dengan air bah. Atas pertolongan dewa Ea seorang manusia bernama Atrahasis dengan keluarganya dan binatang-binatang berhasil selamat dengan kapal yang telah dibuat sebelum air bah atas petunjuk dewa Ea. Atrahasis seperti kisah “Nabi Nuh” adalah cikal-bakal ras-baru manusia setetah air bah, (vide Pengajian Ketigapuluh Empat).

Disamping menyembah Hubal, ras Arabia-Hejaz menyembah pula  berhala Ba’al sang dewa badai yang berasal dan peradaban Israel purba abad ke-13 SM, yang sudah disembah ras Arabia sedikitnya sejak abad ke-lO SM, (vide Pengajian Ketigapuluh Tiga). Dengan demikian terdapat pengaruh kebudayaan Mesopotamia dan Israel purba dalam budaya penyembahan berhala di Hejaz.
Berhala yang terbesar adalah Hubal yang terbuat dari batu akik merah, seperti wama kulit orang, tangannya sebelah kanan patah, oleh penguasa Quraisy dibuatkan tangan pengganti dari emas. Sebagai bawahan Hubal dibuat berhala Manat, Latta dan Uzza yang merupakan berhala lokal. Ritual terpenting dari religi berhala berkaitan dengan seks dan perang. Segala bentuk penyembahan berhala bertumpu pada pemuasan hawa nafsu dan kekuatan fisik duniawi untuk mencapai sorga duniawi. Tidak ada aspek transcendental dalam semua agama berhala. Sementara agama samawi khususnya Islam menitikberatkan capaian tertinggi dalam kehidupan bersifat transcendental, dalam konsep kebahagiaan ruhanlyat yang abadi sesudah mati. Ini jelas bertentangan dengan spirit mitologis agama berhala yang hedonis-materialis. lnilah titik konflik yang tak terselesaikan secara psikologis oleh sekelompok orang-orang Quraisy dan para pengikutnya yang kemudian menimbulkan sikap ambigue atau kemunafikan. Ini merupakan kondisi psikologis yang terbentuk dari flksasi regresi akibat progresi yang gagal. Bentuk mekanisme pertahanan das-Ich menimbulkan gestalt yang bias, diantara autisme nilai-nilai lama, dan asimilasi nilai-nilai baru. Hal itu kemudian menimbulkan kompleks ambivalency yang tidak mencapai titik equilibrium dalam proses psiko-kognitif. itulah yang menjadi akar kemunafikan. (Jean Piaget, 1896-1980).

Pandangan Socrates

Menurut filsuf Yunani terbesar Socrates (469-399 SM), alat untuk mencapai jiwa yang baik atau eudaimonia ialah kebajikan atau keutamaan yang disebut arrete Dan untuk mencapai arrete orang harus memiliki pengetahuan. Menurut Socrates “keutamaan adalah pengetahuan”. Maka baik dan jahat lebih dikaitkan dengan soal pengetahuan bukan kemauan manusia. Berdasarkan pandangan Socrates tidak ada orang yang sengaja berbuat salah. Kesalahan itu terjadi karena ia keliru dan tidak berpengetahuan. Arete adalah pengetahuan tentang kebaikan. Sedangkan hakekat kebaikan adalah Esa, maka sesungguhnya hakekat kebajikan atau keutamaan hanyalah Tunggal dan menyeluruh. Memiliki Kebajikan Yang Esa berarti memiliki segala kebajikan.

Pandangan Socrates yang dicanangkan seribu tahun sebelum nubuat Rasulullah SAW hanya introduce dalam lingkup agnostic, sebuah pembuka jalan dari proses akal pikiran manusia untuk mencari hakekat kebenaran yang diyakini oleh Socrates bersifat Tauhid, Esa dan meliputi segalanya. Pencarian Socrates telah dijawab dengan jelas oleh Rasulullah SAW dengan Revolusi Hijrah, yaitu revolusi monotheism yang membawa manusia kepada persentuhan yang terdekat dengan Zat Yang Esa, energi Tunggal arete, Kasih-Sayang yang terbesar, sumber segala kebajikan dan keutamaan yang tertinggi dalam Iingkup agnostic maupun transcendent, meliputi seluruh logika, ruang dan waktu serta diluar logika, diluar ruang dan waktu. Jika Socrates hidup dizaman Rasulullah ia tentu akan berkata bahwa alat untuk mencapal eudaimonia adalah Iman Tauhid kepada Allah Zat Yang Maha Esa.

Pandangan Socrates bahwa “keutamaan adalah pengetahuan”, saya rasa benar. Kegagalan kaum munafikin menjadi mu’min terutama bersumber dari kurangnya pengetahuan mereka tentang aspek-apek akal dan idea. Selama ribuan tahun mereka tenkungkung dalam budaya mitologi-berhalaisme yang hedonistis yang hanya didasarkan pada pengamatan inderawi semata. Masih hidupnya mitologi Mesopotamia dan Israel purba pada abad ke 7, menggambarkan kemandekan akal pikiran ras Arab Hejaz pada peradaban mitologis. Pada masa itu di Tiongkok, Yerussalem dan Eropa manusia telah jauh melampaui tahap mitologis. Mereka telah berada pada peradaban agnostisitas akal dan idea serta transendensi agama-agama samawi yang lebih modern, yaitu agama Yahudi dan Nasrani. Maka tidak salah jika Rasulullah menyebut zaman kekuasaan Quraisy di Hejaz adalah zaman jahilliyah atau zaman kebodohan. Mereka yang tidak menemukan imannya seperti disebut ayat didepan, adalah mereka yang tidak dapat menemukan hakekat akal dan idea didalam dirinya. Mereka terjebak dalam kebodohan fatamorgana inderawi yang semu dan fana. Hanya yang berakal yang memahami Tauhid. Dan siapa memahami Tauhid, maka Ia telah memahami segalanya. Seperti kata Socrates 1000 th sebelum Rasulullah SAW, bahwa memiliki Kebajikan Yang Esa berarti memiliki segala kebajikan. Sekian dan terima kasih.

Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.

Jakarta, 15 April 2005,

Pengasuh,



HAJI AGUS MIFTACH.

Ketua Umum Front Persatuan Nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar