Pengajian Kesembilanbelas, 29 Oktober 2004
Aif laam miem. Dzaalikal-kitaabu la
roeba fih, hudanllilmuttaqien,
(bagian ke I)
Assalamu’alaikum War. Wab.
“Dzalikal-Kitaabu, laa roeba fiih, hudanllil-muttaqien” :
“Inilah Kitab (Qur’an) yang tiada keraguan didalamnya, petunjuk bagi mereka
yang bertaqwa” (Al-Baqoroh : 2).
Pada pengajian kedelapanbelas, 22
Oktober 2004 yang lalu, kita telah mengkhatamkan kajian hikmah Al-Fatehah, yang
kita tempuh selama 4 bulan selama Juni-Oktober 2004, dalam 18 serial majelis pengajian.
Syukur alhamdulillah.
Ini merupakan awal kajian hikmah Surat
Al-Baqoroh. Seperti tradisi selama ini, kita membahas secara eklektik dengan
kebebasan ijtihad dan pemikiran untuk mencapai hakekat dan emansipasi yang
tertinggi..
Berdasarkan firman.
Perbedaan pokok antara agama-agama
samawi dan agama-agama ardhi termasuk filsafat terletak pada prinsip perubahan,
dimana agama samawi mendasarkan pada firman, sedangkan agama ardhi termasuk
filsafat mendasarkan pada perubahan semesta alam. “Dzalikal-kitaab” maknanya
adalah “kumpulan Firman”, yang menjadi landasan untuk beribadah dan
berperilaku. Oleh sebab itu untuk mencapai hakekat kebenaran tidak diperlukan
meditasi, melainkan diperlukan ketaqwaan, yakni konsistensi dalam pelaksanaan
Firman. Semakin tinggi tingkat konsistensi, semakin tinggi pula tingkat
ketaqwaan, sehingga disebut Muttaqien.
Ajaran agama samawi tidak bersumber
pada pengalaman spiritual seorang suci atau seorang bijak seperti Sidharta
Gautama atau Khonghucu, melainkan bersumber pada Firman yang disampaikan
melalui para Nabi suci. Sunnah dalam Islam yang bersumber pada ucapan dan
perilaku Rasulullah SAW pada dasarnya merupakan sample implementasi Firman
Allah dalam realitas kehidupan. Oleh karena itu disebutkan dengan “Uswatun
Khasanah”, suri tauladan yang terbaik dari pengamalan Al-Qur’anul-Kariem, Kitab
dengan kebenaran mutlak.
Firman dari Allah diwahyukan melalui
seorang utusan suci yang sudah dipersiapkan sejak masa kanak-kanak. Wahyu itu
diterima utusan suci atau nabi suci berupa pengertian atau serangkaian kalimat
suci yang muncul melalui fungsi transenden dan mendominasi seluruh proses
psikologis, kognitif dan konatif, sehingga
nabi suci tersebut semata-mata hanya berfungsi sebagai alat Allah untuk
memberikan petunjuk dan membimbing ummat manusia di jalan muttaqien dan tauhid
(monotheistis) yang transenden.
Berdasarkan
alam
Perkembangan filsafat dan agama-agama ardhi (bumi) didasarkan
pada perubahan alam. Harmonisme pada Khonghuchu adalah pemahaman tentang
perlunya keselarasan dan keseimbangan antara kedudukan manusia sebagai centrum
dengan semesta alam. Kontemplasi dalam Taoisme dan Buddhisme adalah bertujuan
mencari hakekat keseimbangan manusia dengan perubahan semesta alam, tujuannya
untuk mencapai harmonisme agnostic. Proses psikologis melalui meditasi dan
penggunaan logika untuk menemukan inti kebenaran inderawi menjadi tujuan
puncaknya. Tidak ada dimensi transenden dalam agama bumi dan filsafat, seperti
yang sudah sering kita bahas sebelumnya. Puncak proses psikologis yang mereka
tempuh adalah suatu keadaan konstan yang hakiki yang tidak berubah lagi yang
disebut kalangan Buddhis dan Hindu sebagai Nirbana atau Yang Penghabisan. Tao
menyebutnya dengan Kekosongan Abadi. Khonghucu menyebut puncak pencapaian
inderawinya dengan istilah ‘Te” yaitu kebajikan dan kekuatan moral yang
mendasarkan pada harmonisme-kosmik. Meskipun sama-sama bersumber dari fungsi
transenden dalam proses psikologis, berdasarkan basis spiritualnya agama ardhi
dan filsafat tidak mencapai realitas transenden seperti dalam agama-agama
samawi. Nirbana dan Harmonisme masih berada dalam tataran inderawi-duniawi atau
masih berada dalam lingkup agostisisme tanpa adanya kehidupan akherat.
Perubahan sosial berdasarkan Firman
Ketertindasan kaum yahudi yang dianggap budak di Mesir sekitar
abad ke 15 SM menumbuhkan kepercayaan Mesiah, akan datangnya juruselamat dari
Allah Tuhan mereka yang akan membebaskan mereka dari kekejaman Fir’aun..
Dikalangan yahudi beredar ramalan bakal lahirnya bayi laki-laki yang akan
diutus Allah menjadi sang penyelamat. Reaksi Fir’aun ialah memerintahkan
pembunuhan terhadap setiap bayi laki-laki yahudi yang lahir pada masa itu.
Adalah Yukabad seorang ibu keluarga yahudi yang secara
bersembunyi dalam kamar yang sempit dirumahnya melahirkan bayi laki-laki.
Yukabad yang beriman, menerima ilham dari Allah agar menghanyutkan bayi
laki-lakinya ke Sungai Nil. Allah berjanji akan mengembalikan bayinya kelak.
Meskipun bersedih Yukabad mempercayai sepenuhnya janji Allah. Yukabad yang
penuh kasih kepada bayinya itu menyuruh anak perempuannya untuk terus mengamati
adik bayinya yang terapung di Sungai Nil, seraya terus berdo’a. Ternyata bayi
itu mengikuti aliran yang berbelok kearah istana Fir’aun, dan ditemukan oleh
permaisuri Fir’aun yang demikian bahagia mendapatkan bayi laki-laki sehat dan
rupawan yang memang didambakan. Dengan bujuk rayunya Fir’aun berkenan
mengangkat bayi laki-laki itu sebagai anak angkatnya dan diberi nama Pangeran
Musa. Yukabad yang mengetahui nasib anaknya itu hanya bisa bersyukur kepada
Allah. Tapi permaisuri tak menemukan ibu
susu yang cocok dengan bayi Musa, hingga kakak perempuan Musa yang menyamar
berhasil membawa Yukabad ibu kandung Musa yang disamarkan ke Istana untuk
menjadi ibu susu bayi Musa. Inilah janji Allah yang akan mengembalikan bayinya
kepada ibundanya. Setelah dewasa Musa adalah Pangeran Kerajaan Mesir yang agung
yang gagah perkasa dan berperang untuk kebesaran kerajaan Mesir. Tetapi sebuah
insiden telah membuatnya tidak sengaja membunuh orang Mesir yang tengah
terlibat perkelahian dengan orang
yahudi. Kasus ini membuat Musa melarikan diri dari negeri Mesir ke negeri
Madyan sebelah selatan Palestina. Ditempat itulah Musa bertemu Nabi Syuaib a.s,
dan menjadi menantunya. Dari mertuanya Syuaib a.s, Musa banyak belajar tentang
Firman Allah dalam risalah-risalah suci yang harus disampaikan kepada ummat.
Setelah delapan tahun di Madyan, Musa kembali ke Mesir disertai istrinya.
Diperjalanan mereka beristirahat di bukit Sinai. Ditempat itulah Musa melihat
api suci yang berkobar anggun, dan Musa mendengar langsung Firman Allah
kepadanya :”Wahai Musa Aku adalah Tuhanmu. Tanggalkanlah alas kaki-mu, engkau
berada dilembah suci Thuwa.” Dengan gemetar Musa menjawab :”Ya Allah aku
mendengar suara-Mu”. Selanjutnya Allah berfirman : Aku telah memilihmu, maka
dengarkanlah apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya aku adalah Allah,
tiada Tuhan selain Aku. Sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk
mengingat-Ku”. Musa tersungkur bersujud lemas. Ia telah diangkat menjadi
Rasulullah dan telah menerima wahyu Taurat yang pertama. Lebih lanjut Firman
Allah : “Temuilah Fir’aun. Sesungguhnya ia telah melampaui batas”.
Musa adalah seorang laki-laki yang perkasa, tinggi tegap
dan berotot kuat, tapi tidak pandai berbicara. Menghadapi Fir’aun diperlukan
kelincahan dan kecermatan berbicara. Menyadari hal itu Musa mengucapkan do’anya
yang terkenal : “Rabbishrohli shodri
wayassirli amri. Wahlul ‘uqdatan billisaani yafqohuu qauli”. “Tuhanku,
lapangkanlah dadaku, mudahkanlah urusanku, dan lepaskanlah kekakuan lidahku,
agar mereka mengerti perkataanku”.
Selanjutnya untuk mengatasi kelemahan Musa dalam
berdiplomasi, Allah mengangkat Harun sepupu Musa, sebagai Nabi yang bertugas
mendampingi Musa a.s. Kepada keduanya Allah berfirman : “Jangan kalian berdua
takut dan khawatir akan siksa Fir’aun. Aku menyertai kalian”.
Maka pergilah Musa dan Harun kehadapan Fir’aun maharaja
Mesir yang besar yang telah menyatakan dirinya sebagai Tuhan. Kepada Fir’aun
dengan lugas Musa berkata : “Sesungguhnya engkau bukan tuhan seperti katamu”.
Dan tentang bani Israil (kaum yahudi) di Mesir, Musa bersabda kepada Fir’aun :
“Bebaskan mereka dari perbudakan, Karena sesungguhnya engkau tidak berhak
merampas kemerdekaan mereka”. Fir’aun menjawab dengan mengerahkan para ahli
sihir untuk membinasakan Musa dan Harun. Tetapi mukjizat Allah telah
menyelamatkan keduanya sekaligus membuka mata dan kesadaran hati para ahli
sihir sehingga mereka beriman kepada Allah mengikuti ajaran Musa a.s. Fir’aun
murka dan mengancam menyalibkan semua ahli sihir itu, yang dijawab oleh para
ahli sihir yang bertaubat itu dengan do’a mereka yang terkenal : “ Rabbanaa
afrigh alainaa sabran watawaffanaa muslimin”: “Tuhan kami limpahkanlah
kesabaran pada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan muslim”.
Sejarah mencatat bahwa hampir semua para bekas ahli sihir
yang bertaubat itu syahid dalam penyiksaan Fir’aun. Allah meridhoi mereka dan
sorga menantikan kehadiran mereka.
Fir’aun lebih mengkhawatirkan kejatuhan kerajaannya
daripada melihat kebenaran yang dibawa Musa. Atas saran Menteri Haman, Fir’aun
merencanakan pembunuhan terhadap semua laki-laki Israil (yahudi), termasuk Musa
dan Harun yang merupakan tokoh-tokoh paling berpengaruh saat itu. Tetapi mereka
menghadapi kenyataan datangnya bencana yang dahsyat dari Allah, berupa serbuan
berbagai binatang seperti kutu busuk, belalang, katak, bahkan darah yang
memasuki istana Fir’aun dan rumah-rumah penduduk Mesir disertai dengan hujan
lebat tiada henti yang mengancam keselamatan seluruh negeri. Tidak ada yang
berdaya. Rakyat Mesir berbondong-bondong kerumah Musa dan Harun, dan meminta
kedua nabi itu agar berdo’a kepada Allah menyelematkan mereka dari bencana. Mereka berjanji termasuk
Fir’aun akan beriman kepada Allah. Musa yang berjiwa pengasih itupun berdo’a
kepada Allah, dan bencanapun berhenti, tetapi Fir’aun dan para pendukungnya
mengingkari janjinya, mereka kembali kafir dan memusuhi Allah. Bahkan Fir’aun
menuduh Musa dan Harun sebagai biang keladi bencana itu, dan terus melancarkan
kekejaman-kekejaman terhadap kaum yahudi.
Akhirnya di satu malam yang gelap, bani Israil dibawah
pimpinan Musa dan Harun mengambil keputusan meninggalkan Mesir kembali ke
Palestina. Jumlah mereka ribuan, beserta ternak dan bawaan mereka
masing-masing. Di pagi hari-nya Fir’aun segera melakukan pengejaran disertai
pasukan yang kuat. Rombongan eksodus itu terjebak di tepi pantai Laut Merah
dalam keadaan panik, sementara pasukan Fir’aun kian mendekat. Pada saat yang
kritis itu Allah berfirman kepada Musa a.s, agar Musa memukulkan tongkatnya ke
Laut Merah. Maka Laut Merah terbelah membentuk 12 jalan bagi 12 suku bani
Israil yang mengikuti Musa. Rombongan 12 suku kaum yahudi itu segera menyeberang
jalan mukjizat itu, sementara pasukan Fir’aun mengejar dibelakang. Ketika
seluruh rombongan bani Israil itu tiba diseberang, pasukan Fir’aun sudah dekat.
Pada saat itu Allah berfirman agar Musa memukulkan kembali tongkatnya ke laut.
Maka gemuruhlah air laut menutup kembali dan lenyaplah jalan mukjizat itu
beserta pasukan Fir’aun yang tenggelam didalamnya. Pada saat sakaratul maut
Fir’aun menyatakan beriman kepada Allah dan Musa sebagai Utusan Allah, tetapi
taubat itu terlambat. Sebagai pelajaran bagi ummat manusia jasad Fir’aun tetap
utuh dan hingga kini dibalsem di museum Mesir. Sekian bagian ke I, kita
lanjutkan bagian ke II pada pengajian berikutnya.
Wassalamu’alaikum War, Wab.
Pengasuh,
HAJI AGUS MIFTACH.
Keua Umum Front Persatuan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar