7.7.17

Pengajian Kelima, Jkt. 16/7/005.

Pengajian Kelima, Jkt. 16/7/005.


Assalamu’alaikum War. Wab.

“Alhamdulillahi Robbil ‘Alamien” : “Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam”; (Al-Fatihah : 2).

Lafadz ayat ini merupakan kalimat berita, sebagai ungkapan pujian kepada Allah, maksudnya hanya Allah-lah Zat yang memiliki semua pujian dari semua hamba-Nya, yaitu seluruh makhluk-Nya di semesta alam, seperti manusia, malaikat, hewan, jin dsb. Hanya Allah-lah Zat yang harus mereka puji. Menurut Tatsir Jalalain lafadz “Allah”  merupakan nama bagi Zat yang berhak disembah sebagai Tuhan Semesta Alam. Lafadz “‘al-‘aalamien” merupakan bentuk jamak dari lafadz “’aalam’” berasal dari “’alaamah” yang berarti tanda untuk mengingatkan eksistensianya sebagai makhluk yang diciptakan Allah Ta’ala.

Pada Pengajian Keempat kita membahas Hamdalah dengan pendekatan Gestalt. Pada pada Pengajian Kelima sekarang ini kita akan melanjutkan pembahasan Hamdalah dengan pendekatan kosmik.

“Alhamdulillahi Rabb Al-Alamien, merupakan struktur tiga unsur diri, Allah dan semesta alam dalam satu unitas. Dengan pendekatan Gestalt kita telah menemukan identifikasi diri dan Allah. Kali ini kita akan membahas keberadaan semesta alam, sebagai struktur yang ketiga dalam tatanan Hamdalah.

Big Bang,

600 tahun sebelum masehi filsuf besar Tiongkok Lao Tzu mengatakan tentang Hsuan, yaitu kegelapan dan keheningan sebelum Big Bang. Apakah yang ada dalam kekosongan yang hening itu ? Apa isinya ? Kuat diduga Hsuan berisikan partikel nirjasad yang telah bermilyar tahun membentuk keheningan yang hakiki.

Partikel nirjasad itu terus berinteraksi sehingga mencapai kualitas tertinggi dan terjadilah mutasi fisiologis dimana terbentuk jasad semesta alam yang terlahir melalui peristiwa kosmik yang disebut “Big Bang”, suatu ledakan dahsyat yang melahirkan fisik semesta alam, maka tergelarlah galaxy dan konstelasi kosmik. Big Bang adalah awal semesta alam. Partikel nirjasad memusat pada Apec yang terbentuk bersama Big Bang sebagai poros semesta alam, dan menjadi Ruh semesta.

Semesta alam terikat hukum ekosistem dengan asas kolektivisme alamiah  dengan sifat inderawi dan kodrati dalam tatanan kosmik. Lao Tzu menyebutnya dengan istilah Hsian Sheng, dimana eksistensi faktor-faktor alamiah bangkit bersama ruang, waktu dan logika. Semuanya terbuka dalam ekosistem, tidak ada yang terisolasi. Semuanya berfungsi dalam kebersamaan yang hakiki.

Semua benda, semua makhluk, semua yang mati dan yang hidup memiliki titik keseimbangannya yang menjadi pusat energinya. Lao Tzu menyebutnya Ch’i. Manakah sumber energi semesta alam ?. Para ahli fisika mungkin akan menyebutnya Apec. Tetapi para filsuf, memiliki pandangan yang lebih dalam. Sidharta Gautama menyebutnya dengan istilah qong, sedangkan Lao Tzu menyebutnya Bunda Agung. Rasulullah SAW menyebutnya dengan Rabb Al-Alamien, dan memujinya dengan Alhamdulillahi Rabbil Alamien (QS: I:2) Rabb Al-Alamien (Pemelihara Semesta Alam) mengandung makna memelihara keseimbangan semua energi kosmik. Tanpa itu semesta alam akan binasa.
Yaum al-Dien.
Kebesaran semesta alam yang tak bertepi namun tertib dalam ekosistem kosmik memberikan indikator adanya sumber energi yang maha tinggi yang menjadi pusat konstelasi kosmik itu, yang menciptakan interpendensi alfa dan omega, ruang dan waktu, logika dan agnostik. Dimanakah sumber energi maha tinggi itu ? Ch’i yang terbesar ? Dalam hukum kosmik atau diluarnya ?
Howard dkk dari NSA tentu berpendapat dalam kosmik, yaitu di Apec yang berputar pada porosnya seribu tahun sekali putar, yang dianggap sebagai poros semesta alam. Howard pernah dikagetkan dengan munculnya Nebula, ibu bintang-bintang di galaxy Andromeda yang besarnya 2000 x matahari, dan berfungsi menyedot bintang-bintang yang rusak dan mati serta melahirkan bintang-bintang baru. Keseluruhan Nebula berbentuk sel otak raksasa yang memancar terang kehijauan di langit Andromeda.
Howard menduga Nebula merupakan obyek dan intelijensia yang terbesar di semesta. Betapa hebat dan tinggi kecerdasannya. Tapi Howard kemudian menyadari Nebula bukanlah Tuhan. Ada sumber energi yang lebih besar, lebih agung, lebih suci dengan intelijensia yang jauh lebih tinggi berlipat-lipat ganda dari Nebula yang disebut Ellohim yang diduga berpusat di Apec.
Tetapi Nabi Muhammad, SAW dan Nabi Isa AS mengajarkan kepada kita bahwa sumber energi itu berasal dari luar konstelasi kosmik, dengan firman :”Maliki Yaumiddien (Penguasa Hari Kemudian)” QS I:4. Rasulullah SAW maupun Nabi Isa AS memberikan makna Yaumiddien adalah Hari Akherat yang kekal, yang bersifat nirjasad, suci dan abadi, yang baru tercapai setelah kematian. Akhirat adalah kehidupan sesudah mati, sifatnya Ruhaniyat, dan berada diluar hukum ruang dan waktu, artinya diluar konstelasi kosmik. Maka sumber energi yang maha  tinggi berada diluar konstelasi kosmik, bukan di Andromeda atau di Apec, tetapi di Yaum al-Dien, suatu kehidupan nirjasadi dalam hukum-hukum transenden yang kekal dan terdiri zat-zat yang murni atau maha suci.
Yaum al-Dien tidak dapat didekati dengan logika ruang dan waktu, juga tidak dengan filsafat agnostisisme, juga tidak dengan kuantum alfa dan omega, tetapi bisa didekati dengan fungsi transenden dan proses individuasi dengan metode Gestalt sebagaimana telah diungkapkan dalam Pengajian ketiga dan keempat.
Schizophrenia,
Namun demikian tidak semua orang dapat membentuk Gestalt Hamdalah. Banyak diantara manusia yang jiwanya menderita Schizophrenia, meskipun ia hidup diantara tanda-tanda Yaum al-Dien yang begitu banyak, ia tidak melihatnya, bersifat autis, menutup diri. Al-Qur’an mengdentifikasi sebagai :”Innalladziena kafaruu sawaaun alaihim, aandzartahum am-lam tundzirhum laa yu’minuun” (Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak, mereka tetap tidak beriman).
Mereka tidak mampu membangun proses cerebral terhadap tanda-tanda yang dilihat Lao Tzu, Sidharta Gautama dan Howard, dan tentu saja tidak akan memahami ajaran Tauhid Rasulullah SAW yang berciri keseimbangan agnostik dan transenden. Namun demikian banyak pula diantara manusia yang berjiwa  Cyclothym, yang menurut Kraeplin memiliki ciri-ciri mudah mengadakan kontak dengan lingkungan sekitar, mudah bergaul, mudah menyesuaikan diri, mudah turut merasakan perasaan orang lain dan jiwanya terbuka. Tipe ini lebih bersifat cerebral, sehingga lebih mampu melihat indicator transendetal. Inilah kunci pemahaman Tauhid.
Keseimbangan
Pada akhirnya proses psikologis menjadi kunci asimilasi. Karena sifat Tauhid yang agnostic dan transcendent, maka akseptasinya membutuhkan keseimbangan das Es, das Ich dan das Ueber Ich untuk menghasilkan totalitas psyche dan kognisi yang seimbang dan memusat pada pada das Ich.
Maka Tauhid tumbuh dalam kesadaran dan ketidasadaran, baik individu maupun kolektif, membentuk latar belakang organisme yang utuh. Sehingga terbentuklah Gestalt yang akan membawa proses individuasi dan fungsi transenden kearah hakekat energi kehidupan ini. Maka kita akan mengucapkan dengan mengerti dan yakin “Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamien”.
Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih., Wassalamu’alaikum War. Wab.
Pengasuh,
H. AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional


Tidak ada komentar:

Posting Komentar