7.7.17

Pengajian Keempat

Pengajian Keempat


Assalamu’alaikum War. Wab.

“Alhamdulillahi Robbil ‘Alamien” :  “Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam” ; (Al-Fatihan : 2).

Huruf ‘alif’ dan ‘lam’ pada ‘al-hamdu’ dimaksudkan mencakup segala jenis dan ragam pujian hanya milik Allah Ta’ala, seperti sabda Rasulullah SAW : “Allahumma lakal-chamdu kulluh, walakal-mulku kulluh, wa-biyadikal-khoiru kulluh, wa-ilaika yarji’ul-umru kulluh…” : “Ya Allah kepunyaan-Mu lah segala puji, kepunyaan-Mu lah segala kerajaan, dalam kekuasaan-Mu lah segala kebaikan, dan kepada Engkau-lah segala urusan itu kembali……” (Tafsir Ibnu Katsir)

Dalam pengajian ketiga, kita telah membahas fungsi transenden dan proses individuasi dalam diri manusia yang berkecenderungan membawa jiwa manusia kepada kesempurnaan. Pada pengajian keempat ini kita akan mendalami pembahasan itu dengan pendekatan Gestalt.

Gestalt atau figure yang normal terbentuk dari latar belakang organisme yang utuh. Perumpaannya seperti bunga ditengah ruangan. Bunga adalah gestalt dan ruangan adalah latar belakang. Ketika kita lapar, maka segala gambaran untuk memperoleh makanan adalah gestalt dan seluruh proses organisme dalam diri manusia adalah latar belakangnya.

Keberhasilan fungsi transenden dan proses individuasi tergantung pada gestalt yang terbentuk. Untuk itu harus diketahui struktur nilai dan energi yang mendominasi ego.

Jika struktur nilai yang mendominasi ego adalah  spiritualisme dan energi yang memusat adalah super ego, maka akan lahir gestalt yang bersifat ilahiah. Dari arah inilah psyche mampu membangun iamjinasi tertinggi  yang disebut IMAN. Dari posisi inilah jiwa manusia mampu mengucapkan Alhamdulillahi Rabbil Alamien; segala puji bagi Allah Pemelihara Semesta Alam (QS I:2). Suatu pengakuan akan nilai transenden sebagai gestalt yang tertinggi dan menjadi penuntun perilaku manusia.

Hamdalah adalah pernyataan kesatuan organisme dengan kosmik, antara diri, Allah dan semesta alam. Andras Angyal dalam pandangan biosphere-nya menyatakan bahwa kesatuan organisme dengan lingkungan menjadi prasyarat mutlak terbentuknya pribadi yang utuh. Angyal berpendapat individu tidak mungkin dilepaskan dari lingkungan.

Keduanya saling memasuki dengan cara yang kompleks sehingga tidak mungkin dipisahkan. Diri adalah organis dan lingkungan adalah totalitas organis dan an-organis meliputi mikro dan makro kosmos. Dan pemelihara seluruhnya adalah Rabb Al Alamien, Pemelihara Semesta Alam, yang dinyatakan dalam Al-Qur’an sebagai Allah, personalitas tuhan monotheis yang di sembah dalam sistem agama samawi.

Untuk sampai pada hakekat Hamdalah, harus dipahami proses kognitif. Menurut Jean Piaget, proses kognitif dimulai dari adanya stimulus, lalu asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Stimulus akan masuk kepada file indeks skemata. Jika ada memorinya disana, stimulus langsung masuk dalam proses asimilasi dan ekuilibrasi. Tetapi jika tidak ada dalam skemata, stimulus akan masuk pada proses akomodasi dimana terjadi proses penyesuian stimulus dengan skema untuk menghasilkan skemata baru yang memasukkan stimulus baru tersebut. Setelah itu proses akan masuk kepada ekuilibrasi dimana terjadi bentuk akhir dari kesimpulan-kesimpulan yang membentuk struktur nilai dan pengetahuan manusia tentang sesuatu hal.

Hamdalah adalah stimulus. Apakah ia ada dalam indeks skemata kita ? Apakah dalam proses kanalisasi diwaktu kecil orang tua kita pernah memasukkan struktur nilai Hamdalah dalam skemata kita ? Ini sangat mendasar. Karena jika tidak Hamdalah tidak mudah eksis dalam proses ekuilibrasi. Inilah makna penting Sabda Rasulullullah : “Tuntutlah Ilmu dari sejak dalam buaian hingga liang lahat”. Menurut Gardner Murphy proses kanalisasi dimasa kanak-kanak sangat menentukan.

Freud berpendapat kepribadian terbentuk sejak umur 3 hingga 5 tahun. Maka dapat disimpulkan bahwa fungsi transenden dan proses individuasi tidak begitu saja mampu membentuk gestalt yang religius yang menjadi sumber perilaku manusia beriman, kecuali telah terjadi kanalisasi struktur nilai religius sejak dini. Dengan kata lain pendidikan adalah yang terpenting. Tentang hal ini Kong Hu  Chu 2500 tahun yang silam  berkata : “Bahwa setiap manusia memiliki potensi moral yang sama, yang membedakannya adalah pendidikan”.

Ajarilah anak-anak kita, generasi muda bangsa ini dengan kalimat Hamdalah. Masukkan dalam proses kanalisasi sejak usia dini, jadikan stimulus yang mengisi proses kognitif, maka kita akan memiliki generasi bangsa yang mampu mengucapkan Hamdalah dalam arti yang sesungguhnya, sehingga nyatalah Firman Allah : “Ulaaika alaa Hudan Min-rRabbihim, wa ‘ulaaikahumul muflihuun”, Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Rabb-nya, dan merekalah orang-orang yang beruntung (QS, 2:5).

Hamdalah mengandung makna biosphere, yaitu kesatuan sistem organisme, semesta dan transenden dalam satu simbol Rabb-al Alamien; yang mengandung makna energi tunggal yang menjaga kestabilan ekosistem dalam batas ruang dan waktu dan ekosistem diatas batas ruang dan waktu. Dalam Hamdalah terkandung essensi monotheis yang menempatkan Rabb-al Alamien sebagai pusat energi organis dan an-organis, yang menjadi pusat konstelasi agnostic dan transcendental yang dapat diartikan sebagai sendi-sendi Tauhid. Semua struktur nilai itu tentu tidak begitu saja ada dalam diri manusia, harus ada proses stimulus yang membentuk kognisi. Itulah fungsi pendidikan.

Apakah gestalt seorang Muslim ketika mengucapkan Hamdalah ?” Ini menentukan kualitas mental dan perilaku. Ratusan juta orang Islam mengucapkan Hamdalah setiap hari, dan tidak membentuk representasi mental dan perilaku yang signifikan, mengapa ? Karena tidak terbentuk gestalt sebagai obyek Hamdalah.

Mengapa tidak terbentuk ? Karena tidak adanya energi religius pada ego dan super ego, karena skemata tidak memiliki indeks file yang lengkap mengenai Hamdalah, sehingga totalitas psyche sebagai latar belakang tidak melahirkan dorongan energi pada ego, sehingg ego tidak mampu membentuk gestalt sebagai obyek Hamdalah yang menjadi landasan kualitas mental dan perilaku. Struktur ini penting dipahami; jika proses kanalisasi nilai-nilai Hamdalah terbentuk sejak dini, maka ego tidak mengalami kesulitan dalam melakukan regresi bermotif sehingga mampu melahirkan gestalt yang berpijak pada struktur nilai dalam kanalisasi yang telah inheren dalam konstitusi psikologis karena tertanam sejak dini.

Maka lahirlah gestalt dalam bentuk-bentuk perilaku estetis, religius dan homonomi yang membentuk kebudayaan dan peradaban manusia yang bertauhid.  Adakah Hamdalah yang setiap hari kita ucapkan telah melahirkan gestalt yang demikian ? Sekian.

Birrahmatillahi Wabi’aunihi Fi Sabilih.
Wassalamu’alaikum War. Wab.
Jakarta, 9 Juli 2004,
Pengasuh,


H. AGUS MIFTACH

Ketua Umum Front Persatuan Nasional






Tidak ada komentar:

Posting Komentar