Pengajian
Keduabelas.
Assalamu’alaikum
War. Wab.
“Iyyaaka
na’budu, wa-iyyaaka nasta’ien(u)” : “Hanya kepada Engkaulan kami beribadah dan
hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan” ; (Al-Fatihah : 5).
Hakekat ayat ke-5 surat Al-Fatihan “Iyyaka na’budu,
wa iyyaka nasta’ien”, sudah kita bahas dalam dua bagian terdahulu, dan akan
kita lanjutkan dengan pembahasan bagian ke III ini dengan versi pendekatan eklektik
seperti yang selama ini kita lakukan dalam forum pengajian kita, sejak
pengajian pertama hingga pengajian keduabelas ini.
Tafsir Ibnu
Katsir menerangkan : “Iyyaaka na’budu” didahulukan, karena ibadah
merupakan tujuan; sedangkan “iyyaaka nasta’ien(u)” dibelakangkan, karena
permintaan tolong merupakan sarana untuk mencapai ibadah.
Religi
Tiongkok
Istilah
religi Tiongkok ini ditujukan kepada bentuk-bentuk peribadatan tradisional yang
dianut masyarakat Tiongkok yang membentuk kebudayaan masyarakat Tionghoa selama
ribuan tahun yang silam dan masih terus berpengaruh hingga masa sekarang.
Seperti sudah sering disinggung bahwa bentuk peribadatan yang paling kuno atau
peribadatan Tiongkok purba adalah penyembahan kepada hantu yang merupakan akar
peradaban takhayul.
Agama Wu yang
menjadi basis agama purba itu sejak abad ke-30 SM, mengalami reformasi pada
abad ke-6 SM, oleh gerakan Taoisme dari ajaran
Lao Tzu yang masyhur, yang memunculkan dimensi agnostic dalam
spiritual Tiongkok, dan mencapai puncaknya pada reformasi Khong Hu Chu akhir
abad ke-5 SM yang berhasil memberikan landasan Harmonisme dalam spiritualisme
Tionghoa yang masih berpengaruh hingga China modern.
Masuknya
Buddhisme pada abad ke-3 SM ke daratan Tiongkok, tidak dengan jalan perubahan
dan perbedaan, namun mengikuti alur tradisi Konfusianisme, berdampak memperkuat
eksistensi religiusitas tradisional Tionghoa. Perpaduan nilai-nilai
agnostisisme Taoisme, Konfusianisme dan Buddhisme, menjadi sublimasi nilai
kekayaan batin China yang disebut Sam Kauw (tiga agama tradisional) yang
mewarnai kehidupan religi Klenteng-klenteng
China di daratan Tiongkok dan seluruh dunia, tak terkecuali di
Indonesia.
Personalitas Sam
Kauw adalah figur suci Kwan Im Pouwsat atau Dewi Welas Asih
yang diposisikan sebagai unsur ketuhanan. Menurut Bikhu Aryopusalo
(2003) Dewi Kwan Im dalam tradisi Budhhis disebut Bodisatva, yaitu yang
telah mencapai pencerahan tertinggi atau dapat dianggap telah mendekati derajat
ketuhanan. Dalam pengertian itu maka patung Dewi Kwan Im hampir di semua
Klenteng, terutama Klenteng-klentang di Indonesia dan di Indocina pada umumnya,
merupakan unsur ilahi tertinggi diatas semua pantheon, dan paling banyak
mendapatkan peribadatan. Max Weber menyebut peribadatan tradisional
Tiongkok ini sebagai penyembahan berhala (Ralph Schroeder, Kanisius,
2002).
Namun
dibanding dengan peribadatan berhala dalam tradisi Mesir purba dan Eropa purba,
dengan dewa-dewa yang berbentuk dan bersifat destruktif, maka nilai peribadatan Tiongkok lebih mengandung
unsur ketuhanan. Dewi Kwan Im merupakan lambang kasih ilahiat menurut
kepercayaan Tiongkok, yang menerangi dunia dengan pancaran kasih. Sebagai
manusia Dewi Kwan Im bernama Miao San, puteri ketiga dari Kerajaan Miao
Chuang, Tiongkok Selatan, yang diperkirakan hidup pada abad ke 3 SM (Marcus
AS, 2002).
Putri Miao
San oleh fitnah politik terbuang dari istana sejak bayi, dipelihara dikalangan
rakyat desa oleh pengasuhnya yang berhasil melarikannya dari upaya pembunuhan
di istana. Putri Miao San memiliki talenta spiritual yang sangat tinggi, dan
melalui proses kesederhanaan hidup, ketulusan dan meditasi berhasil memperoleh
pencerahan dan menjadi Pouwsat, kemudian disebut Kwan Im Pouwsat, merupakan
rasul atau derivat
Sang Buddha
atau Sakyamuni Buddha, orang suci India
yang dianggap telah mencapai inti kebenaran universal dan memiliki sifat-sifat
ilahi. Religi Dewi Kwan Im mengawali tradisi Buddhis-Konfusian sejak 2300 tahun
yang lalu. Kekuatan Dewi Kwan Im (Dewi Welas Asih) bukan terletak pada
mahakuasanya seperti dewa-dewa Mesir dan Yunani purba yang bercorak tiran,
melainkan terletak pada kasih sayang-nya kepada dunia. Dewa-dewa Mesir dan
Yunani purba pada umumnya bernuansa takhayul dengan asal-usul yang bersifat
mitos.
Berbeda
dengan Dewi Kwan Im yang asal-usulnya jelas sebagai manusia yang luhur budi,
dan karena cita rasa kasihnya yang tinggi kepada sesama berhasil moksha dan
mencapai derajat dewa (Bodisatva). Itulah unsur ilahi yang paling banyak
diberikan peribadatan oleh orang Tionghoa diseluruh dunia yang jumlahnya
diperkirakan mencapai 1, 3 milyar jiwa, dalam tradisi Khong Hu Chu dan Sam
Kauw. Tidak terdapat bentuk transcendental dalam peribadatan Tiongkok ini.
Pengaruh kuat Taoisme dan Konfusianisme justru menampakkan bentuk kuat
agnostisisme (inderawi) dengan tujuan mengukuhkan sorga di bumi.
Religi
Eropa.
Religi Eropa
berakar di zaman Yunani Miletos menggantikan religi Yunani purba yang
didominasi mitos. Anaximandros dengan azas to aperion-nya di abad
ke 6 SM, memberikan pengaruh besar dalam mengakhiri peradaban takhayul dengan
mite-mitenya. Setelah Anaximandros yang mencoba menguak rahasia semesta alam,
pada abad ke 5 SM muncul Pythagoras (580-500 SM) yang mencoba menguak
rahasia jiwa manusia sendiri.
Menurut
Pythagoras jiwa berdiri sendiri, tidak berjasad dan tidak dapat mati. Jiwa
terbelenggu didalam tubuh, karena hukuman. Dengan jalan katharsis (penyucian)
jiwa dapat terbebas dari belenggu tubuhnya, dan memperoleh kebahagian dalam
kehidupan sesudah mati. Jika proses katharsis tidak dilakukan atau hasilnya
kurang, jiwa seseorang akan berpindah pada kehidupan lain, bahkan bisa ketubuh
binatang dan tumbuh-tumbuhan. Ini mirip dengan kepercayaan reinkarnasi
Tiongkok. Katharsis dilakukan dengan sejumlah pantangan-pantangan terhadap
makanan tertentu, seperti daging, kacang dll.
Pandangan
Anaximandros dan Pythagoras telah memberikan azas-azas awal yang mengeluarkan
Eropa dari budaya takhayul kepada budaya agnostic. Sekaligus memberikan
azas-azas awal bagi sifat-sifat transcendent
dalam religi Eropa. Sifat-sifat to aperion yang tak terbatas
serta katharsis untuk kebahagiaan
kehidupan sesudah mati merupakan ciri-ciri transcendent dalam religi Kristen
500 tahun kemudian.
Abad Yunani
adalah fase transisi dari peradaban takhayul kepada peradaban agnostic,
sekaligus merupakan tahap persiapan yang strategis bagi munculnya peradaban
transcendental Kristen yang 25 abad kemudian memenuhi seluruh benua Eropa,
Amerika, sebagian Afrika dan sebagian Asia dengan jumlah pemeluk tidak kurang
dari 2 milyar manusia.
Ciri-ciri
agnostic abad Yunani masih terasa pengaruhnya dalam religi Kristen yang
transcendent. Bahkan teologi Trinitas itu sendiri masih merupakan
kompromi antara pandangan agnostic dan keyakinan transcendent. Trinitas
mencerminkan konsorsium ilahiat yang bersifat kolegial antara Tuhan Allah yang
transcendent yang hanya ada dalam iman
dan Tuhan Yesus yang agnostic yang ada secara inderawi, dan Roh Kudus sebagai
katalisator diantara keduanya.
Seperti Dewi
Kwan Im di Tiongkok yang merupakan perlambang kasih sesama, maka Yesus dari
Nazareth menurut keyakinan Kristen merupakan perwujudan kasih Allah kepada
manusia, yang bahkan telah berkenan mengorbankan putranya yang tunggal untuk
menebus dosa manusia, yang tidak akan mampu menebus dosanya sendiri dihadapan
Allah. Kalangan Islam memiliki pandangan yang berbeda dalam hal ini, terutama
menyangkut posisi keilahian Yesus yang dalam Islam disebut Nabi Isa Al-Masih
a.s.
Meskipun
sama-sama bersendikan kasih, antara religi Tiongkok dengan religi Eropa Kristen
memiliki perbedaan cukup mendasar. Religi Tiongkok bertujuan untuk mengukuhkan
sorga di bumi, sedangkan religi Eropa Kristen bertujuan untuk mencapai sorga
Allah di alam akherat (transcendental).
Hakekat.
Dalam religi
Tiongkok tuhan bersifat impersonal, tidak hadir secara nyata melainkan mengalir
bersama kolektivisme semesta alam. Maka prasyarat untuk mencapai hakekatnya
menurut Khong Hu Chu ialah dengan menciptakan Harmoni. Pandangan Khong Hu Chu
memiliki nafas yang serupa dengan pandangan Pythagoras dengan asas katharsis
dan harmoni bilangan seperti penggabungan
bilangan ganjil dan genap menjadi kesatuan yang utuh.
Khong Hu Chu
dan Pythagoras percaya bahwa hakekat kebenaran berada dalam harmoni semua unsur
kosmik dengan menempatkan manusia sebagai pusat aktivitas. Sigmund Freud bahkan
menyebut semesta alam dengan istilah konstansi an-organis, sedangkan manusia
adalah dinamika organisme. Lao Tzu berpendapat bahwa kehidupan merupakan
polaritas dinamik Yin dan Yang. Titik keseimbangannya merupakan
kontemplasi harmonisme yang akan menghasilkan Ch’i, yaitu energi untuk
mencapai hakekat kebenaran yang disebutnya sebagai Jalan Tao. Inilah
tahap agnostisisme yang didasarkan pada kemampuan inderawi untuk memahami dan
mencari jalan kepada sumber tertinggi.
Itulah
sebabnya maka pada fase peradaban agnostic, tuhan bersifat impersonal, karena
dengan dasar agnostisisme manusia memang terbatas pada hukum-hukum logika,
ruang dan waktu. Sedangkan Tuhan berada diluar dimensi logika, ruang dan waktu,
namun meliputi semuanya. Betapapun hebatnya falsafah sosial Khong Hu Chu dan
ilmu pasti Pythagoras, hanyalah sebatas logika, ruang dan waktu. Sedangkan
hakekat Allah melampaui segala yang terbatas dan meliputi segalanya di dalam
dan di luar logika, ruang dan waktu.
Peribadatan
kepada Allah sebagai personalitas Tuhan monotheis dimulai dari peradaban Yahudi
yang mendasarkan perubahan-perubahan bukan kepada kekuasaan semesta alam,
melainkan berdasarkan firman Allah. Meskipun terdapat perbedaaan organisasi,
prinsip ini merupakan benang merah dalam teologi Kristen dan mengalami revolusi
pemurnian tauhidiyah dalam teologi Islam dengan lebih mempertegas prinsip
monotheis atau Tauhid.
Dalam
pandangan Islam Allah dalam menjalankan fungsi ilahi-Nya, tidak membutuhkan
persekutuan kolegial dengan unsur-unsur duniawi apapun, baik yang bersifat
material maupun agnostic. Allah adalah absolut dengan Zat Yang Esa. Qul
huwAllahu Ahad, dan hanya kepada Allah-lah kita menyembah dan mohon
pertolongan dalam kehidupan dunia dan kehidupan akherat, “Iyyaka na’budu,
wa-iyyaka nasta’ien”. Sekian bagian ke III.
Birrahmatillahi
Wabi’aunihi fi Sabilih.
Wassalamu’alaikum
War. Wab.
Jakarta, 3
September 2004,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar