5.7.17

Pemilu Independen

Pemilu Independen
           
Beberapa hari setelah Dialog Kebangsaan (18/1/07) di Manggala Wanabakti  Jakarta itu, sejumlah Media mulai kasak-kusuk soal wacana Pemilu Independen, mulai dari Pemilihan Langsung Kepala Desa, Bupati ,Walikota, Gubernur, bahkan juga Presiden.
            Sampai tingkat Gubernur  mungkin sudah mulai bisa banyak diterima, terutama setelah kasus Pilkada Aceh yang dimenangkan calon Independen.
            Tapi jika harus juga dibolehkan Calon Independen untuk Pemilihan Presiden RI, seorang Akabar Tanjung bahkan masih gamang  ketika membahas hal tersebut di Forum TWU, beberapa Minggu sebelum tampil di Dialog Kebangsaan 2007.
Yang menarik, dari kelompok Media Group, yang menerbitkan SKH Media Indonesia dan mengulas Editorialnya di METRO TV , beberapa Minggu setelah Dialog Kebangsaan 2007 tak ragu membahas wacana Pemlu Presiden Independen.

No Play
           
Ketika Forum Pengajian Tauhid Wahdatul Ummah- TWU syukuran memasuki  Jum’at yang ke seratus, Doktor Rozi Munir- Menteri BUMN dijaman Presiden Gus Dur, tampil sebagai tamu diskusi. Ketua PB NU itu nampak sumringah, full senyum dan terus mengumbar pujian pada Gus Miftach.
            Kalimat awal yang keluar dari mulut  mantan Menteri yang tetap tampil sederhana itu, adalah: No Play! Maksutnya , Bukan Main! ,ujarnya sambil senyum. Saya tidak menyangka, bahwa sahabat saya yang dulu  dikenal aktivis Dunia Politik mampu  banting stir membuat Forum Pengajian. Dan hebatnya, kini telah berlangsung seratus kali- tiap Jum’at, routin, itu berarti sekitar dua tahun nonstop, ujar Rozi.
            Yang juga luar biasa, menurut Dr Rozi, pengajian ini  selalu menghadirkan tamu diskusi yang berbobot, dari kalangan tokoh  Nasional. Mulai dari Gus Dur sampai Profesor Dawam Raharjo. Dari sekjen GKI sampai Gurubesar IAIN. Bahkan belakangan juga dari Kong Hu Chu sampai Raja Hindu.
            Dr. Rozi dengan jujur menyatakan kekagumannya atas metode pembahasan di Forum TWU, yang menjangkau  jauh keabad ribuan tahun sebelum masehi, namun juga  melesat  pesat menggapai masa depan.
            Bahkan literatur referensi kajian juga terkesan  luar biasa luas. Dari sejak tafsir klasik Jalalain hingga pandangan para Ulama  Modern, berbagai karya ilmiah bahkan novel populer Dan Braun dan semacamnya, juga menjadi bahasan.
            Ilmu apapun nampaknya tak ada yang dipantang dalam pandangan Gus Miftach, asal muaranya  tetap dibingkai dengan Tauhid.

TKI Devisa Nomor Satu
           
Jumhur Hidayat beberapa kali tampil di Forum TWU mengusung isu yang amat rasional. Menurut pria berkacamata dan gemar busana batik ini, Indonesia sepeluh tahun mendatang akan terjadi los generasion, ujarnya.  Indikasinya sekarang ini telah banyak  lahir bayi di Indonesia dengan kondisi penyakit Gizi Buruk.
            Jadi kalau tidak mau kehilangan Generasi , ya jangan Cuma berdo’a, kata Jumhur lagi. Jadi bagaimana? Ya , beri bayi-bayi itu makan! Tegas Jumhur. Analoginya, kalau kita bicara sunatulah, untuk menghidupkan listrik juga tidak dengan berdo’a. Tapi , sentuh dan tekan saklarnya, barulah  listrik akan nyala.
            Tapi solusi paling cerdas yang sempat diusung Jumhur adalah, pembenahan exploitasi penempatan dan perlindungan TKI- Tenaga Kerja Indonesia  keluar Negeri. Karena saat ini Devisa Negara yang bersumber dari TKI menempati urutan nomor dua setelah Migas, padahal segala urusan TKI  masih semrawut.
            Jadi kalau, pembenahan dan perbaikan penempatan serta perlindungan TKI bisa dilakukan segera, bukan mustahil  sektor ini akan bergeser maju  menjadi sumber penyumbang Devisa Negara nomor satu. Karena potensi jumlah manusia angkatan kerja Indonesia termasuk salah satu yang terbesar di Asia.

Koperasi TKI Sebagai Solusi
           
Ketua Wu Shu Koni Pusat- Hamidi muncul di forum TWU awal  tahun 2007. Dengan sigap ia menangkap  sinyal  yang dilempar Jumhur soal problema TKI. Karena sesungguhnya Bangsa ini telah memiliki konsep Ekonomi Koperasi yang pernah diusung oleh Mohammad Hatta – salah satu proklamator  RI kita.
            Jika persoalan TKI  ditangani dengan konsep  Koperasi , lalu didukung sepenuhnya dengan kebijakan Pemerintah  yang jelas, maka  banyak problema TKI bisa diselesaikan dengan lebih baik dan lebih cepat.
            Karena pada gilirannya, jika ditingkat Pusat telah berdiri Koperasi, maka didaerah- daerah  bahkan juga dibeberapa Negara Tujuan TKI , bisa didirikan Cabang- Cabang Koperasi TKI  yang diurus bersama oleh TKI,  dari TKI dan untuk TKI pula.
            Konsepnya sederhana memang, tapi tentu tidak mudah untuk melaksanakannya. Dan ini memang sebuah tantangan bagi bangsa Indonesia yang memiliki  Generasi angkatan kerja terbesar di Asia, tapi masih miskin  lapangan kerja dalam Negeri. Bagaimana merubah tantangan itu menjadi peluang? Hamidi dan rekan-rekanya di forum TWU harus bekerja keras untuk mencari solusinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar