Pemilu Independen
Sampai tingkat Gubernur mungkin sudah mulai bisa banyak diterima,
terutama setelah kasus Pilkada Aceh yang dimenangkan calon Independen.
Tapi jika harus juga dibolehkan
Calon Independen untuk Pemilihan Presiden RI, seorang Akabar Tanjung bahkan
masih gamang ketika membahas hal
tersebut di Forum TWU, beberapa Minggu sebelum tampil di Dialog Kebangsaan
2007.
Yang menarik, dari kelompok Media
Group, yang menerbitkan SKH Media Indonesia dan mengulas Editorialnya di METRO
TV , beberapa Minggu setelah Dialog Kebangsaan 2007 tak ragu membahas wacana
Pemlu Presiden Independen.
No Play
Ketika Forum Pengajian Tauhid Wahdatul Ummah- TWU syukuran memasuki Jum’at yang ke seratus, Doktor Rozi Munir- Menteri BUMN dijaman Presiden Gus Dur, tampil sebagai tamu diskusi. Ketua PB NU itu nampak sumringah, full senyum dan terus mengumbar pujian pada Gus Miftach.
Kalimat awal yang keluar dari
mulut mantan Menteri yang tetap tampil sederhana
itu, adalah: No Play! Maksutnya , Bukan Main! ,ujarnya sambil senyum. Saya
tidak menyangka, bahwa sahabat saya yang dulu dikenal aktivis Dunia Politik mampu banting stir membuat Forum Pengajian. Dan
hebatnya, kini telah berlangsung seratus kali- tiap Jum’at, routin, itu berarti
sekitar dua tahun nonstop, ujar Rozi.
Yang juga luar biasa, menurut Dr
Rozi, pengajian ini selalu menghadirkan
tamu diskusi yang berbobot, dari kalangan tokoh
Nasional. Mulai dari Gus Dur sampai Profesor Dawam Raharjo. Dari sekjen
GKI sampai Gurubesar IAIN. Bahkan belakangan juga dari Kong Hu Chu sampai Raja
Hindu.
Dr. Rozi dengan jujur menyatakan
kekagumannya atas metode pembahasan di Forum TWU, yang menjangkau jauh keabad ribuan tahun sebelum masehi,
namun juga melesat pesat menggapai masa depan.
Bahkan literatur referensi kajian
juga terkesan luar biasa luas. Dari
sejak tafsir klasik Jalalain hingga pandangan para Ulama Modern, berbagai karya ilmiah bahkan novel
populer Dan Braun dan semacamnya, juga menjadi bahasan.
Ilmu apapun nampaknya tak ada yang
dipantang dalam pandangan Gus Miftach, asal muaranya tetap dibingkai dengan Tauhid.
TKI Devisa Nomor Satu
Jumhur Hidayat beberapa kali tampil di Forum TWU mengusung isu yang amat rasional. Menurut pria berkacamata dan gemar busana batik ini, Indonesia sepeluh tahun mendatang akan terjadi los generasion, ujarnya. Indikasinya sekarang ini telah banyak lahir bayi di Indonesia dengan kondisi penyakit Gizi Buruk.
Jadi kalau tidak mau kehilangan
Generasi , ya jangan Cuma berdo’a, kata Jumhur lagi. Jadi bagaimana? Ya , beri
bayi-bayi itu makan! Tegas Jumhur. Analoginya, kalau kita bicara sunatulah,
untuk menghidupkan listrik juga tidak dengan berdo’a. Tapi , sentuh dan tekan
saklarnya, barulah listrik akan nyala.
Tapi solusi paling cerdas yang
sempat diusung Jumhur adalah, pembenahan exploitasi penempatan dan perlindungan
TKI- Tenaga Kerja Indonesia keluar
Negeri. Karena saat ini Devisa Negara yang bersumber dari TKI menempati urutan
nomor dua setelah Migas, padahal segala urusan TKI masih semrawut.
Jadi kalau, pembenahan dan perbaikan
penempatan serta perlindungan TKI bisa dilakukan segera, bukan mustahil sektor ini akan bergeser maju menjadi sumber penyumbang Devisa Negara nomor
satu. Karena potensi jumlah manusia angkatan kerja Indonesia termasuk salah
satu yang terbesar di Asia.
Koperasi TKI Sebagai Solusi
Ketua Wu Shu Koni Pusat- Hamidi muncul di forum TWU awal tahun 2007. Dengan sigap ia menangkap sinyal yang dilempar Jumhur soal problema TKI. Karena sesungguhnya Bangsa ini telah memiliki konsep Ekonomi Koperasi yang pernah diusung oleh Mohammad Hatta – salah satu proklamator RI kita.
Jika persoalan TKI ditangani dengan konsep Koperasi , lalu didukung sepenuhnya dengan
kebijakan Pemerintah yang jelas, maka banyak problema TKI bisa diselesaikan dengan
lebih baik dan lebih cepat.
Karena pada gilirannya, jika
ditingkat Pusat telah berdiri Koperasi, maka didaerah- daerah bahkan juga dibeberapa Negara Tujuan TKI ,
bisa didirikan Cabang- Cabang Koperasi TKI
yang diurus bersama oleh TKI,
dari TKI dan untuk TKI pula.
Konsepnya sederhana memang, tapi
tentu tidak mudah untuk melaksanakannya. Dan ini memang sebuah tantangan bagi
bangsa Indonesia yang memiliki Generasi
angkatan kerja terbesar di Asia, tapi masih miskin lapangan kerja dalam Negeri. Bagaimana
merubah tantangan itu menjadi peluang? Hamidi dan rekan-rekanya di forum TWU
harus bekerja keras untuk mencari solusinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar