oleh K.H. Agus Miftach, Ketua Umum Front Persatuan
Nasional
Bismillahirrahmanirrahiem,
Assalamu’alaikum
War. Wab.
Manusia
adalah produk dari sejarah konkret lingkungan sosialnya, dan bukan kumpulan
atribut alamiah yang sudah pasti. Manusia bukan sekedar rejim instinktif tetapi
produk sublimasi budaya yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Dalam
perjalanan sejarahnya manusia telah bergerak maju melewati beberapa tahapan
primitive kesadaran hingga saat ini, dan tahapan tahapan itu berhubungan dengan
bentuk-bentuk konkret organisasi sosial, seperti suku, perbudakan, teokrasi,
dan akhirnya masyarakat yang egaliter-demokratis di zaman modern ini. Maka
negara yang muncul di zaman modern ini bukan lagi negara teokrasi atau otokrasi
dalam bentuk apapun, melainkan negara liberal dalam arti mengakui dan
melindungi hak universal manusia tentang kemerdekaan melalui system hukum; dan
negara demokratis yaitu negara dimana pemerintahnya hadir hanya dengan
persetujuan mereka yang diperintah. Didalam kerangka pemikiran dan filosofi
modern itulah nation-state system RI lahir, dan dalam pengertian yang lebih
progresif LSM-LSM lahir. Nah, sepanjang kita berada di dalam kerangka system
demokratis dan liberalitas, maka jangan ada yang berpikir untuk melarang LSM.
Betapun
menjadi demokratis dan menjadi liberal adalah tidak mudah. Dalam pengertian
aslinya bentuk sosial itu berakar pada peradaban Barat pasca inkuisisi, ketika
masyarakat Barat menolak otoritas Gereja terhadap kehidupan sosial dan membebaskan
diri dari teokrasi. Itu terjadi sejak awal abad 16 dan terus mengalami
pembaruan hingga memperoleh bentuk finalnya pada abad 20/21 ini. Jadi itu tidak
tiba-tiba terjadi. Nah, pertanyaannya apakah kita bagian dari proses sejarah
itu atau tidak. Kalau tidak, maka kasus LSM dan Dana Asing hanya puncak kecil
dari gunung es yang maha luas yang saya sebut benturan kebudayaan.
LSM
adalah buah dari budaya demokratis-liberal yang lebih emansipatif dari
bentuknya yang awal. LSM adalah cermin dari kebebasan masyarakat modern yang
berintikan pada keadilan dan kemanusiaan sebagai nilai universal yang melampaui
otoritas budaya dan negara-negara. Inilah kekuatan LSM yang memiliki rentang
solidaritas global dan tentu saja juga jaringan keuangan global. Gerakan LSM
atau NGO’s (Non-Governmental-Organization) ditingkat global juga bukan hal
baru. Itu sudah dimulai sejak awal abad 18 (1717) ketika Frederich Agung dari
Prusia mengkonsolidasikan organisasi Global-Freemasonry.
Indonesia
dan LSM
Republik
Indonesia
meskipun berbentuk negara modern tetapi sebagian besar masyaratnya masih
bertumpu pada budaya pra-modernis, dengan alur sejarah yang jelas berbeda
dengan sejarah Barat. Dasar-dasar ketidaksadaran kolektif’ bangsa Indonesia
masih bertumpu pada Hindu-Buddha (Shiwa-Buddha) yang telah membentuk peradaban
Nusantara selama tidak kurang dari 12 abad (sekitar abad ke 4-awal abad 16).
Runtuhnya kekaisaran Shiwa-Buddha terbesar Majapahit dan munculnya kekaisaran
Islam Demak pada awal abad 16 (th.1518), menciptakan peradaban Jawa Baru yang
menjadi mainstream peradaban Nusantara yang berlangsung selama 4 abad kemudian
hingga Indonesia modern sekarang ini. Munculnya penjajahan pada awal abad 17, kemudian
Freemasonry telah memasukkan faham modernisasi Barat yang berujung dengan lahirnya
gerakan kemerdekaan dan berdirinya negara RI yang pada dasarnya berbentuk
sekuler modern pada pertengah abad 20.
Tetapi masih kuatnya budaya pra-modernis dikalangan masyarakat Indonesia sebagai akibat penentangan Islam terhadap
penjajahan Barat modern (Belanda dkk), maka negara sekuler-modern RI tidak dapat
beroperasi secara penuh, terbukti dengan adanya Departemen Agama dan
pelembagaan berbagai institusi agama dalam birokrasi. Meskipun ini negara
demokrasi, banyak dikalangan masyarakat yang bersemangat teokrasi, feodal
agraris, otokrasi militer, dan yang terakhir akibat demoralisasi sosial muncul
praktek negara kleptokrasi atau ‘negara copet’ yang dalam proses kedepan ini
berpotensi menghancurkan seluruh bangunan RI 17 Agustus 1945.
Nah
dimanakah posisi LSM ? LSM membawakan pesan peradaban Barat modern yang
liberal, demokratis dan managable. Mentransformasikan nilai-nilai Barat modern
yang sekuler-humanis kedalam masyarakat agraris pra-modernis yang masih
bersifat ethnocentris dengan tradisi keagamaan sempit yang bercorak konformitas
dogmatis dan anti-pluralitas. Maka segala aktivitas LSM apalagi yang di danai
oleh Barat, baik masyarakat maupun pemerintah akan segera dirasakan oleh kaum
pra-modernis sebagai ancaman terhadap nilai-nilai yang diyakininya. Dari
sekedar nilai tradisi, nilai kebangsaan hingga nilai keimanan. Dalam pandangan
kelompok ini, LSM pro Barat adalah subversi dan pengkhianat yang merusak. Oleh
sebab itu perlu dibasmi. Antara lain dengan cara di audit dan lalu dilarang.
Saya berpendapat, sama sahnya dengan keberadaan LSM, maka eksistensi
nilai-nilai tradisional-domestik itu adalah juga sah. Peradaban Barat bukan
mitos kebenaran, demikian pula LSM-nya. Ada
negara-negara yang mengadopsi peradaban Barat modern tetap absurd dan tidak kunjung
menemukan bentuknya yang mandiri seperti negara kita ini. Bahkan ada
negara-negara yang bubar seperti Uni Sovyet dan Yugoslavia . Sebaliknya ada
negara-negara yang berpegang teguh kepada sejarah dan nilai-nilai
tradisionalnya sendiri dan tetap solid serta tidak kurang modern-nya seperti China, Jepang,
Korea Selatan, Taiwan, Vietnam, Qatar, Iran, Arab Saudi, Kuwait, walaupun
disertai pula dengan penyesuaian-penyesuaian disana sini.
LSM
Nasional
Namun
tidak semua LSM Indonesia berfungsi sebagai agen-modernisasi dan pembaruan. Ada diantarnya yang
berjiwa inlander, sekedar CM (cari muka) dan CU (cari uang) dan memang
pengkhianat. Maka usul perlunya audit dana asing dan kegiatan LSM memiliki
dasar realitasnya. Ada
kegiatan LSM yang bahkan menimbulkan constrain diberbagai bidang strategis.
Lepasnya Timor Timur dari RI tidak lepas dari peran LSM-LSM begundal. Maka ini
harus dipilah, ada LSM dana asing yang menimbulkan hambatan nasional. Tapi ada
pula diantara mereka yang benar-benar membimbing dan memperjuangkan masyarakat
mencapai tahap-tahap kemajuan yang berguna dalam meningkatkan taraf hidup dan
kesadaran politik. Kita pertahankan LSM seperti ini. Tapi terhadp LSM-LSM
inlander yang tidak kurang kleptokratiknya dengan para birokrat, wajib kita
bertindak tegas, termasuk dalam audit keuangan dan kegiatan. Disamping itu
sikap membiarkan LSM-LSM domestik yang nasionalis tidak mampu melakukan kegiatan
karena tidak memiliki dukungan dana dari sumber-sumber negara dan masyarakat,
adalah sikap yang tidak dapat dibenarkan. Kita perlu mendukung LSM-LSM nasional
sebagi partnership masyarakat dan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan
bangsa disegala bidang dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai religiusitas
dan tradisi-tradisi yang hidup di masyarakat. Pilihan kita adalah menjalankan
modernisasi diatas landasan nilai-nilai sosial yang bersumber dari sejarah
bangsa sendiri. Sejarah kita tidak mengalami inkuisisi teokrasi model Vatikan
abad 16. Kekuasaan Islam awal abad 16 yang berpusat di Demak dan mewarisi teritori
Majapahit menjalankan proses tasauf dan akulturasi yang harmonis dengan tidak
memaksakan fiqh dan syari’ah yang sempit dan dogmatis. Peradaban Islam yang
egaliter dengan menitikberatkan pada amal perbuatan yang efektif bukan fantasi
religius, menjadikan tidak adanya handicap dengan sekularitas-modern. Islam
justu berbasis pada amal yang sekular untuk mencapai pengertian amal sholeh
dalam system teologi yang transenden. LSM dalam budaya Islam merupakan bagian
dari emansipasi sosial yang boleh berkembang optimal. Didunia Islam ada LSM
bergengsi ilmiah tinggi pada sekitar abad ke 18 bernama Ikhwan as-Shafa
berpusat di Parsi dan Turki. Di Indonesia ribuan pondok pesantren yang
merupakan bentuk sublimasi Islam yang menjadi penyangga kebudayaan bangsa
adalah jaringan tradisional LSM yang kokoh. Disamping itu terdapat tidak kurang
350 LSM berbadan hukum diseluruh Indonesia dan ribuan lainnya yang
tidak berbadan hukum. Kita mendukung semua LSM yang merupakan refleksi peadaban
bangsa dan peradaban umat manusia.
Sekian,
terima kasih,
Birrahmatillahi
Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikium
War. Wab.
KH.
AGUS MIFTACH
Ketua
Umum Front Persatuan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar