6.7.17

LSM dan DANA ASING

oleh  K.H. Agus Miftach, Ketua Umum Front Persatuan Nasional

Bismillahirrahmanirrahiem,
Assalamu’alaikum War. Wab.

Manusia adalah produk dari sejarah konkret lingkungan sosialnya, dan bukan kumpulan atribut alamiah yang sudah pasti. Manusia bukan sekedar rejim instinktif tetapi produk sublimasi budaya yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Dalam perjalanan sejarahnya manusia telah bergerak maju melewati beberapa tahapan primitive kesadaran hingga saat ini, dan tahapan tahapan itu berhubungan dengan bentuk-bentuk konkret organisasi sosial, seperti suku, perbudakan, teokrasi, dan akhirnya masyarakat yang egaliter-demokratis di zaman modern ini. Maka negara yang muncul di zaman modern ini bukan lagi negara teokrasi atau otokrasi dalam bentuk apapun, melainkan negara liberal dalam arti mengakui dan melindungi hak universal manusia tentang kemerdekaan melalui system hukum; dan negara demokratis yaitu negara dimana pemerintahnya hadir hanya dengan persetujuan mereka yang diperintah. Didalam kerangka pemikiran dan filosofi modern itulah nation-state system RI lahir, dan dalam pengertian yang lebih progresif LSM-LSM lahir. Nah, sepanjang kita berada di dalam kerangka system demokratis dan liberalitas, maka jangan ada yang berpikir untuk melarang LSM.

Betapun menjadi demokratis dan menjadi liberal adalah tidak mudah. Dalam pengertian aslinya bentuk sosial itu berakar pada peradaban Barat pasca inkuisisi, ketika masyarakat Barat menolak otoritas Gereja terhadap kehidupan sosial dan membebaskan diri dari teokrasi. Itu terjadi sejak awal abad 16 dan terus mengalami pembaruan hingga memperoleh bentuk finalnya pada abad 20/21 ini. Jadi itu tidak tiba-tiba terjadi. Nah, pertanyaannya apakah kita bagian dari proses sejarah itu atau tidak. Kalau tidak, maka kasus LSM dan Dana Asing hanya puncak kecil dari gunung es yang maha luas yang saya sebut benturan kebudayaan.
LSM adalah buah dari budaya demokratis-liberal yang lebih emansipatif dari bentuknya yang awal. LSM adalah cermin dari kebebasan masyarakat modern yang berintikan pada keadilan dan kemanusiaan sebagai nilai universal yang melampaui otoritas budaya dan negara-negara. Inilah kekuatan LSM yang memiliki rentang solidaritas global dan tentu saja juga jaringan keuangan global. Gerakan LSM atau NGO’s (Non-Governmental-Organization) ditingkat global juga bukan hal baru. Itu sudah dimulai sejak awal abad 18 (1717) ketika Frederich Agung dari Prusia mengkonsolidasikan organisasi Global-Freemasonry. 

Indonesia dan LSM

Republik Indonesia meskipun berbentuk negara modern tetapi sebagian besar masyaratnya masih bertumpu pada budaya pra-modernis, dengan alur sejarah yang jelas berbeda dengan sejarah Barat. Dasar-dasar ketidaksadaran kolektif’ bangsa Indonesia masih bertumpu pada Hindu-Buddha (Shiwa-Buddha) yang telah membentuk peradaban Nusantara selama tidak kurang dari 12 abad (sekitar abad ke 4-awal abad 16). Runtuhnya kekaisaran Shiwa-Buddha terbesar Majapahit dan munculnya kekaisaran Islam Demak pada awal abad 16 (th.1518), menciptakan peradaban Jawa Baru yang menjadi mainstream peradaban Nusantara yang berlangsung selama 4 abad kemudian hingga Indonesia modern sekarang ini. Munculnya penjajahan pada awal abad 17, kemudian Freemasonry telah memasukkan faham modernisasi Barat yang berujung dengan lahirnya gerakan kemerdekaan dan berdirinya negara RI yang pada dasarnya berbentuk sekuler modern pada pertengah abad 20.  Tetapi masih kuatnya budaya pra-modernis dikalangan masyarakat Indonesia  sebagai akibat penentangan Islam terhadap penjajahan Barat modern (Belanda dkk), maka negara sekuler-modern RI tidak dapat beroperasi secara penuh, terbukti dengan adanya Departemen Agama dan pelembagaan berbagai institusi agama dalam birokrasi. Meskipun ini negara demokrasi, banyak dikalangan masyarakat yang bersemangat teokrasi, feodal agraris, otokrasi militer, dan yang terakhir akibat demoralisasi sosial muncul praktek negara kleptokrasi atau ‘negara copet’ yang dalam proses kedepan ini berpotensi menghancurkan seluruh bangunan RI 17 Agustus 1945.

Nah dimanakah posisi LSM ? LSM membawakan pesan peradaban Barat modern yang liberal, demokratis dan managable. Mentransformasikan nilai-nilai Barat modern yang sekuler-humanis kedalam masyarakat agraris pra-modernis yang masih bersifat ethnocentris dengan tradisi keagamaan sempit yang bercorak konformitas dogmatis dan anti-pluralitas. Maka segala aktivitas LSM apalagi yang di danai oleh Barat, baik masyarakat maupun pemerintah akan segera dirasakan oleh kaum pra-modernis sebagai ancaman terhadap nilai-nilai yang diyakininya. Dari sekedar nilai tradisi, nilai kebangsaan hingga nilai keimanan. Dalam pandangan kelompok ini, LSM pro Barat adalah subversi dan pengkhianat yang merusak. Oleh sebab itu perlu dibasmi. Antara lain dengan cara di audit dan lalu dilarang. Saya berpendapat, sama sahnya dengan keberadaan LSM, maka eksistensi nilai-nilai tradisional-domestik itu adalah juga sah. Peradaban Barat bukan mitos kebenaran, demikian pula LSM-nya. Ada negara-negara yang mengadopsi peradaban Barat modern tetap absurd dan tidak kunjung menemukan bentuknya yang mandiri seperti negara kita ini. Bahkan ada negara-negara yang bubar seperti Uni Sovyet dan Yugoslavia. Sebaliknya ada negara-negara yang berpegang teguh kepada sejarah dan nilai-nilai tradisionalnya sendiri dan tetap solid serta tidak  kurang modern-nya seperti China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Vietnam, Qatar, Iran, Arab Saudi, Kuwait, walaupun disertai pula dengan penyesuaian-penyesuaian disana sini.

LSM Nasional

Namun tidak semua LSM Indonesia berfungsi sebagai agen-modernisasi dan pembaruan. Ada diantarnya yang berjiwa inlander, sekedar CM (cari muka) dan CU (cari uang) dan memang pengkhianat. Maka usul perlunya audit dana asing dan kegiatan LSM memiliki dasar realitasnya. Ada kegiatan LSM yang bahkan menimbulkan constrain diberbagai bidang strategis. Lepasnya Timor Timur dari RI tidak lepas dari peran LSM-LSM begundal. Maka ini harus dipilah, ada LSM dana asing yang menimbulkan hambatan nasional. Tapi ada pula diantara mereka yang benar-benar membimbing dan memperjuangkan masyarakat mencapai tahap-tahap kemajuan yang berguna dalam meningkatkan taraf hidup dan kesadaran politik. Kita pertahankan LSM seperti ini. Tapi terhadp LSM-LSM inlander yang tidak kurang kleptokratiknya dengan para birokrat, wajib kita bertindak tegas, termasuk dalam audit keuangan dan kegiatan. Disamping itu sikap membiarkan LSM-LSM domestik yang nasionalis tidak mampu melakukan kegiatan karena tidak memiliki dukungan dana dari sumber-sumber negara dan masyarakat, adalah sikap yang tidak dapat dibenarkan. Kita perlu mendukung LSM-LSM nasional sebagi partnership masyarakat dan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan bangsa disegala bidang dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai religiusitas dan tradisi-tradisi yang hidup di masyarakat. Pilihan kita adalah menjalankan modernisasi diatas landasan nilai-nilai sosial yang bersumber dari sejarah bangsa sendiri. Sejarah kita tidak mengalami inkuisisi teokrasi model Vatikan abad 16. Kekuasaan Islam awal abad 16 yang berpusat di Demak dan mewarisi teritori Majapahit menjalankan proses tasauf dan akulturasi yang harmonis dengan tidak memaksakan fiqh dan syari’ah yang sempit dan dogmatis. Peradaban Islam yang egaliter dengan menitikberatkan pada amal perbuatan yang efektif bukan fantasi religius, menjadikan tidak adanya handicap dengan sekularitas-modern. Islam justu berbasis pada amal yang sekular untuk mencapai pengertian amal sholeh dalam system teologi yang transenden. LSM dalam budaya Islam merupakan bagian dari emansipasi sosial yang boleh berkembang optimal. Didunia Islam ada LSM bergengsi ilmiah tinggi pada sekitar abad ke 18 bernama Ikhwan as-Shafa berpusat di Parsi dan Turki. Di Indonesia ribuan pondok pesantren yang merupakan bentuk sublimasi Islam yang menjadi penyangga kebudayaan bangsa adalah jaringan tradisional LSM yang kokoh. Disamping itu terdapat tidak kurang 350 LSM berbadan hukum diseluruh Indonesia dan ribuan lainnya yang tidak berbadan hukum. Kita mendukung semua LSM yang merupakan refleksi peadaban bangsa dan peradaban umat manusia.

Sekian, terima kasih,

Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikium War. Wab.

Jakarta, 14 April 2007.



KH. AGUS MIFTACH

Ketua Umum Front Persatuan Nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar