4.7.17

Adam dan Peradaban

Adam dan Peradaban

Oleh : KH. Agus Miftach
Assalamu’alaikum War. Wab.
Bismillahirrahmanirrahiem,

“Wa-idz-qoola robbuka lil-malaa-ikati innii jaa’ilun fil-ardhi kholiifah; qoolu ataj’alu fiihaa man-yyufsidu fiiha wa yasfikuddimaa-a; wa-nachnu nusabbichu bichamdika wa-nuqoddisulak; qooluu innii a’lamu maa laa ta’lamuun” : “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’. Mereka berkata : ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?’. Tuhan berfirman : ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’; (Al-Baqoroh : 30).
Eklektik pembahasan bersifat multiperspektif dan holistis, dari aspek teologis, psikologis, historiografis, filsafat dll, untuk mencapai hikmah yang setinggi-tingginya dari ayat tersebut.

Agum Gumelar, Agus Miftach dan Akbar Tanjung, usai Dialog Kebangsaan ke I, 18 Januari 2007, yang diselenggarakan oleh FPN, di Jakarta.
Pokok Bahasan.
Dalam ayat tersebut Allah memberitahu para malaikat-Nya akan menjadikan Adam a.s. Khalifah di muka bumi, untuk melaksanakan hukum-hukum dan peraturan-peraturan Nya dan memanfaatkan segala yang ada untuk memakmurkan bumi. Serta merta para malaikat bertanya, mengapa Adam yang akan diangkat menjadi khalifah di bumi, sedangkan dari keturunan Adam itu kelak akan membuat kerusakan dengan perbuatan maksiat dan menumpahkan darah dengan pembunuhan-pembunuhan di bumi ?

“Maka timbullah PEPERANGAN DISORGA. Mikhael dan Malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu dibantu oleh malaikat-malaikatnya, TETAPI MEREKA TIDAK DAPAT BERTAHAN; MEREKA TIDAK MENDAPAT TEMPAT LAGI DISORGA. Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Setan, yang menyesatkan seluruh dunia dilemparkan kebawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya.” Injil-Wahyu 12:7 –9.
Sebuah khayalan tentang malaikat versi Kristen yang sangat paganis. Dongeng seperti itu terdapat dalam cerita-cerita agama Matahari (Sol Invectus) dan agama-agama pagan lainnya yang memang banyak mempengaruhi Kristen sejak Konsili Nicea th. 325 yang diprakarsai Kaisar Romawi Konstantin Agung yang waktu itu menjabat kepala pendeta Sol Invectus.
Tafsir Jalalain mengemukakan bahwa perilaku species manusia itu menyerupai perilaku species jin yang juga tinggal di bumi dan membuat kerusakan di bumi (sebelumnya). Oleh para malaikat bangsa jin itu kemudian di buang ke pulau-pulau dan ke gunung-gunung.
Sebaliknya para malaikat itu menurut pengetahuan yang mereka miliki beranggapan bahwa diri mereka lebih patut diangkat menjadi khalifah di bumi, sebab mereka adalah ras makhluk yang senantiasa bertasbich, memuji dan menyucikan Allah SWT. Huruf “lam” pada lafadz  “laka” hanya sebagai tambahan saja. Sedangkan sejak lafadz “wa-nachnu” berfungsi sebagai ‘stressing point’ untuk menunjukkan keadaan dimana ras malaikat ‘merasa’ lebih layak untuk diangkat menjadi kholifah daripada ras manusia. Menurut persepsi malaikat ‘Tuhan tidak pernah menciptakan makhluk yang lebih mulia dan lebih berpengatahuan daripada species malaikat, karena malaikat tercipta lebih dahulu dan melihat apa yang tidak dilihat makhluk lain’.
Tafsir Ibnu Katsir menerangkan bahwa ungkapan malaikat dalam ayat tersebut diatas bukanlah suatu bantahan kepada Allah, karena malaikat disifati Allah sebagai makhluk yang tidak dapat menyatakan apapun yang tidak diizinkan Allah. Ibnu Juraij r.a. berpendanat bahwa para malaikat itu berkata menurut apa yang telah diberitahukan Allah kepada mereka tentang ihwal penciptaan Adam. Artinya semua pernyataan Malaikat itu sebagai sesuatu yang dikehendaki dan diizinkan Allah Ta’alaa untuk menjadi pelajaran yang berharga bagi semesta alam, terutama manusia.

Mitos Adam menurut khayalan Kristen Eropa.
Meski demikian, Allah Ta’aala perlu menerangkan ketidakbenaran anggapan para malaikat. Allah menegaskan bahwa Diri-Nya mengetahui apa yang tidak diketahui para malaikat berkaitan dengan kemaslahatan pengangkatan Adam a.s. sebagai khalifah di bumi. Allah bertindak berdasarkan hikmah pengetahuan Yang Maha Tinggi. Allah mengetahu bahwa diantara anak cucu Adam terdapat kaum yang taat, para rasul, para nabi, para wali dan orang-orang yang sholeh yang berkhidmat di Jalan Allah, disamping itu terdapat kaum yang durhaka, para penyembah berhala, kafirin, fasikin dan musyrikin. Dengan demikian akan tampaklah keadilan diantara mereka.
Tafsir Jalalain menerangkan, bahwa Allah menciptakan Adam dari tanah atau lapisan bumi dengan mengambil dari setiap unsur yang ada didalamnya, lalu diaduk dengan bermacam jenis air dan dibentuk (dengan sempurna) serta ditiupkan-Nya ‘roh’ hingga menjadi makhluk yang dapat merasakan (kehidupan), setelah sebelumnya hanyalah barang beku yang tidak bernyawa.
Kitab Perjanjian Lama (Taurat) mengungkapkan : “ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kitab Kejadian 1,2 : 7).
Ulasan
Menurut Tafsir Ibnu Katsir pemberitahuan Allah SWT kepada para malaikat ihwal penciptaan Adam a.s. tersebut dilakukan di suatu chazanah yang disebut al-Mala’ul A’la (Tempat Yang Maha Tinggi) sebagai suatu penghormatan, yang dilakukan sebelum Adam diciptakan. Artinya apa yang diterangkan diatas merupakan paparan Allah SWT tentang rencana penciptaan Adam a.s. yang akan berfungsi sebagai Khalifah di bumi.
Ibnu Juraij r.a. menerangkan bahwa terlebih dahulu Allah menerangkan tentang sifat-sifat species Adam (manusia), tentang potensi pembangunannya dan potensi pengrusakannya. Maka muncullah pertanyaan para malaikat tersebut diatas, yaitu : “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah ?…”. Pertanyaan ini bersifat meminta informasi dan penjelasan. Demikian pula nuansa pertanyaan dan pernyataan malaikat yang lain. (Adapun mengenai kefasikan Iblis terhadap penciptaan Adam, akan diterangkan pada ayat yang berkaitan langsung pada pengajian yang akan datang).
Pengertian “khalifah” dalam ayat ini juga bukan berarti wakil Allah, karena Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu hingga sekecil atom-pun, dan Allah Yang Maha Agung, Maha Mulia dan Maha Kuasa tidak memerlukan mewakilkan kepada manusia untuk mengurus segalanya. Ayat tersebut diatas bermakna :”Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”, bukan “Aku hendak menjadikan seorang khalifah untuk-Ku di muka bumi”.
Pengertian “khalifah” dimaksudkan untuk menjalankan hukum dan peraturan-peraturan Allah Azza wa Jalla di bumi dalam mainstream dan speckrum ras Bani Adam dan memanfaatkan semua habitat-nya untuk membangun peradaban Tauhid. Tentu saja tidak bermakna rigid dalam pengertian Adam secara individual, melainkan secara artificial kepada ras yang beriman, mulai dari generasi Adam a.s. ke generasi-generasi selanjutnya yang akan menggantikan satu sama lain, kurun demi kurun, generasi demi geneasi, peradaban demi peradaban hingga peradaban di zaman ini”.
Konsep materialisme.
Dari kubu sekularist-materialis, kita catat pernyataan penting Ernest Renan : “Jika manusia dididik dan diterangi dengan ilmu pengetahuan positif, akan memberikan alasan bahwa kepercayaan kepada agama adalah hal yang sia-sia, dan dogma iman akan roboh dengan sendirinya”. Pernyataan materialist-atheistic ini diperkuat dengan pernyataan tokoh lainnya, Lessing’s : “Jika manusia dididik dan diterangi dengan ilmu pengetahun positif, akan dapat dicapai suatu kondisi yang tidak lagi membutuhkan agama”.
Dari arah pandangan ini sudah jelas, bahwa deskripsi agama tentang penciptaan manusia seperti tersebut didepan tidak dapat diterima. Bahkan eksistensi Tuhan sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an dan Taurat juga tidak dapat mereka terima.

Atom, asal usul manusia menurut freemason.
Seperti sudah pernah kita ungkapkan pada pengajian terdahulu, kaum secularist-materialist-freemasonry berpendapat bahwa manusia tercipta secara spontan dari koleksi atom. Demikian pula binatang dan tetumbuhan, semuanya terbentuk dari unsur yang sama. Saldo dalam aliran listrik antar atom menjadi dasar kelangsungan makhluk hidup. Ketika saldo ini dibinasakan manusia mati, demikian pula kehidupan yang lain, kembali ke bumi dan dibubarkan ke dalam atom, sementara energinya kembali ke alam lepas sebagai sumber energi. Inilah yang disebut sebagai asal-usul dan hakekat keberadaan manusia. Master Masonic Selami Insindag menuliskan prinsip freemasonry ini dalam “Masonkluktan Esinmeleler” (Inspirasi dari Freemasonry) tentang Orisinalitas Filosofi Freemasonry atau Neo-Zionist.
Timbul pertanyaan, jika semua terbuat dari unsur yang sama, mengapa otak manusia memiliki tingkatan yang tertinggi dibanding semua binatang ? Dan mengapa manusia memiliki naluri dan kesadaran, dan binatang hanya memiliki naluri tanpa kesadaran ? Dan jika semua benda juga terbentuk dari causa materi atom yang sama, artinya koleksi atom dari manusia dapat di transfer ke dalam “batu”.
Tetapi batu tetap tidak akan memiliki kesadaran dan inteligensia seperti manusia. Dan sebaliknya jika koleksi atom dari “batu” di transfer kedalam manusia, tidak akan mengubah struktur biologi manusia dengan kesadaran dan inteligensia-nya. Pada pengajian terdahulu sudah pernah kita kaji hasil penelitian psikologi yang menghasilkan tiga non-materi dalam diri manusia, yaitu “emotion-mind-will” (perasaan, kesadaran dan harapan). Ternyata terdapat kekuatan batin dari keseimbangan berfungsinya sel dalam otak dan hormon. Ini membuktikan keberadaan ‘roh’ yang menjadi dasar kehidupan manusia.
Ilmu pengetahuan positif menerima dalil, bahwa ‘keberadaan berasal dari ketiadaan, dan berakhir dengan kebinasaan’. Ternyata materialist-freemasory yang mendalilkan dirinya sebagai pendekar dan manifes ilmu pengetahuan positif, dalam filosofinya bertentangan dengan ilmu pengetahuan positif. Menurut faham freemasonry alam semesta adalah keseluruham energi dengan tidak ada permulaan atau akhir. Segalanya dilahirkan dari keseluruhan energi ini, berkembang dan sekarat, tetapi tidak pernah secara total menghilang.

Lenin.
Para pemikir materialist-qabbalist seperti Marx, Engels, Lenin, Politzer, Sagan dan Monod bersikukuh tidak terdapat ‘roh’ yang lepas dari badan. Mereka mendalilkan, bahwa semesta alam merupakan kesatuan absolut yang kekal-abadi. Manusia terjadi dengan sendirinya dari seleksi alam. Tidak diciptakan oleh tuhan yang tidak terlihat dan tidak dikenal.
Ini bukan ilmu pengetahuan positif, tetapi extra-scientific alias khayal dan dogma atheistic-qabbalist yang sia-sia, dan justru terbantah oleh berbagai penemuan dan dalil independen ilmu pengetahuan posistif seperti diungkapkan pada Pengajian ke-54 tentang awal semesta alam.
Seperti dalil mahafilsuf Athena Aristoteles tentang Actus Purus (keberadaan yang murni) 24 abad yang silam, hukum Thermodinamic menunjukkan bahwa alam semesta tidak mampu mengorganisir diri sendiri, dan sungguh merupakan hasil dari suatu maha daya cipta. Desain system biologi yang luar biasa, membuktikan keberadaan Sang Maha Pencipta yang membuat pola ras-sepecies dalam perbedaan dan persamaan pada rumpun genetika masing-masing, teristimewa rumpun homo-sapience (manusia) dengan dimensi non-materi yang menonjol seperti emotion-mind-will, dengan inteligensia dan kesadaran yang membutikan keberadaan “roh” dalam system biologi.
Perjanjian roh.
Rasulullah bersabda : “Laa yazaalunnaasu yas-aluunakum ‘anil’ilmi cahtta yaquuluu : ‘Hadzalloohu kholaqnaa, faman kholaqollah ?” : “Manusia (yang tidak beriman) akan selalu bertanya kepadamu tentang ilmu, sampai mereka berani menanyakan : ‘Allah-lah yang menciptakan kita, lalu siapakah yang menciptakan Allah?’”(HR. Muslim dari Abu Hurairah r.a. H :17). Itulah pula pertanyaan qabbalis-freemasonry pada masa ini.
Saya ingin mengingatkan kembali ‘perjanjian roh’ dengan Allah SWT sebelum ditiupkan ke dalam badan manusia, seperti diungkapkan Firman Allah : “’Alastu birobbikum ?” ‘Qooluu : ‘Bala syahidna’” : “Bukankah Aku ini Tuhanmu ?” Mereka menjawab : ‘Benar dan kami bersaksi’”; (Al-A’rof : 172). Sayang setelah roh diperbadankan manusia terjangkit penyakit amnesia, lupa perjanjian ini, dan baru mengingat kembali setelah ajal

Samarkand, Uzbekhistan, keagungan Islam, melahirkan entitas peradaban yang abadi.
tiba, seperti Fir’aun menjelang tenggelam di Laut Merah yang menjadikannya kekal dalam kesia-siaan adzab akhirat. Na’udzubillahi min dzalik. Sekian, terima kasih.
Birrahmatillahi wa bi ‘aunihi fi Sabilih.
Wassalamu’alaikum War. Wab.
Jakarta, 12 Agustus 2005,
Pengasuh,
KH. AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar